"Adit, aku pamit, ya!" kata Nairah sambil menjabat tangan Aditya.
Sedangkan Dafah menepuk pundak Aditya sambil berucap, "Semoga urusan di Makassar cepat selesai."
"Iya, makasih!" jawab Aditya. "Ok! Hati-hati di jalan, ya!"
"Iya, Bro! Hati-hati di jalan!" kata Ardi pula lalu menjabat tangan Dafah dan Nairah, sesat sebelum mereka naik ke mobil yang akan mengantarkan mereka ke Bone.
Setelah mobil yang ditumpangi Nairah dan Dafa berlalu, Ardi dan Aditya duduk sejenak di tepi dermaga itu. Mereka sejenak menikmati suasana di pelabuhan Makassar. Angin bertiup kian kemari serta deru ombak yang menerpa pinggiran dermaga, bergemercak. Sesekali ombak yang menggulung kecil menabrak dinding dermaga, dan menggoyangkan kapal itu yang masih saja berdiam di tempat.
"Kak, kita langsung ke kosan atau main ke kota dulu. Sepertinya asik kalau kita main ke Pantai Losari?" kata Ardi lalu tersenyum ke Aditya.
"Kayaknya besok aja deh, Di! Soalnya kakak capek."
"Janganmi pale!" kata Ardi menggunakan bahasa Makassar. "Kalau begitu, ayo kita pulang saja."
"Ayo!" kata Aditya sambil berdiri dan menarik kopernya ke tempat parkir.
Makassar yang tidak pernah redup ketika malam hari, kota itu terlihat begitu hidup. Di pinggiran jalan, meskipun sudah tengah malam, tetapi masih saja banyak anak muda yang berkumpul-kumpul sambil menyanyikan lagu khas Makassar, walau sesekali mereka menyanyikan lagu-lagu yang lagi tenar sekarang ini.
Tidak juga terlalu lama Aditya dan Ardi dalam perjalanan, mereka telah memasuki area perumahan yang tempatnya Ardi berdiam. Iya, kost Ardi bisa dikatakan sedikit lebih mewah jika dibandingkan dengan kontrakan Imang di Jakarta. Bunga-bunga di halaman terlihat terawat, ia tumbuh dengan subur, dan warna chat bangunannya masih dalam keadaan sempurna.
"Ardi, ini kost kamu?" tanya Aditya ketika ia turun dari motor.
"Iya, Kak!" jawab Ardi "Kenapa, Kak? Tidak suka?"
"Ah, bukan itu maksudku."
"Terus," potong Ardi pula.
"Kontrakan ini malah terlihat elegan."
"Ah, Kakak!" balas Ardi lalu tertawa kecil. "Ayo kita masuk, Kak!" kata Ardi lalu mengangkat koper milik Aditya, sedangkan Aditya sendiri mengikuti.
Malam itu, banyak hal yang diceritakan Aditya ke saudaranya, termasuk perjuangannya menyusuri Jakarta sendirian, keindahan jakarta dan sekitarnya, bahkan ia menceritakan pengalamannya saat interview itu.
"Kok bisa yah Kak?" tanya Ardi penasaran, ia heran dengan agency yang tidak berlaku profesional, seperti yang ia harapkan.
"Aku tidak tau juga, Di!" jawab Aditya. "Mungkin semu itu adalah tipu muslihat ibu Helena," Aditya mengada-ngada. Ia teramat kesal dengan ibu Helena, yang telah menjanjikannya pekerjaan tidak jelas itu, "tapi jangan khawatir, karena sebelum kakak pulang kesini kakak sempat memasukkan lamaran di beberapa perusahaan kapal pesiar yang ada di Jakarta, dan salah satu dari perusahaan itu telah memanggil aku untuk interview, dan hasilnya kakak lulus interview."
"Alhamdulillah kalau begitu, Kak!" kata Ardi. "Dan mengenai Ibu Helena! Tidak usah terlalu dipikirkan!" kata Ardi lagi. "Yang penting besok saat kita ke rumah ibu Helena, dia memberikan uang itu sepenuhnya."
* * *
Pagi-pagi sekali, Aditya telah menghubungi Ibu Helena, dan memberitahukan bahwa: ia telah berada di Makassar, dan berencana akan ke rumah ibu Helena, dan Ibu Helena pun memang telah menunggunya, tetapi iya menyuruh Aditya datang ke rumahnya saat jam 7 malam dengan alasan ia masih di kantor.
![](https://img.wattpad.com/cover/82728337-288-k990965.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of Sailor
Художественная прозаSebagian cerita hanya bisa dibaca oleh pengikut saya. Jadi kalau mau baca cerita secara keseluruhan jangan lupa untuk meng-follow saya terlebih dahulu. Dari kecil, Aditya tidak pernah puas akan pendidikannya. Semangat untuk bersekolah selalu dipata...