Pindahan

961 66 64
                                    

Sepulangnya dari sekolah, jam empat sore. Mentari masih panas bersinar ketika Aditya, Dafah, Vijay dan Bima kembali mendatangi Daeng Sulham. Aditya dan Vijay telah sepakat untuk pindah malam ini. Namun, mereka ingin meminta kunci terlebih dahulu, sekaligus bersih-bersih. Lagi pula dengan tambahan dua tenaga, pasti akan lebih cepat. Daeng Sulham juga telah menunggunya. Sesuai SMS yang ia kirim kepada Vijay, jam setengah empat ia sudah pulang dari tempat kerja. Daeng Sulham pun tidak keberatan jika uang kontarakan dibayar tiga hari lagi. Lebih dari itu juga enggak apa-apa, katanya di SMS.

"Eh, Dafah, dan kawan-kawan." Daeng Sulham menyambut dengan ramah. "Saya kira tadi polisi," lanjutnya, ia kemudian tertawa. Kegagahan pakaian dines anak-anak pelayaran itu memang tak dapat dibedakan antara aparat negara.

Dafah tersenyum saja. Yang lain pun ikut-ikutan tersenyum.

"Ini, kuncinya!" Daeng Sulham menyerahkan kunci itu kepada Vijay. "Mau saya antar lagi atau kalian aja yang buka?"

"Kami aja yang buka, Daeng," jawab Vijay.

"Iyalah kalau begitu, soalnya Kiki menangis di dalam. Mungkin ibunya lagi sibuk memasak."

"Iya, Daeng. Eanggak apa-apa," ujar Dafah sambil memulai langkahnya ke rumah kontrakan itu. Aditya, Vijay dan Bima pun mengikut di belakangnya.

Senyum hangat terurai dari raut wajah Vijay, ia mengeluarkan anak kunci itu. Ia bersiap-siap untuk membuka pintu.

"Baca basmalah, dulu!" kata Dafah kemudian tersenyum.

"Iya, ucapkan dua kalimat syahadat juga!" sambung Bima pula lalu tertawa pelan.

Aditya juga ikut tertawa kecil. "Sekalian baca al-fatihah kalau gitu!"

"Oh yah, kalian bener, loh!" jelas Vijay. "Kalua begitu mari kita melakukannya bersama-sama." Vijay lantas tersenyum.

Mereka termangu dan saling memandangi beberapa saat.

"Baiklah, ayo kita mulai!" kata Aditya. Keempat-empatnya menundukkan kepala. Mereka lalu melafalkan basmalah, dilanjutkan dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, dan terakhir surat al-fatihah. Meskipun masing-masing dalam hati, tetapi mereka melakukannya secara bersamaan. "Selesai." kata Aditya kemudian. Terbit senyum haru di wajah masing-masing.

* * *

Ketika matahari sempurna terbenam. Rumah kontrakan telah dibersihkan. Mereka kembali berboncengan pulang. Dafah, sama Aditya langsung ke rumah tantenya Aditya. Sedangkan Vijay bersama Bima juga ke rumah tantenya Vijay.

Dengan bantuan dari Dafah, acara berkemas itu pun jadi singkat. Sejauh mata meneliti, barang-barang Aditya tak ada lagi yang tinggal biar satu pun.

"Sudah masuk semua, Dit?" tanya Dafah sambil mengangkat ransel yang terisi penuh ke teras.

"Iya, kayaknya tidak ada lagi." Aditya kembali masuk ke kamar untuk memeriksa kembali.

Terdengar suara motor metik berhenti di depan. "Adit!?" panggil Rahmi–tantenya Aditya–dari luar. "Loh, temannya Adit?" Tentu saja Rahmi dapat mengenali baju dines abu-abu yang dikenakan Dafah. Ia juga salah satu anak perawat yang mengagumi anak-anak pelayaran.

"Iya," jawab Dafah lalu tersenyum.

"Loh, kok ada tas...? Adit! Kau mau pindah malam ini?"

"Iya!" balas Aditya dari dalam kamar.

"Adit..." Rahmi tiba-tiba memurung. Namun, sesaat kemudian ia kembali tersenyum. "Ya udah, aku bantu bawain aja. Biar aku tau tempatnya." Rahmi lalu tersenyum.

Sepanjang perjalanan, Rahmi terus membuntuti motor Dafah. Dari jalan beraspal berganti jalan bebatuan, Rahmi masih saja mengekor. Tak lama kemudian Dafah membelokkan motornya di depan rumah kontrakan.

"Dit, ini rumhnya?"

"Iya."

Rahmi meninjau ke sekeliling kontrakan. "Nyaman udaranya, Dit."

Aditya hanya membalas dengan senyum. Ia kemudian mengangkat tasnnya ke teras. "Fah, Vijay belum datang. Kan dia yang bawa kunci."

Dafah hanya tersenyum ringan. "Tunggu aja, dulu."

Sekitar lima belas menit berlalu datanglah Vijay bersama Bima. Terlihat sesat Bima dengan tas yang setinggi kepalanya ia pangku.

"Sudah lama, Dit?" tanya Bima.

"Yah, lumayan. Eh, kenalin. Rahmi, tanteku."

Rahmi langsung mengulurkan tangannya. "Rahmi. Tunggu biar aku tebak. Kau pasti yang dibilang Vijay, kan?"

"Bukanlah!" Bima tergelak. "Namaku Bima. Ini baru Vijay," lanjutnya sambil menunjuk Vijay di sampingnya.

Vijay tertawa pelan lalu menyorongkan tangan. "Iya aku Vijay."

Rahmi membalas jabatan tangan itu seraya berkata, "Maaf tadi aku salah orang." Rahmi kembali tergelak. "Ya udah ayo kita masuk ke rumah kalian."

"Oke!" jawab Vijay sambil mengeluarkan serentet kunci dari dalam saku celananya.

Vijay kembali mengucapkan salam dengan suara lantang sambil membuka lebar-lebar daun pintu itu. Sedangkan yang lain menjawab salam tersebut dengan seksama.

* * *

The Story of SailorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang