BAB 5

13.7K 1K 165
                                    

Cowok ini sedang berada di taman belakang sekolah yang begitu menyejukan, dengan sebuah pohon menjadi sandarannya. Matanya terpejam dan kedua tangan menjadi bantalan lehernya sendiri. Merasakan semilir angin menerpa, angin itu masih setia menyejukan dirinya menenangkan jiwa yang sedang gundah.

Jam menunjukan 10.30, menandakan jam istirahat yang telah berakhir, namun dia tidak berusaha untuk kembali ke kelas. Dia terlalu asik dengan suasana yang begitu nyaman jarang dia temui di sekolah lamanya, cowok ini terlalu sibuk dengan masalah yang selalu menimpanya bertubi-tubi. Yang dia temui hanyalah dunia malam.

"Biasanya jam segini, gue sama temen yang lain pada kabur bolos sekolah," gumam Adrian membuka bola mata yang berwarna hitam legam itu, menatap awan yang bergerak perlahan di langit sana. Setelah sekian lama dia bisa merasakan kembali bagaimana rasanya angin yang menerpa, bukan angin dari knalpot motor. Masih dengan pandangan lurus ke depan dia teringat sesuatu, Kamilla.

"Gue bukan pertama kali ke sini, tapi ini kedua kalinya gue di sini. Bahkan akan jadi setiap hari. Tapi gue belum nemuin cewek polos itu," ucap Adrian dengan membuang napasnya perlahan. Adrian berdiri merapikan penampilannya dan berjalan meninggalkan tempat yang kini menjadi dia menenangkan jiwa.

***

Adrian berjalan menatap gerombolan anak 12 yang sedang mengikuti pelajaran olahraga, saat dia ingin mengalihkan pemandangannya ke arah lain. Adrian dikejutkan oleh sebuah bola basket yang hampir mengenai dirinya. Namun dengan sigap dia menahan bola basket itu, yang kini ada genggaman tangannya.

"Stt... Broh, balikin bolanya," pinta cowok yang tadi tidak sengaja melempar bola ke Adrian.

"Bawa sendiri," jawab Adrian tanpa memandang lawan bicara, dia masih setia menatap bola yang ada di tangannya.

"Nantangin gue?" tanya cowok itu dengan amarah yang akan memuncak.

"Nggak perlu pake urat man." Adrian melempar bola itu tiba-tiba membuat bola itu memantul tepat di kepala target.

"Shit!" erang cowok itu menahan denyut nyeri dibagian kepalanya.

Pusing datang begitu saja membuat pandangannya buram dan fokusnya hilang. Namun dia mengelengkan kepalanya berkali-kali, hingga pandangan cowok itu menjadi jelas. Pertama kali yang dia lihat di sana seorang cowok dengan gaya anak brandalan, kedua tangan di masukan ke dalam saku celana. Dia seperti mengenali cowok itu, bahkan dia kenal. Dia mengerjabkan matanya beberapa kali.

"Ngapain lo ada di sini setan!"

"Mencari ilmu," jawab Adrian dengan tampang polos namun terkesan dingin.

"Gue tanya lo ngapain ada di sekolahan gue? Ngajak ribut?!"

"Sayangnya sekolah lo, juga udah milik gue," jawab Adrian datar menatap cowok yang dianggapnya musuh oleh dirinya, Jaki.

"Maksud lo apa?" Jaki dengan tangan yang mengepal dan terlihat uratnya yang menegang di dahi serta lehernya.

"Kalo orang yang punya otak, pasti dia udah paham," ucap Adrian meninggalkan Jaki yang terdiam tak berkutik sama sekali.

Kini dirinya berjalan melewati lorong yang begitu sunyi yang hanya terdengar suara gaduh di lapangan sekolah. Saat sampai di depan kelas Adrian tidak berniat mengetuk pintu, dia langsung masuk ke dalam kelas tanpa mengucapkan salam. Terlihat kelas begitu hening semua anak-anak asik dengan tugas yang diberikan.

"Dari mana kamu?" tanya Pak Agus santai namun membuat jantung mereka berdebar. Berbeda dengan Adrian dia hanya diam, tanpa ada rasa takut yang dia tunjukan. Mimik muka cowok ini terlalu santai.

"Kesasar," jawab Adrian dengan berjalan ke bangku tempat dia duduk di pojok sana. Sedangkan ruangan yang hening dan hampa ini tiba -tiba pecah dengan tawa mereka yang menggelegar.

***

Bel sekolah berbunyi nyaring. Semua siswa-siswi berhamburan keluar kelas ada yang masih betah di sekolah, namun Adrian dia langsung pergi ke parkiran yang mulai sepi hanya ada beberapa siswa di sana.

"Hai anak baru," sapa segerombolan cowok saat Adrian hendak menaiki motornya. Adrian menghembuskan nafas jengah, dan berbalik badan menatap segerombolan itu yang menurut dirinya mereka adalah kumpulan bocah bau kencur.

"Udah berani tampil sendiri di hadapan kita?" Jaki terseyum sinis pada Adrian yang hanya diam menatap cowok di hadapannya.

"Seenggaknya gue berani tampil sendiri, dan nggak pernah main keroyokan," ucap Adrian menatap Jaki, "Apa lo pernah liat gue main keroyokan? Gue ngaku pernah ngeroyok lo dengan temen gue, tapi disaat tawuran."

"Banyak bacot lo anjing! Gue tanya sekali lagi apa motif lo pindah sekolah ini." tunjuk Jaki namun Adrian tepis tangan itu dari hadapan mukanya.

"Itu hak gue." mata Adrain yang tenang kini bola mata itu berkobar penuh dendam. Tatapannya menusuk saat menatap jaki yang begitu tajam seperti elang, tangannya mengepal.

"Gue paling nggak suka cari masalah, tapi kalau ada yang nyari masalah sama gue. Maaf gue harus ladenin lo."

Jaki tidak bisa menahan emosinya yang sudah dia tahan kini dia luapkan. Bogeman itu mengenai wajah tampan Adrian membuat sudut bibirnya berdarah, Adrian hanya tersenyum dengan memegang luka yang baru dia dapat dari Jaki.

"Kalau lo bukan banci maju satu-satu." Dan kata itu bagaikan mantra untuk Jaki dan gerombolannya satu persatu mereka melawan Adrian. Bogeman itu mereka layangkan bertubi pada Adrian, namun dengan sigap Adrian menangkis pukulan itu. Irfan dan Noval akhirnya kalah dan keduanya pun terjatuh saat kepalan tangan Adrian mengenai wajah keduanya.

"Mati lo, anjing!"

Jaki melayangkan pukulan pada perut Adrian membuatnya terbatuk memegangi perutnya. Jaki mendekati Adrian dengan senyum kemenangan, sementara Adrian kini mulai tumbang dan disaat seperti ini. Keadaan berpihak pada Adrian saat ada satpam sekolah, Pak rahmat dan Asep datang.

"HEY KAMU HENTIKAN, INI BUKAN TEMPAT BERKELAHI, DAN KAMU SEKARANG PERGI. SEMUANYA BUBAR!!!" teriak Pak Rahmat mengelegar. Noval, Irfan, dan Jaki pergi meninggalkan Adrian yang sedang merintih kesakitan dan untungnya ada Asep teman dekatnya sebelum dia berada di sini.

"Mau gue anter ke UKS? Masih buka tuh, penjaganya juga belom pulang." Asep memapah Adrian sedang menahan sakit yang mendera perutnya.

"Udah ngak usah gue mau pulang, besok juga sembuh." melepaskan rangkulan Asep dan berjalan dengan tertatih.

"Kamu ngak papa, mau dianter ke UKS?" tanya Pak rahmat.

"Nggak usah mang, sebelumnya makasih udah nolongin saya tadi."

"Udah tugas saya itu mah, kalo gitu saya permisi dulu," kata Pak Rahmat berlalu pergi.

"Mau kemana lo?" tanya Asep saat Adrian hendak pergi.

Adrian merasa Asep mengikutinya langsung berbalik ke belakang menatapnya datar.

"Gue mau pulang," ucap Adrian dan berbalik menaiki motor KLX bewarna hijau itu.

Asep hanya diam, dia menyerah jika sudah berhadapan dengan sikap keras kepala Adrian yang menurutnya susah untuk diluluhkan, "Lo belum sembuh."

Adrian memakai helm dan menatap Asep mencoba untuk meyakinkan dia. "Lo tahukan gue sering ribut? Udah biasa lah luka kaya gini mah."

Saat itu dia berlalu meninggalkan Asep yang akan berbicara, dia sudah tahu apa tujuan Asep dia ingin mengajaknya ke UKS. Jujur saja Adrian belum pernah masuk UKS, namun saat dia mengenal 'cewek' itu malah dirinya yang ingin diantar ke UKS, dia berhasil mengubah Adrian namun belum mampu membuat Adrian mencair.

With You AdrianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang