Kenyataan berkata lain

771 50 65
                                    

Waktu bergeser terlalu tergesa. Sudah beberapa bulan ini, Aditya tinggal di kontrakan. Kehidupan bertetangga dengan orang-orang berkeluarga membuatnya sedikit lebih mengerti tentang kehidupan keseharian.

Daeng Sulham dan Kak Farah juga memperlakukan anak-anak pelayaran itu seperti adik-adiknya. Lelaki itu yang memang suka bermain dengan anak mudah merasa kembali menemukan dunia mudanya. Bahkan, teras rumah itu kerap kali ramai seperti pos ronda, ketika Bima, Vijay, Dafah, dan Aditya dan semua anggota keluarga Daeng Sulham berkumpul di teras. Terkadang ada gorengan dan teh hangat yang menemani mereka. Bersemangat pula anak-anak pelayaran itu lantaran Vina yang selama ini menjadi pusat perhatian.

Dan malam ini kebetulan Vijay sedang ke rumah temannya sedangkan Dafah dan Bima sedang berjaga malam di sekolah, sehingga menyisakan Aditya di rumah.

Karena merasa bosan di rumah, Aditya ke tempat Daeng Sulham untuk menghiburkan hati. Dan, tanpa diatur, Kak Farah masih sibuk di dapur sedangkan Daeng Sulham masih sibuk dengan pekerjannya di kamar. Sehingga terjadilah Aditya dan Vina duduk berduaan di teras. Hanya ada Kiki keponakan Vina satu-satunya yang baru berumur dua tahun lebih, kadang bersileweran di sekitar mereka.

Langit malam ini tampak ramai dengan bintangnya. Angin yang berembus pun begitu lembut menyapa. Tercium pula aroma harum bunga-bunga yang menguap dari taman. Sunyi! Hanya ada suara jangkrik berbisik pelan di sela bebatuan pondasi rumah.

"Kak, aku mau ngomong sesuatu." Vina akhirnya memecahkan suasana yang hening itu.

"Ngomong aja!" balas Aditya, pandangannya datar mengarah ke jalanan.

Kiki berlari dari dalam memecah ketenagan. "Tante benelin, mobil Kiki!" Sebuah mobil-mobilan yang diulurkan Kiki kepada Vina.

"Tante tidak tau, coba kasih, Om!"

"Sini, Ki!" Aditya meraih mainan itu dari tangan Kiki langsung.

Sebentar saja Aditya telah memasang kembali ban mobil-mobilan itu seperti semula. "Ini, Ki!" ucap Aditya sambil mengulurkan mainan itu ke pemiliknya.

"Hole!!!" sorak Kiki begitu senang, ia kemudian membawa mainanya ke dalam.

Keadaan kembali menjadi sunyi. Aditya sesekali melirik ke Vina. Rasa cinta yang berhasil ia sembunyikan selama ini seakan memaksanya untuk menikmati manisnya wajah itu. "Tadi mau ngomong apa?" Aditya membiarkan pandangannya bertabrakan dengan mata sipit itu.

"Eh, aku lupa," jawab Vina. "Oh... ini, Kak, kalau kita suka sama seseorang, tapi orang itu sepertinya tidak peduli, kita harus bagaimana."

Aditya lalu tersenyum acuh. "Ow... enggak tau?"

"Kakak. Jawab!"

"Yah bilang aja langsung ke orangnya, susah amat!"

"Yah, takutnya dia bilang aku cewek apaan."

"Tau! Terserah kau aja!"

Di tengah lalu-lalang antara instruktur dan taruna-taruni yang bergegas pulang. Bima menghampiri Aditya seraya berbisik, "Adit, aku pulang ke kontrakan, ya?"

"Iya," jawab Aditya singkat, ia tidak ingin pembicaraan mereka terdengar oleh senior yang ada di sekelilingnya. Sebenarnya Aditya tidak pernah menginginkan Bima datang ke kontrakan itu. Jelas, alasannya, ia tidak bisa melihat Bima dan Vina dekat. Namun, apalah daya, Bima dan Vina saat ini sudah semakin dekat juga. Dan, sepertinya mereka memang saling suka. 

The Story of SailorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang