Pulang

524 37 19
                                    

Semangat yang dipaksakan untuk kembali melangkah. Hampir 2 bulan lamanya Aditya telah bertarung melawan sakitnya. Terkadang sakit hatinya itu membuatnya meneteskan air mata, tetapi dielakkan. Sudah terlalu sakit. "Semoga kelak aku dapati seorang yang lebih baik darinya!" Begitu katanya selalu, saat ia merasakan pengkhianatan itu mengiris hatinya.

Hari ini, kapal itu kembali bersandar di pelabuhan Port Klang. Kapal itu membutuhkan waktu lebih dari sebulan untuk dapat mengitari pelabuhan-pelabuhan se-Malaysia. Dan saat ini, tibalah Aditya berada di hari-hari terakhirnya bersama teman-temannya di kapal.

Dia segera pulang. Segala keperluan telah diurus oleh Port Kapten yang bertugas. Tidak dapat ia mengerti dengan perasaannya: mengapa saat ia akan kembali ke kampung halamannya, ia seperti tidak senang. Sememangnya luka di hatinya hampir tidak ada lagi. Namun dirasanya tetap hambar hari-harinya.

Ia kembali teringat akan janjinya, bahwa setelah kontraknya habis, ia akan pulang dan menemui kekasihnya. Namun, hubungan itu telah tiada, telah berakhir, tak ada lagi rasa yang seperti dulu. Rasa yang selalu membuatnya rindu, yang ada hanyalah rasa benci. Sungguh kejam manusia memperlakukan rasa cinta itu. Mengapa harus ada cinta, jika harus berakhir kebencian seperti itu.

* * *

Aditya duduk tenang sendirian di pinggiran kapal sambil menatap tajam ke arah kapal yang begitu cantik. Kapal itu juga akan sandar di dermaga yang sama. Cukup dekat dengannya, hanya sepelempar batu.

Dia melihat sungguh-sungguh kesempurnaan kapal itu. 'Star Cruis Ship' tulisan yang ada di lambung (bagian samping) kapal itu. Tiba-tiba hatinya berbisik, "Betapa senangnya hidup orang-orang yang kerja di kapal itu." Aditya tersenyum menyaksikan keindahan kepal pesiar itu.

Seketika itu, ia memikirkan hal baru: dia ingin berada di atas kapal itu, ingin bekerja di kapal yang sungguh cantik itu. Kemudian, ia menelan air liur begitu dalam. Dan ... saat itu juga, telah lahir mimpi baru dalam hidupnya. Bermimpi untuk mengubah pandangan dunia. Besar sekali keinginannya untuk berada di atas kapal itu. "Jikalau saja, aku punya kesempatan bisa bergabung di kapal itu, tentu dunia akan akan berpandang beda terhadap diri ini, dan tentu orang-orang yang pernah memandang rendah akan terbelalak matanya. Dan pastinya aku akan membuat Vina menyesal telah menyia-nyiakan orang yang bersemangat baja ini." Kemudian ia mengusap dadanya, ada rasa sakit di dalam hatinya yang tiba-tiba menyayat. "Vina bukan aku dendam sama kamu, tapi aku ingin membuat matamu terbuka, dan melihat siapa yang telah kau sia-siakan ini."

* * *

Pagi itu, para pekerja pelabuhan sudah mulai berdatangan, dan Aditya yang sibuk melayani para pekerja itu untuk mengisi log book, dan mengarahkan mereka agar menggunakan alat keselamatan yang lengkap. Biasanya, jika ada pekerja yang tidak menggunakan alat keselamatan yang lengkap. Aditya tidak akan meloloskan mereka untuk memulai aktivitasnya. Namun, karena para pekerja di pelabuhan Port Klang, memang selalu safety saat mereka hendak bekerja, jadi cukup lancar pula pekerjaan Aditya pagi itu.

Masih saja ia asik memeriksa log book itu. Port kapten pun datang menghampirinya, "Selamat pagi Adit! Sibuk sangatlah kelihatan?" katanya sambil membuka tas yang dibawanya.

Aditya tiba-tiba kaget, "Eh, selamat pagi Encik! Kok pagi-pagi sekali sudah datang?" jawab Aditya lalu ia tersenyum memerhatikan.

Namun, Port kapten itu tidak terlalu menghiraukan, ia tetap sibuk memeriksa tasnya. "Ah, ini dia!" ujarnya "Ini awak punya tiket, besok pagi-pagi sekali awak kena berangkat kat bandara tau. Pasalnya, tiket awak jam sembilan pagi, nih!" katanya sambil meletakkan amplop putih itu di meja.

"Encik, tidak mengantar saya, keh?" tanya Aditya yang juga sedikit menggunakan bahasa Melayu, meskipun ia tidak pandai sebagaimana orang setempat. Namun dapat jugalah intonasi-intonasi melayu itu keluar dari mulutnya, walau kata-katanya versi Indonesia.

The Story of SailorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang