#37

1.1K 93 6
                                        

"Akh!" teriak Shinwu kesakitan.

"Sudah kubilang jangan banyak omong.." ucap seorang werewolf berjaket putih seperti seorang profesor.

"Ugh, dasar sial.." Shinwu menggerutu di dalam hati.

"Kuperingatkan kau, jangan berani menghina kami meskipun didalam hatimu.. Karena listrik - listrik itu bisa merasakan getaran amarah dari denyut jantungmu.. Dan sekali listrik - listrik itu terpancing, maka.." tutur werewolf itu.

"Kalian, para manusia memang tidak berguna.. Jadi jangan coba merendahkan ataupun menyamakan kami dengan kalian.. Kalian tak pantas" lanjut werewolf itu sembari pergi.

Shinwu hanya bisa diam. Mendengarkan segala penghinaan yang diberikan kepada manusia. Untuk pertama kali dalam hidupnya ia merasa setidak berdaya ini. Ia merasa benar - benar lemah dan tidak berguna. Membuat dirinya semakin putus asa. Kini hanya ada satu hal di pikirannya, Pasrah. Mengharapkan suatu keajaiban datang menghampirinya. Seperti akhir dari buku - buku cerita yang dibacanya. Dan semua itu mustahil bagi dirinya.

Shinwu kemudian menatap jendela kecil di dekatnya. Tampak tak ada kehidupan. Ia mengenang semua kenangan yang ia lakukan bersama teman - temannya. Mengenang segala kedekatan yang selalu dirasakan olehnya dan keluarganya. Mengenang segala pahit manisnya masa lalu.

Ia lalu menutup matanya. Melemaskan tubuhnya yang tak kan jatuh karena rantai itu. Rambut merahnya menutupi mata anak itu. Ia diam. Benar - benar diam. Tak ada suara ataupun gerakan. Membuatnya seperti orang mati. Karena dia memang sengaja melakukannya.

"Yuna, Ikhan, Suyi, Raizel, semuanya.. Maafkan aku.." batin Shinwu.

Setetes air mata jatuh di wajah Shinwu yang datar. Ia menitikkan air mata itu tanpa ia sadari. Ia hanya menatap sendu lantai putih dibawahnya yang berjarak 1 atau 2 meter itu.

***

Langkah Raizel terhenti. Frankestein lalu menyusul dibelakangnya. Raizel memerhatikan lagi keadaan disekitarnya. Frank pun menyadari sesuatu.

"Tuan, kurasa ada yang mengejar kita dari belakang!" kata Frankestein sambil melihat kebelakang mereka. Raizel juga beranggapan yang sama. Aura para mutan itu terasa lagi. Dan auranya sekarang bahkan lebih kuat.

"Apa yang harus kita lakukan, tuan? Sepertinya mereka membawa pemimpin mereka.. Jika kita terus menghindar maka mereka akan terus mengikuti kita hingga ke markas Crombell.." tanya Frankestein.

"Satu - satunya jalan adalah bertarung dengan mereka semua.." jawab Raizel.

Mereka kemudian pergi ke suatu tanah tandus yang lapang. Tak lama kemudian suara auman mutan - mutan itu sudah terdengar hingga mereka sudah mulai menampakkan diri. Pertempuran pun terjadi. Hingga Raizel terpaksa harus mengeluarkan kekuatannya untuk mengatasi mereka. Namun itu tak cukup. Mereka hanya berdua dan mutan itu seribu.

Hari mulai gelap. Puncak kekuatan para mutan. Semakin menyulitkan situasi Raizel dan Frankestein saat ini. Frankestein sedang berjuang melawan dua musuh, yaitu para mutan dan senjata miliknya sendiri, dark spear. Tubuh Frankestein sudah hampir sepenuhnya dikuasai oleh dark spear, sementara semakin malam kekuatan para mutan semakin bertambah.

Disisi lain, ada Raizel yang sedang dalam situasi buruk. Jatah kekuatannya hampir habis untuk melawan setengah dari para mutan itu. Dan semakin diserang, mutan - mutan itu malah semakin menguat. Mereka jadi lebih ganas dan kuat seiring malam tiba.

"Akh! Tuan! Kita terjebak!" ucap Frankestein.

"..." Raizel tetap diam sambil menyerang musuhnya. Raizel terus menghindar ketika ia merasa telah dikepung. Raizel terus melawan mutan - mutan itu, hingga tanpa sadar ia telah mengerahkan sebagian besar kekuatannya. Tiba - tiba darah mengucur dari mulut pria itu.

Hingga sampai pada titik terakhir, seorang mutan yang kelihatan paling kuat menghampiri Raizel dari belakangnya. Ia memegang sebuah batu raksasa untuk menghancurkan sang Noblesse. Namun sesaat sebelum batu itu mendarat di kepalanya, Raizel segera berbalik dan memakai pengendali pikirannya. Ia menatap mata mutan itu. Dalam sekejap, tubuh mutan itu langsung mematung. Sontak semua mutan yang juga menyerang Frankestein berhenti dan memerhatikan mutan ini.

"Berlutut.." perintah Raizel.

Tanpa membantah, mutan itu langsung berlutut. Tak lama kemudian, entah apa yang dilakukan Raizel padanya, mutan itu meraung - raung kesakitan. Ia mencekik lehernya sendiri dan bunuh diri. Membuat semua mutan di tempat itu terdiam takut karena pemimpin mereka telah musnah. Darah mengucur deras dari leher mutan itu.

Frankestein yang menyaksikannya pun ikut terkejut, lantaran tuannya telah mengerahkan kekuatan sebesar itu. Tak lama kemudian, setelah jasad mutan pemimpin itu hancur dan pergi ke langit, para mutan lainnya mulai mundur, hingga mereka semua pergi meninggalkan Raizel dan Frankestein.

Frankestein segera menghampiri Raizel yang masih berdiri di tempat itu dari tadi. Frankestein benar - benar khawatir pada tuannya.

"T-tuan.. Apa anda baik - baik saja? Anda mengerahkan kekuatan sebesar itu.." ucap Frankestein khawatir.

"..." Raizel tetap diam tanpa menunjukkan wajahnya sedikit pun. Ia tak menoleh sama sekali. Raizel kemudian mengusap darah di mulut dan matanya dengan tangannya. Sebenarnya, ia tak ingin orang lain mengetahui rasa sakitnya saat ini. Namun Frankestein tetap bisa melihatnya.

"Tidak.. Aku baik - baik saja.. Ayo kita lanjutkan.. Ini perintah" ucap Raizel sembari pergi dengan mengatakan 'perintah' karena ia tahu Frankestein akan menyuruhnya untuk istirahat dan semacamnya.

Karena sudah diberi perintah, Frankestein hanya bisa menyetujui perkataan tuannya. Akhirnya, Frankestein mengikuti jejak tuannya itu.

Perjalanan yang mereka tempuh tidaklah dekat. Saat mereka dikejar para mutan tadi, Raizel dan Frankestein harus mencari tanah yang lapang untuk bertarung. Dan lokasi tempat itu sangat jauh. Kini mereka harus menempuh perjalanan jauh lagi. Belum lagi dengan kondisi Raizel, Frankestein benar - benar khawatir.

Disepanjang perjalanan, Raizel tetap diam. Ia tak bicara sedikitpun. Seringkali Raizel terlihat mengusap darah di mulutnya. Ia terus menyembunyikan rasa sakitnya dari Frankestein. Tanpa ia sadari, kekuatannya tinggal sedikit lagi. Sisanya adalah kekuatan Lascrea. Mungkin jika Raizel harus bertarung lagi, kondisinya akan semakin buruk.. atau yang lebih parah ikatan jiwanya dengan lascrea akan terputus.

Kini Raizel sudah tak memikirkan dirinya lagi. Yang ada dipikirannya hanya keselamatan orang - orang terdekatnya. Bukan hanya karena ia seorang Noblesse, itu karena ia telah tumbuh dengan fikiran seperti itu. Sejak ia kecil ia dibesarkan dengan tanggung jawab dan pola fikir seorang bangsawan. Menjadikan dirinya yang sekarang. Yang rela mengorbankan semua yang ia miliki untuk orang lain.

***

#LascreaPOV

"Akh!" jeritku saat merasakan sakit ditubuhku. Aku segera bangun dari tidurku dan meminum segelas air yang ada dimejaku. Tubuhku terasa sakit sekali. Aku tidak tahu mengapa aku merasa kesakitan seperti ini. Dan entah kenapa aku mempunyai firasat buruk terhadap Raizel. Aku sangat mencemaskan dirinya.

"Apa mungkin.. Raizel menggunakan kekuatannya lagi? Apa mungkin dia dalam bahaya sekarang?" batinku.

Aku lalu bergegas beranjak dari tempat tidurku. Mengambil Ragnarok dan mengubahnya menjadi sebuah gelang. Aku pergi meninggalkan istana secara diam - diam, namun aku telah meninggalkan pesan singkat dimejaku agar semua orang tidak khawatir.

***

"Tuan, kurasa itulah markas Crombell.." ucap Frankestein kepada tuannya.

"Ayo" jawab Raizel singkat.

Mereka lalu menuju ke markas Crombell yang besar. Saat memasuki gerbang, bau obat - obat kimia yang tajam sungguh mencekam. Namun mereka tetap masuk demi menyelamatkan Shinwu.
Dan tepat saat mereka memasuki ruang pertama dibalik pintu putih itu, Crombell telah menunggu dengan manisnya di Sofa kecil dengan cangkir - cangkir teh yang telah siap di atas meja. Senyum tipis pun tersirat di wajah liciknya.

"Selamat datang, Noblesse.." sambut Crombell yang tak tulus.

BERSAMBUNG...

The Story Of NoblesseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang