Masih pagi-pagi sekali, bahkan mentari belum lagi menampakkan diri untuk menyinari alam semesta. Riani telah menelepon Aditya, tentunya ia menanyakan bagaimana urusan kakaknya bersama dengan Ibu Helena. Namun, Aditya dapat menjelaskan dengan semaksimal mungkin, dan dapat pula memuaskan hati keluarganya yang sedang cemas memikirkan akan uang itu.
Berkat doa keluarga, uang tersebut dapat juga kembali ke rekening Ardi tanpa berkurang sepeser pun. Rasa waswas yang sebelumnya menghantui Aditya dan keluarganya kini telah terselesaikan dengan baik.
* * *
"Assalamualaikum!" kata Aditya saat berada di depan pintu rumahnya.
Aditya sampai di rumahnya tepat jam 11, lewat 20 menit, kali ini ia menggunakan mobil yang pulang pagi dari Makassar."Waalaikumsalam!" jawab mamanya, dan tersenyum manis ke Aditya.
Tidak ada kesan kecewa di raut mukanya. Ia sangat menyadari betapa berat perjuangan anaknya untuk mengubah derajat keluarganya. Maka dari itu, ia selalu mendukung Aditya dalam hal apa pun. Sukses atau tidaknya Aditya ke depannya telah ia serahkan kepada Yang Mahakuasa.Mula-mula Aditya menceritakan tentang kegagalannya kepada orang tuanya. Kemudian, masalah uang yang telah ia serahkan kepada Agency yang tidak bertanggung jawab itu sudah dia kebalikan ke Ardi.
Sementara mamanya mendengarkan semua keluh kesah anaknya, ia menganggap semua itu bukanlah suatu kegagalan, melainkan sebuah perjuangan. Ia terus saja berbangga memiliki anak seperti Aditya. Ia memeluk anaknya dan menyalakan kembali semangatnya. Tentu saja dia menggunakan bahasa bugis, "Selama berusahako, Nak! Tettei muruntu musappae (selagi engkau tetap berusaha, Nak! Pasti kau temukan apa yang engkau cari)."
Adakah orang tua Aditya menghiraukan tetangga, dan komentar-komentar keluarganya yang telah lama iri kepadanya? Tidak sama sekali. Bahkan ia tetap saja selalu menyemangati anak-anaknya, demi cita-cita mereka. Dia telah banyak berubah, dan semua perubahan itu terjadi karena Aditya. Adityalah yang telah membuatnya sadar jika ada kebahagiaan tersendiri memiliki anak yang dapat membanggakan.
Akan ada saatnya nanti –menurut ibunya Aditya– semua mata yang telah memandang rendah keluarganya, yang tidak percaya dengan usaha anaknya akan menengadah dan memberikan upplause. Akan tiba saatnya nanti, mereka yang telah menjuluki Aditya sebagai anak yang hanya menghabiskan harta orang tuanya, akan sadar dan mengerti tentang arti sebuah pengorbanan.
Ibunya Aditya masih bercucuran Air mata seraya berkata, "Rencanana Puangnge lebbih mgelloi naiiya parencanana atanna (rencana Allah lebih indah dari yang dibayangkan umatnya)."
"Terma kasih, Mah!"
Setelah itu, Aditya kembali menceritakan semua perjuangannya di Jakarta. Termasuk, tanpa diketahui Agency makassar dan Jakarta, ia telah memasukkan CV di beberapa perusahaan kapal pesiar di jakarta.
Iya, dia sendirian berkeliling di Ibu Kota untuk mencari alamat perusahaan-perusahaan kapal pesiar hingga pada akhirnya, usaha itu mendapat sebuah titik terang; salah satu dari perusahaan kapal pesiar tersebut telah memanggilnya interview.
Puji syukur Aditya lulus interview, dan diproses ke bagian medical check up. Medical-nya pun berjalan mulus. Namun, satu hal lagi yang dia tunggu ialah 'training'.
Menurut kabar dari orang yang telah lama bekerja di perusahaan itu, yang ditemui Aditya saat medical, katanya: training untuk fantion dek (bagian dek) membutuhkan kesabaran yang besar untuk menunggu, bahkan sampai berbulan-bulan.
Ibunya Aditya pun menanyakan kapan kiranya jadwal training itu, tetapi Aditya tidak dapat memberikan jawaban yang pasti. Namun, Aditya tetap yakin kalau hari itu akan datang, dan ibunya pun percaya akan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of Sailor
General FictionSebagian cerita hanya bisa dibaca oleh pengikut saya. Jadi kalau mau baca cerita secara keseluruhan jangan lupa untuk meng-follow saya terlebih dahulu. Dari kecil, Aditya tidak pernah puas akan pendidikannya. Semangat untuk bersekolah selalu dipata...