{Chapter 21} Hazza's Cupcake

1.1K 133 14
                                    

"Here we go." Louis menghentikan laju mobilnya di sebuah taman. Aku bersorak tidak sabar sehingga nyaris melompat-lompat.

"Jangan seperti itu, Syd. Kau akan melukai dirimu sendiri." Tegur Harry. Aku mengangguk paham.

Keluar dari mobil terlebih dahulu, aku meninggalkan Louis dan Harry pergi. Taman ini cukup indah dan luas.

Ada beberapa bangku taman dibawah pohon yabg sejuk, tak lupa air mancur yang berada tepat di tengah-tengah taman. 

Beberapa anak kecil bermain di sekitar taman, ada pula yang sekedar bersepeda ria disini.

Tak jauh dari tempatku, ada sebuah kedai es krim dan hotdog. 

hanya berjalan sedikit ke kanan, maka aku sudah akan menemukan bahu jalan. Aku yakin, tempat ini bagus untuk kedai kami.

"Sydney?" Harry terlihat dari jauh, aku melambaikan tangan kearahnya pertanda aku melihatnya.

"Berhati-hatilah, Syd. Aku dan Louis akan meninjau tempat ini." Ujarnya ketika dia sudah didekatku. 

"Baiklah, kuharap kau tidak terlalu lama, Hazza."

"Tentu saja, mungkin hanya sepuluh menit atau lebih. Ini, pakai syal milikku. Udara sedikit lebih dingin dari sebelumnya." Harry mengalungkan syal biru jeans-nya di leherku.

"Aku akan kembali." Pesannya sebelum menjauhiku. 

Mereka mulai sibuk dengan urusannya, aku berkeliling taman ini. Berharap dapat menemukan sesuatu yang baru disini. 

Berjalan sedikit dari air mancur, aku menemukan sebuah kolam ikan berukuran sedang. Didalamnya, terdapat banyak ikan hias.

Seorang anak kecil berambut emas menarik perhatianku. Dia berusaha menangkap ikan menggunakan tangannya hingga pria kecil ini tampak kesusahan.

"Kenapa kau ingin menangkapnya?" Aku duduk disampingnya. Dia terkejut dengan keberadaanku, detik selanjutnya dia kembali sibuk menangkap ikan hias.

"Apa kau ingin memilikinya? Bukankah sebaiknya biarkan ikan itu berada disini? ikannya berkumpul dengan keluarganya." 

Pria kecil itu tidak menghiraukanku. Lengan pakaiannya sudah benar-benar basah dan juga sedikit kotor.

Memperhatikan anak kecil ini, tangan mungilnya berusaha meraih ikan yang berukuran jauh lebih besar dari tangannya itu. Aku sedikit khawatir jika ikan-ikan itu akan menggigit lengannya.

"Siapa kau? Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya." Ujarnya tiba-tiba. Aku tersenyum mendengar pertanyaannya.

"Namaku Sydney. Ya, aku memang belum pernah kemari, tapi tidak lama lagi aku akan disini setiap harinya."

"Kau akan pindah kemari?"

"Tidak. Aku akan membuka kedai disini. Bersama saudaraku, Harry."

"Oh." Pria kecil itu menunduk, membersihkan lututnya yang terdapat banyak pasir. "Semoga berhasil, Sydney."

"Terimakasih. Oh ya, siapa namamu? Dimana orang tuamu?"

"Namaku Erdit. Aku tidak memiliki orang tua." Ungkapnya polos. Aku terdiam.

"Tapi aku mempunyai seorang nenek dan kakak perempuan. Namanya Tifanny." 

"Orang tuaku meninggal karena tabrakan. Waktu itu usiaku 8 bulan. Begitulah cerita Nenek." Sambungnya polos. Anak kecil seperti ini bahkan tumbuh tanpa kasih sayang orang tua.

Meregangkan otot, kubiarkan Erdit menatapku dengan tatapan bingung.

"Dimana rumahmu, Sydney?" 

Angel Without WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang