BAB 30

8.2K 363 10
                                    

"Kenapa lo senyum-senyum? Awas kerasukan Jurig." Zulian mentap Kamilla yang menatap sinis padanya tanpa peduli akan pertanyaan yang Zulian berikan, "Bodo amat! Sirik aja hidup lo!"

Zulian hanya mencibir dan melanjutkan makan-makannya. Suasana kembali hening hanya terdengar dentingan sendok dan garpu yang bersentuhan dengan piring kaca. Mereka asik memakan makanan yang ada di hadapan mereka.

"Kamilla, tadi kamu abis ngapain di Panti?" tanya Wijaya dengan menyuapi makanan ke dalam mulutnya. Kamilla yang ditanya oleh Ayahnya, dia menghentikan aktivitas sejenak. "Kamilla udah ketemu sama Adrian."

Wijaya yang mendengar nama Adrian yang sudah lama tidak dia dengar dan lihat kembali, muncul dalam perkataan putrinya. "Adrian? Panti? Ternyata Adrian ada di sana. Tapi, untuk apa?" tanya Wijaya memastikan keadaan Adrian pada Kamilla. Apa hubungannya Adrian dan Panti?

"Lagi apa Adrian?" tanya Dini pada Kamilla. Membuat Kamilla menarik napas jengah. Kedua orang tuanya ini selalu saja ingin tahu apa yang dialami anaknya. Dari pada Kamilla terus disuguhi pertanyaan seperti ini, lebih baik dia menceritakan masalah yang Adrian hadapi. Semoga saat dia menceritakan masalah Adrian, ada jalan keluar untuk Adrian menghadapi semua ini.

Kamilla mengambil segelas air dan meneguknya habis. Terus dia tarik napasnya dalam-dalam, hal itu tidak luput dari penglihatan ketiga manusia ini. "Oke, dari pada nanya terus. Medingan Kamilla cerita aja dari A sampai Z, tentang Adrian." Kamilla menatap mereka satu persatu.

"Kalau gitu ceritain masalah cowok lo," kata Zulian meledek. Tapi Kamilla hanya diam menggangguk. Hal yang membuat Zulian heran, biasanya dia akan marah dan menepis tuduhan Zulian yang selalu tidak bermutu.

Cerita itu mulai mengalir dari Kamilla dimana dia tahu kehidupan Adrian, pertama bertemu dan semua tentang Adrian Kamilla ceritakan, termasuk keluarganya. Ketiga orang yang mendengar cerita Kamilla sempat tidak percaya. Kehidupan Adrian begitu menyakitkan. Bahkan Dini sampai meneteskan air matanya, dia iba terhadap Adrian. Wijaya dan Zulian hanya diam saja tanpa berkata, tetapi perasaan mereka ikut tercubit.

"Tuhan, kasihan Adrian. Anak remaja seusianya harus mengalami hal yang seberat itu," kata Dini menghapus sisa air mata di wajahnya, "Kamilla kasihan dia. Harus tinggal di Panti, ajak saja Adrian tinggal di sini."

Perkataan Dini membuat Kamilla menoleh terhadapnya dan tersenyum penuh arti, "Adrian boleh tinggal di sini, Bunda?" tanya Kamilla menatap Dini dengan berbinar. Wijaya mengusap kepala putrinya penuh kasih sayang. "Boleh, Bunda dan Ayah tidak keberatan."

"Gue juga nggak keberatan, justru ada temen gadang di sini." Zulian juga menyetujui keinginan Kamilla pastinya, yang ingin Adrian tinggal bersamanya sementara.

Kamilla tersenyum bahagia kepada mereka bertiga. Dia sangat beruntung sekali mempunyai keluarga yang begitu pengertian pada dirinya. "Makasih, Kamilla sayang kalian."

***

Dia meraih benda yang tergelak di rerumputan hijau. Adrian mencoba menelpon seseorang di sana yang kini sedang dia rindukan, padahal dia baru bertemu dengannya tadi siang.

[Halo, Adrian. Ada apa?] tanya penelpon itu saat Adrian menghubunginya.

Adrian hanya diam tidak mampu berbuat apa-apa. Entah tangannya seperti diprogram untuk menelpon seseorang di sebrang sana. Mungkin ini yang dinamakan rindu, akan melakukan apapun di luar dugaan.

"Lagi apa?" tanya Adrian berhati-hati dengan bangkit dari posisi tidurnya yang terlentang menjadi duduk.

[Lagi nelpon lo, lo lagi apa?] tanya dia dengan enteng. Membuat Adrian sedikit kesal dengan jawaban dia. Kok jadi nyebelin? Mungkin efek selalu bersamanya. Jadi ikutan nyebelin, jangan sampai dia ikut dingin seperti Adrian.

With You AdrianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang