#22

1.4K 111 6
                                        

Raizel dan yang lainnya kembali ke dunia manusia dan meninggalkan Dean dan Artha di lukedonia. Mereka berfikir untuk saat ini mereka tak mungkin melawan para werewolf, dengan keadaan M-21 dan Kentas yang kian buruk. Akhirnya, setelah melakukan perjalanan jauh mereka sampai juga di tempat tujuan mereka, rumah frankie. Kedatangan mereka langsung disambut oleh tao, takio, seira, regis, dan rael yang ada disana.

"Ah, kalian sudah pulang!" sambut tao bahagia sambil menghampiri mereka disusul yang lainnya.

"M-21, apa yang terjadi padamu?!!!!!" ucap takio cemas.

"Ceritanya panjang, aku tak bisa menjelaskannya sekarang.." kata M-21.

"Sekarang kita harus mengobati luka kalian dulu.. Setelah itu istirahatlah.." ucap seira kepada M-21 dan kentas.

"Baiklah.." jawab mereka pelan. Setelah mengobati M-21 dan Kentas, Seira dan semua orang pun kembali ke kamar mereka masing - masing melepas lelah yang telah bersarang di badan mereka.Frankestein mengantar tuannya ke kamarnya, lalu kembali berjalan menuju kamarnya sendiri.

"*cklik.." suara pintu ditutup oleh frankie.

"Haah.." Raizel mendesah pelan.
Ia membaringkan tubuhnya di tempat tidur dan menatap langit - langit kamarnya. Seolah - olah ia memikirkan sesuatu.

"Apa lascrea baik - baik saja, ya? Apa dia sudah tidur? Yang kutahu dari kecil dia susah sekali tidur kalau terbangun sekali saja di malam hari.. Apa aku menghubunginya lewat telepati saja, ya? Tapi ini kan sudah malam, bisa - bisa aku mengganggu
nya tidur.." ucapnya dalam hati.

Entah mengapa semenjak jiwanya dan lascrea menyatu rasanya raizel selalu memikirkan lascrea, yang begitu baiknya mengorbankan dirinya sendiri hanya untuk menyelamatkan Raizel. Yah, walaupun wajahnya selalu datar - datar saja tidak seperti orang yang sedang.. Ehm, jatuh cinta.., Tapi sebenarnya ia selalu ingin bertemu dengan lascrea. Lebih tepatnya rindu.

"Agh! Sudahlah! Apa yang kupikirkan?! Kenapa aku terus memikirkannya?" Raizel terus gelisah tak menentu dalam pikirannya.

"Lebih baik aku tidur saja daripada begini.." batinnya.

Perlahan - lahan matanya mulai menutup, sampai akhirnya ia tertidur. Sungguh hari yang melelahkan.

***

Pagi, 06.10

Sinar matahari yang terang langsung menembus jendela kamar Lascrea. Nyanyian merdu burung - burung di luar menghiasi pagi itu. Perlahan Lascrea mulai membuka matanya sedikit. Memang sih ia masih agak mengantuk, namun ia lebih baik bangun daripada terganggu oleh sinar matahari pagi yang menurutnya sangat menyilaukan. Ia segera bangun dari tidurnya dan meregangkan tubuhnya. Ia langsung duduk di kursi meja rias nya dan merapikan rambutnya. Ia kemudian melangkah ke kamar mandi dan membersihkan dirinya.

Setelah selesai berganti baju, ia segera melangkah keluar dari kamarnya. Kaki jenjangnya menuntun dirinya ke ruang makan. Ia kemudian duduk di kursi dengan anggunnya. Tak lama kemudian, beberapa para kepala keluarga datang membawa makanan yang banyak memenuhi hampir seluruh meja makan. Setelah semua makanan telah disajikan, satu per satu para kepala keluarga meninggalkan ruang makan itu. Suasananya sungguh sepi. Bagi lascrea ini sudah biasa, tapi tetap saja ia merasa bosan harus makan sendiri di ruang sebesar ini. Berbeda dengan di rumah frankestein. semuanya selalu makan bersama, tertawa bersama, bersedih bersama, menghadapi masalah bersama, semuanya selalu bersama - sama. Rasanya menyedihkan, namun itulah takdirnya.

Seusai sarapan, lascrea langsung berjalan menuju ruang utama, ruang tahta. Ia melakukan kegiatan sehari - harinya, yaitu duduk di kursi itu dan menunggu ada kabar yang datang. Sekali lagi, ini sangaaaaaaaaat membosankan baginya. Namun ia tetap menerimanya.Setelah duduk di tahtanya, pikirannya kembali terfokus pada mimpinya tadi malam.

"Archanda.. Bagaimana cara menghentikannya? Apa aku harus memberitahu Raizel juga? Biar bagaimanapun Archanda masih sepupunya. Tapi.. pasti ia juga sudah kelelahan dengan segala yang terjadi." itulah yang ia pikirkan saat itu.

***
"Aku harus keluar dari sini!!!" teriak seorang wanita. Wanita itu mengumpulkan tetes - tetes darah di tangannya, lalu membentuk tetes - tetes darah itu menjadi pusaran darah yang kuat. Ia kemudian mengarahakan pusaran darah itu ke arah sebuah pintu raksasa yang digembok dengan kunci yang sangat kuat. Namun sekali lagi ia gagal, walaupun gembok itu sudah hampir lepas. Ya, wanita itu adalah Archanda.

Wajah cantiknya itu langsung mengerut marah besar saat usahanya yang telah lebih dari seribu kali gagal terus menerus.

"Agh, sialan!!!! Aku gagal lagi!!! Dasar pintu penjara bodoh!!!!" katanya menggerutu.

Dalam kemarahan yang meluap - luap, ia akhirnya mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menghancurkan pintu itu. Saking besarnya kekuatan yang ia kerahkan ia sampai mandi keringat.

"Grrraaaaahh!!!!!!!!!" ucapnya sambil mengarahkan serangannya pada pintu itu.

"Braakk!!!!!!!" suara pintu itu hancur.

Dalam sekejap kemarahannya itu langsung berganti menjadi sorak sorai kemenangan. Senyuman licik dan segelintit tawanya memenuhi seluruh penjara itu. Tiba - tiba langsung muncul sebuah pedang yang panjang dan menyeramkan dari tangannya. Kakinya melangkah. dengan angkuh nya ia keluar dari penjara itu.

"Sudah kubilang.. Aku tak akan bisa
dikalahkan.. Aku akan menguasai dunia.." katanya dalam hati.

BERSAMBUNG....





The Story Of NoblesseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang