Nama Dari Masa Lalu

35.1K 3.9K 115
                                    

Anita duduk di sisi Bulik Din, bibi dari sisi ibunya, dengan kepala tertunduk. Bisa didengarnya sang bulik yang menghela napas.

"Ini terjadi sebelum atau sesudah ibumu meninggal, Nduk?" tanyanya, merujuk pada kehamilan Anita.

Anita tertunduk. "Sesudah, Bulik. Nita lagi kerja di Bali waktu itu." Benaknya berkecamuk. Bahkan dirinya terus mengutuki kebodohannya yang terjadi saat dia masih berduka itu, apalagi Bulik Din?

Bulik Din mengangguk-angguk. "Jadi pada saat itu kamu masih dalam keadaan berduka?"

Sebuah isak tiba-tiba terlompat dari tenggorokannya, didorong oleh rasa bersalah dan malu.

"Iya ... Bulik. Maaf ... harusnya Nita tidak boleh kebablasan begitu ... padahal Mama juga baru...." Dengan hati hancur Anita menutup mulutnya. Mencoba menahan tangis yang sudah pasti akan meledak saat itu.

Tak diduganya, Bulik Din memeluknya hangat. "Shhh ... sudah. Bulik ngerti ... enggak usah dibawa sesal lagi. Yang penting kamu sudah menyadari kesalahan kamu, dan berusaha memperbaikinya. Sekarang Bulik cuma perlu tahu, apa rencana kamu selanjutnya? Apa kamu akan menemui ayah anak itu dan memberitahunya" tanyanya lembut.

Dalam pelukannya Anita menggeleng. "Anita tidak bisa memberitahunya, Bulik. Dia orang asing. Mungkin sekarang dia sudah kembali ke negaranya. Nita akan membesarkannya sendiri, berdua dengan Aiden," jawabnya sambil terus terisak.

Bulik Din menghela napas. "Jadi bukan mantan bosmu yang memberimu anak itu?" tanyanya hati-hati.

Anita tertegun. Dia menjauhkan kepalanya dari Bulik Din. "Bulik tahu soal Mas Sam?" Dia balik bertanya takut-takut.

"Bulik sudah tahu sejak lama dari ibumu. Jangan salahkan beliau karena itu, ya? Sangat sulit untuk memendam beban seberat itu bagi seorang ibu."

Anita tercenung. Bagaimana mungkin dia menyalahkan ibunya jika bicara tentang kesalahannya kepada Bulik Din? Justru dia makin merasa bersalah mengetahui betapa berat beban ibunya karena dirinya.

"Bagaimana mungkin Nita menyalahkan Mama, Bulik? Malah Nita makin menyesal karena sudah membuat Mama terbebani sedemikian rupa."

Bulik Din mengusap rambutnya sayang. "Yang terpenting sekarang Nita sudah menyesali semuanya, bukan? Mulai sekarang, cobalah untuk lebih bijak, dan mulailah awal baru bersama Aiden dan anakmu nanti. Mungkin semua akan sulit, tapi Bulik yakin, Anita bisa."

Anita mengangguk. "Iya, Bulik. Nita janji."

"Dan kalau suatu saat nanti ada kesempatan untukmu untuk memberi tahu ayah bayimu, lakukanlah. Dia berhak tahu, dan bayimu berhak memiliki ayah."

Anita kembali termenung. Apakah itu mungkin?

Saat itu tiba-tiba pintu terbuka mendadak dan Aiden masuk dengan semringah.

"Mbak Nita! Aiden dapat beasiswa ke Singapura."

*****************

Anita menggigit bibir menahan tawa geli melihat Anthony yang membelalak saat bertemu pandang dengannya, sebelum dengan terburu-buru berbalik masuk ke ruangannya kembali dan menutup pintu dengan bunyi berdebum. Pria yang konyol.

Pagi tadi Anthony langsung melengos malu saat berpapasan dengan Anita di lorong lantai HRD dan Direksi. Dia hanya mengangguk menyapa Anita dengan wajah memerah, lalu langsung kabur menuju ke ruangannya. Membuat Anita terkikik sepeninggalnya. Dia mengerti kalau pria itu pasti salah tingkah saat harus bertemu dengannya.

Tentu saja dia punya alasan kuat untuk merasa malu, setelah semalam mengalami saat paling nista dalam hidupnya. Semua gara-gara perempuan yang kemarin dijahilinya karena iseng. Perempuan itu menyusul Anthony ke apartemennya dengan membawa dua orang tukang pukul untuk menghajar pria itu. Tololnya, Anthony lupa kalau dia sempat membocorkan alamat apartemen ketika dia mabuk dan memberikan kode pintunya tanpa sadar. Dengan mudah perempuan yang merasa terhina itu bersama dengan begundal yang dibawanya melakukan niat untuk membalas dendam.

My Hand In YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang