13 February 2016
09.00 amNiat gua hari ini adalah metik bunga mawar yang ada di halaman belakang rumah gua. Gua pengen susun bunga mawarnya jadi satu, jadi sebuket. Beruntung banget bunga mawar di rumah gua lagi bagus-bagusnya, lagi banyak-banyaknya. Gua udah ada niat ini dari kemaren, tapi gua lupa. Setelah gua bikin sebuket bunga mawar, gua bakal selipin sepucuk surat, asik banget ya gua? Suratnya begini:
I love ur smile, Diandra.
Eh alay ya? Yaudalah ya, dia enggak tau kalo bunga mawar nya dari gua. Gua akhirnya mengumpulkan semangat empat lima untuk bangun dari tempat tidur dan berjalan menuju halaman belakang rumah gua.
"Tumben kamu enggak nongkrong." Mama yang sedang duduk santai menegur gua.
"Males." Jawab gua singkat, padat, jelas.
"Nih, mau enggak? Mama barusan bikin kentang sama brokoli rebus terus mama campur krim keju,"
Wah tumben nyokap gua nyerocos gini. Biasanya dia diem aja stress sama idup. Eh ya ampun parah banget gua. Tapi emang kenyataannya begitu.
"Yakin nih mama yang bikin? Bukan bibi?"
"Biba bibi, mama lah," gua tertawa mendengar kata-kata mama. Enak juga nih kayaknya. Gua mengambil piring kecil dan menaruh kentang rebus dan juga brokoli nya.
"Mah, taman belakang bunga mawarnya masih banyak kan?"
Mama tampak berpikir lama. Kemudian mengangguk-anggukkan kepala nya.
"Buat siapa tuh emangnya?"
"Ehm..ada lah ehe," Gua lebih baik langsung kabur ke taman belakang daripada harus menjawab pertanyaan nyokap. Gua paling males ngomongin masalah cewek ke orang tua gua.
Do you know what's worth fighting for
When it's not worth dying for?
Does it take your breath away
And you feel yourself suffocating
Does the pain weigh out the pride?
And you look for a place to hide
Did someone break your heart inside
You're in ruinsOne, 21 Guns
Lay down your arms
Give up the fight
One, 21 GunsRingtone gua ganti lagi ehuhehuehe. Biasanya gua dengerin ringtone nya sampe selesai, tapi kali ini enggak. Enggak penting ya? Maapin ya?
"Halo? Kenapa, Ge?"
"Lagi sibuk ga?"
"Enggak, lu mau ngajakkin gua satur-date ya?" Gua menjawab Gerald dengan asal.
"Najis. Iya deng, ke kuburan."
"Lu mau ngapain, kocak?"
"Lu lupa? Hari ini kan udah empat puluh hari meninggal nya Anna."
"Anna.. Anna.. Oh iya astaga! Deva udah jalan?"
Anna? Siapa Anna? Anna gebetan nya Deva. Lebih tepatnya 'dulu' Anna gebetannya Deva. Lebih tepatnya sih hubungan mereka kayak semacam hts. Hubungan tanpa status. He was never hers and she was never his. Gua ikut sedih waktu denger berita duka nya Anna dari Deva. Terlebih lagi, Deva baru mengetahui berita duka itu setelah tujuh hari kepergian Anna. Gua dan Gerald sebagai sahabat Deva dari smp langsung kaget bukan main. Kita berdua, gua dan Gerald enggak satu sma dengan Deva tapi itu semua enggak menghalangi persahabat kami, dan walaupun Gerald kakak kelas, perbedaan tingkat kelas ga menghalangi persahabatan kami juga. Gila, kata-kata gua. Kayaknya yang barusan ngomong bukan Aldi. Oh ya, pertama kali gua melihat bokap selingkuh, disitu ada Deva. Deva yang membantu gua buat nge-foto bokap dan selingkuhannya untuk bukti ke nyokap gua. Aldo juga melihat bokap waktu itu, saat gua lagi sibuk-sibuknya nge-foto, tiba-tiba Aldo dateng ke arah bokap dan meninju pipi bokap, untung ga terlalu parah. Miris kalo kenangan itu diinget lagi.
"Langsung ketemuan di kuburan nya aja ya?"
"Siap, bos."
Telefon ditutup. Gua juga udah selesai memetik bunga-bunga mawar. Gua meletakkan hasil petikan semua bunga mawar itu di keranjang cokelat yang gua pinjam dari nyokap. Bagus, sekarang gua terlihat seperti litte red riding hood yang otw ke rumah neneknya di hutan.
"Mah, mawarnya jangan di buang ya. Aldi mau ketemuan sama Gerald dan Deva," gua dengan cepat mengambil kunci mobil.
"Iya hati-hati." Mama enggak mengalihkan pandangannya dari televisi. Ya bodo amat dah.
Kalo lagi sendirian gini, biasanya gua sering bengong. Sering nge-replay kenangan masa lalu waktu bokap masih ada disini. Waktu bokap belum berubah jadi stress. Dulu, bokap sering ngajak gua dan Aldo ke taman. Nah di taman itu ada danau, biasanya kalau sore, angsa-angsa di danau itu dateng, muter-muter di danau. Gua sama Aldo dulu suka banget ngeliatin angsa-angsa nya. Kalau udah malem, biasanya gua, Aldo, bokap, dan nyokap nonton film. We used to called it movie night. Ohya, kita melakukan movie night itu setiap malem sabtu, itu hari Jumat and of course malem minggu, itu hari Sabtu. Dua malem itu kita berempat nonton film. Udah lama gua enggak ngerasa kehangatan keluarga kayak gitu. Bokap stress karena perusahaannya bangkrut. Nyokap? Perusahaan nyokap lagi 'gede-gede' nya dan bokap cuma bisa iri ngeliat kesuksesan nyokap. Nyokap gua akhirnya berhenti kerja supaya bokap enggak marah-marah terus. Alhasil, bokap gua pengangguran dan main wanita. Akhirnya gua cerai. Eh bokap nyokap gua cerai maksudnya. Gua sama Aldo pisah dan jarang banget berkabar. Tapi, sebentar lagi Aldo bakal pindah ke Jakarta dan gua bersyukur banget sebenernya Aldo mau pindah lagi ke Jakarta karena artinya gua punya kesempatan buat ngerasain kehangatan keluarga kayak dulu lagi, walaupun enggak ada bokap.
Finally, gua nyampe di tempat pemakaman umum, dimana Anna dikuburkan. Disana udah ada Deva, Gerald, dan Brian. Oh ada Vio juga. Vio sahabat Anna dulu waktu Anna masih ada disini.
"Dev," gua memeluk Deva menandakan turut bersedih. Deva membalas pelukan gua.
"Makasih ya kalian semua udah sempetin waktu buat dateng," Deva tersenyum berterima kasih. Gua enggak yakin si Deva udah ikhlas dengan kepergian Anna. Keliatan dari mata nya. Kami semua duduk di dekat kuburan Anna dan berdoa untuk nya.
"Deva masih lama?" Gua melihat dari kejauhan. Tampak Deva masih berbicara pada Anna. Pada nisan dan tanah tempat Anna dikuburkan lebih tepatnya.
"Iya, gua rasa." Gerald melipat tangan nya di dada. Brian dan Vio pamit duluan. Keduanya pergi ke rumah Anna untuk membantu ibunya Anna menyiapkan acara empat puluh hari nya Anna.
"Nyokap nya Anna udah kesini?"
"Udah tadi pagi jam tujuh." Gerald melepas kacamata hitamnya. Deva berjalan menuju ke arah kami berdua.
"Gua cabut ya ke rumah Anna."
"Iya, Dev. Ati-ati lu,"
Deva tersenyum sambil berjalan masuk ke dalam mobilnya. Kami berdua memperhatikan mobil Deva yang berjalan pergi meninggalkan tempat pemakaman umum.
"Acara pentas seni besar-besaran lu tanggal berapa?"
"Masih bulan Maret. Sembilan belas Maret seinget gua."
"Oalah, ribet amat pentas seni segala di hotel."
"Iya, kan elite. Namanya juga kusbang."
"Lah iya ya, bener juga."
Emang bener, bukan kusbang namanya kalo mengadakan acara enggak di hotel. Berlebihan banget si.
"Bu Dewi udah nyuruh gua latihan nyanyi beberapa lagu sama adek lu,"
"DEMI APA?!?!? Wah sat, kok gua baru tau?!"
"Ya lu kemana aja. Et diem apa, ini di kuburan kalo ada pocong elu yang tanggung jawab ya,"
"Masih pagi, Di. Kocak lu. Tunggu dah, demi apa? Kok bisa? Wah lu. Seneng ya lu seneng?"
"Dih kaga...." lah iya bang gua seneng banget bisa duet sama Diandra. Gua menghelas nafas sebelum melanjutkan kata-kata.
"Diandra marah-marah terus kalo ngomong sama gua."
Gerald cuma ketawa waktu gua bilang kayak gitu. Dan dia menggeleng-gelengkan kepala nya.
"Namanya juga Diandra. Bukan Diandra namanya kalau enggak galak sama cowok."
![](https://img.wattpad.com/cover/85342118-288-k613566.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
aldiandra
Teen FictionAldiriyan Ahmad Santoso bertemu Diandra Alfajar. Kedua nya jatuh ke dalam lubang yang biasa kita kenal dengan cinta. Namun, apa jadinya jika salah satu diantara mereka ada yang mengelak akan datangnya perasaan itu?