28 March 2016
18.00 pmAldi keluar dari dalam mobil hitam itu dan melambaikan tangannya ke arah Karen dan Bastian yang melaju pulang ke apartemen Karen. Aldi berjalan masuk ke dalam Rumah Sakit Permata dan segera berjalan cepat menuju kamar rawat Aldo.
"Aldo?"
Wajah Aldo muncul dari balik pintu kamar mandi. "Eh, Di. Oh iya, gua besok udah dibolehin pulang dan gua memilih balik bareng sama kalian lagi, sama lu dan mama." Aldi tersenyum lebar mendengar berita gembira dari Aldo. Tanpa berbasa-basa Aldi memeluk Aldo sangat erat. Rasa penyesalan yang besar sangat menghantui diri Aldi. Aldo tersenyum tulus dan membalas pelukan saudara nya itu.
"Do, maafin gua ya udah bikin lu jadi babak belur gini, sampai di jahit gini,"
"Ehm Di, iya gua maafin tapi ini babak belur parah bukan salah lu, ya sebagian emang salah lu tapi sebagian lagi salah orang yang nabrak gua."
"Hah? Jadi lu beneran korban tabrak lari? Bukan mengada-ada?" Aldi terkejut mendengar omongan Aldo.
"Heheh iya, Di. Habis berantem sama lu gua naik mobil terus enggak konsen eh ada mobil lewat yaudah gua ketabrak terus orangnya lari." Aldi terkekeh mengingat peristiwa yang ia alami.
"Yah Allah gua kira lu bohongin dokternya kalau lu korban tabrak lari," Aldo tersenyum sambil menggeleng-geleng kan kepalanya.
"By the way about your car.." Aldo menggaruk-garuk kepala nya yang tidak gatal. Ya, akibat perbuatan Aldo yang menabrak Aldi, mobil Aldi hancur di bagian depannya.
"Ehm, gua udah nyoba benerin sendiri karena males bawa ke bengkel ya hasilnya lumayan, tapi nanti mau gua bawa ke bengkel aja, santai aja bro." Aldi menepuk pundak Aldo kemudian membantu laki-laki itu kembali ke ranjangnya. Aldi membantu Aldo membawa infus nya kemudian Aldo kembali dalam posisi tidur di ranjangnya.
"Diandra gimana?" Tanya Aldo tiba-tiba.
"Do, ternyata selama ini lu benar. Diandra sewaktu pacaran sama lu kejiwaannya terganggu. Gua enggak nyangka, Do."
"Lu udah tau semuanya darimana?"
"Tadi pagi gua, Karen sahabatnya Diandra, dan Bastian pacarnya Karen pergi ke Bandung buat ketemu sama papanya Diandra, Pak Gibran dan beliau menceritakan semuanya ke kita bertiga. Tapi dia bilang sekarang Diandra udah sembuh dari penyakitnya itu tapi dia masih terbayang-bayang 'kenangan buruk' waktu bersama lu, Do." Ujar Aldi sambil menggerakkan tangannya membentuk tanda kutip dua pada kalimat 'kenangan buruk'.
"Gua lega putus sama dia karena gua takut dibunuh, Di. Lu tau kan orang kejiwaan itu gimana? Tapi di sisi lain, gua masih sayang banget sama dia." Ujar Aldo sambil menghela nafasnya.
"Tapi," Aldo menepuk pundak Aldi pelan. "Kalau lu sayang bahkan cinta sama dia, kejar dia, gua udah bisa ikhlas ngerelain Diandra buat lu, bro." Ujar Aldo menepuk-nepuk bahu Aldi yang menengok ke arah nya dengan senyum terukir di bibirnya.
"Wow, tersentuh gua dengernya, asli enggak boong." Aldi pura-pura menyeka air mata nya kemudian tertawa ke arah Aldo.
"Do, Diandra udah benci sama gua, dia benci sama kita semua, kecuali nyokap kita."
"Nyokap ngapain kita bawa ke urusan begini, dasar kocak."
"Dan Diandra sebentar lagi mau pindah ke Australia."
"Hah? Ngapain?"
"Nyokapnya dipindahkan tempat kerjanya disana jadi ya, gitu." Ujar Aldi memelankan suaranya. Jujur saja, seberapapun dirinya mencoba untuk bersikap bodo amat saat mendengar berita itu dia tidak bisa. Bagi Aldi, Diandra merupakan perempuan yang telah mengubah dirinya dan ini pertama kali nya dalam sejarah cinta Aldi, Aldi tidak begonta-ganti perempuan. Aldi tidak bisa membohongi perasaannya, yang dia tahu, dia menyayangi Diandra dan ingin memiliki Diandra. Dia harus mengubah pola pemikiran Diandra secepatnya sebelum semuanya terlambat, sebelum Diandra pergi.
***
"Diandra, kok lu udah siap aja sih? Kita kan masih lama pindahnya, baru mindah-mindahin barang-barang gede doang," Gerald memprotes adik nya yang sudah sangat siap dengan pakaian-pakaiannya di dalam koper."Enggak apa-apa," ujar Diandra singkat.
"Jadi yang lu sisain disini cuma seragam sekolah dan beberapa baju doang?" Gerald menunjuk lemari Diandra yang sudah sepi akan pakaian dengan jempolnya. Diandra menganggukkan kepalanya.
"Udah dong, pasti lu mikirin 'nanti kalau Aldi ketemu cewek lain gimana? Apakah aku berjodoh dengan Aldi?' " Gerald menirukan suara Diandra dengan suara beratnya dan bergaya seperti anak perempuan yang sok lucu.
"Ih apaan sih!" Diandra melempar guling berlapis kain biru ke arah Gerald yang langsung lari meninggalkan dirinya. Diandra melemparkan dirinya ke atas tempat tidur sambil menatap langit-langit kamarnya. Tiba-tiba terbayang wajah Aldi dalam pikirannya padahal Diandra tidak ingin memikirkan laki-laki itu. Tapi, apabila kita ingin lupakan seseorang dan di dalam diri kita hanya ada suara 'ayo lupakan dia' justru sebaliknya, semakin besar suara itu semakin kecil kemungkinan kita melupakan seseorang yang ingin kita lupakan begitu juga dengan Diandra. Semakin dia menolak perasaan yang telah tumbuh di dalam hati nya maka perasaan itu akan tumbuh semakin besar. Diandra dapat merasakan sesak di dada nya dan rasa penuh penyesalan karena telah menjauhkan Aldi dalam kehidupannya. Diandra menutup matanya namun kembali terbuka saat handphone nya berbunyi.
Papa :
Diandra, besok kamu bisa ke Bandung? Papa ingin ketemu sama kamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
aldiandra
Teen FictionAldiriyan Ahmad Santoso bertemu Diandra Alfajar. Kedua nya jatuh ke dalam lubang yang biasa kita kenal dengan cinta. Namun, apa jadinya jika salah satu diantara mereka ada yang mengelak akan datangnya perasaan itu?