20 March 2016
20.00 pmTadi sore gua mendapatkan kabar yang benar-benar membuat jantung gue hampir melarikan diri dari dalam tubuh gua. Mereka berdua, sahabat gua dan Diandra bakal pindah rumah. Mending kalau pindahnya pindah kota doang, ini pindah negara. Iya, pindah ke Australia tepatnya di Melbourne karena nyokap mereka pindah tempat kerja nya. Daritadi sejak gua sampai di Starbucks, gua berusaha untuk enggak bersikap ramah dengan Diandra. Gua tau dia benar-benar enggak bakal mau deket sama gua lagi atau ngobrol sama gua lagi. Kesempatan gua buat ngedapetin Diandra turun drastis jadi nol cuma karena gua mempunyai hubungan sebagai saudara kembar dari Aldo, mantan brengseknya Diandra.
Barusan tadi saat gua ada di Starbucks, salah satu suster dari Rumah Sakit Permata menelfon gua, sepertinya sih suster karena suara nya suara ibu-ibu, dia memberikan kabar bahwa Aldo dilarikan di rumah sakit karena ditemukan terkapar di jalan oleh warga, Aldo mengaku bahwa dia terjatuh karena korban tabrak lari dan dia tidak mengetahui siapa penabraknya. Padahal yang membuat dia babak belur seperti itu gua, tapi dia enggak bilang apa-apa. Mungkin Aldo memberitahu suster nomor telefon gua, saudara kembarnya. Sebelum ke rumah sakit, gua harus menjemput nyokap dulu dan memberi kabar ini.
"Ma?" Gua masuk ke dalam rumah dan menemukan nyokap sedang memasak kue. Selain bekerja di kantornya, nyokap gue juga membuka usaha toko kue online. Beliau membuat berbagai macam kue untuk dijual di website toko kue nya. Gua bersyukur sih, pembeli dari kue-kue nyokap gua lumayan banyak.
"Aldi cobain oreo cheescake mama, dong!" Belum sempat gua membuka mulut nyokap udah memasukkan sesendok potongan lembut oreo cheesecake buatannya. Hm, enak banget.
"Waah, enak ma." Mata gua langsung berbinar begitu memakan kue buatan nya.
"Oh iya ma, Aldo kecelekaan mobil." Gua langsung to the point aja.
"Ya Allah! Astaghfirullahaldzim! Terus sekarang dia gimana?"
"Dia di Rumah Sakit Permata, ma."
"Yaudah ayuk Aldi! Kita harus kesana sekarang! Kok kamu santai banget sih ngomongnya!" Protes nyokap sambil buru-buru melepas celemek yang menggantung di lehernya.
"Ya ngapain sih ma? Aldo enggak butuh kita, dia kan brengsek ke mama,"
"Aldi, enggak boleh gitu, bagaimanapun juga dia saudara kembar kamu dan darah daging mama sendiri kan," ujar nyokap lembut.
"Aah iya iya, terserah dah," gua memutar bola mata sambil berjalan menuju mobil. Gua memutuskan untuk memunggu nyokap bersiap-siap di dalam mobil.
Setelah sepuluh menit menunggu, akhirnya nyokap datang dan langsung masuk ke dalam mobil.
"Ya Allah mama kasihan sama Aldo," ujar mama sambil mengelus-elus dada nya, menatap ke arah luar jendela mobil.
"Ngapain orang kayak dia kita kasihanin?" Gua memutar setir mobil ke arah kanan melewati jalan sempit, enggak tahu kenapa gua lebih suka lewat jalan tikus ketimbang jalan raya biasa karena, Jakarta kapan sih enggak macet?
"Aldi! Kamu nih! Aldo kan saudara kembar kamu, ya kasihan dong kita,"
"Enggak, biasa aja."
Omongan gua barusan dibalas nyokap dengan tatapan mata yang tajam setajam burung elang kalau ketemu mangsanya.
Akhirnya, gua dan nyokap sampai di Rumah Sakit Permata. Setelah memarkirkan mobil di parkiran, gua dan nyokap berjalan cepat menuju meja informasi untuk menanyakan kamar rawat Aldo. Sebenarnya sih nyokap doang yang jalan cepet gua sih dilambatin jalannya.
"Mbak, kamar rawat atas nama pasien Aldofalah Ahmad Santoso dimana ya?"
"Ooh yang korban tabrak lari ya bu? Ibu orang tua dari Aldo?"
"Iya, mbak."
"Kamar rawatnya ada di Ruang Anggrek Nomor 30 ya lantai 3, bu."
"Terima kasih, mbak."
Gua dan nyokap segera menaiki lift menuju lantai tiga. Sesampainya di lantai tiga, kami berdua langsung mencari-cari kamar rawat Aldo dan akhirnya ketemu juga.
"Aldo? Sayang?" Nyokap segera menghampiri ranjang Aldo. Wah gila, wajah Aldo bener-bener babak belur dan...hah? Jahitan di perutnya? Eh gila, gua nendang Aldo sampai dia harus memerlukan jahitan kayak gitu?
"M..ma, maafin Aldo udah bersikap kurang ajar ke mama, ma...." Aldo mengucapkan beberapa kata permohonan maaf ke nyokap dengan susah payah karena mulutnya terluka. Astaga, gua enggak nyangka pukulan-pukulan gua mengakibatkan Aldo seperti ini. Ini parah banget, asli. Gua enggak nyangka gua sekuat itu karena seinget gua pukulan gua yang gua kasih ke Aldo itu belum seberapa.
"Ssst..udah nak udah, lupakan semuanya ya. Yang penting, kamu sehat dan masih bisa bernafas." Ujar nyokap kemudian memeluk Aldo. Aldo juga membalas pelukan nyokap dengan mata tertutup, mungkin dia merasa sangat bersalah dan benar-benar menyesal sehingga sampai meresapi pelukan itu. Kemudian mata Aldo terbuka dan dia baru menyadari kehadiran gua disitu.
"Ma, Aldi boleh bicara bentar enggak sama Aldo? Sebentar aja, please.." Gua memohon kepada nyokap.
"Berdua doang?"
Gua menganggukkan kepala.
"Iya, boleh. Mama tunggu di luar ya, ooh atau mama beli makan aja buat kalian ya?"
"Oh iya iya boleh, ma Aldi laper banget ma," gua mendorong nyokap pelan keluar kamar rawat.
"Yaudah mama beli piscok aja ya,"
"Ma, mana ada piscok jam delapan lewat gini dan mama kan enggak boleh makan cokelat banyak-banyak! Inget, cuma ada satu ma, satu!" Ujar gua sambil mengerutkan kening.
"Oh iya yaampun mama lupa, Di. Yaudah mama beliin buat kalian aja deh mama enggak usah, mama nyebrang ke richesse factory situ aja deh ya tadi kayaknya ada."
"Mau naik mobil Aldi?"
"Hm boleh deh,"
Gua memberikan kunci mobil gua dan nyokap langsung berjalan keluar kamar rawat. Gua berjalan menuju ranjang tempat Aldo tiduran.
"Di, gua harus ngomong sesuatu sama lu."
"Lu mau ngomong apa?"
"Diandra.."
"Do, Diandra tuh benci sama lu dan sekarang dia benci sama gua, udahlah dia udah benci sama kita berdua,"
"Tapi gua enggak benci sama dia dan gua sayang banget sama dia,"
"Kalau lu sayang kenapa lu bener-bener menyia-nyiakan dia?!"
"Karena dia punya gangguan!"
***
"Halo? Ren?"
"Aduh, Di malem-malem gini ngapain nelfon gua sih?" Yang di minta bantuan malah ngomel.
"Ehm gua boleh minta tolong enggak sama lu?"
"Minta tolong apa? Jodohin lu ke Diandra? There's no way, Di. Dia udah...."
"Bukan bukan, lu sahabatan sama Diandra udah lama kan?"
"Iya, emang kenapa?"
"Dulu waktu dia masih di Bandung lu sering main enggak sama dia?"
"Seringlah, gue hampir setiap saat ke rumah nya terus-terusan."
"Oke, lu mau bantuin gua enggak?"
"Apa dulu nih?"
"Hari Sabtu minggu depan ikut gua ke Bandung, anterin gua ke rumah Diandra. Enggak ada kata buat nolak."
KAMU SEDANG MEMBACA
aldiandra
Teen FictionAldiriyan Ahmad Santoso bertemu Diandra Alfajar. Kedua nya jatuh ke dalam lubang yang biasa kita kenal dengan cinta. Namun, apa jadinya jika salah satu diantara mereka ada yang mengelak akan datangnya perasaan itu?