{Chapter 3} Manusia hina

1.8K 220 51
                                    

"Kukira kau masih tidur." Suara Harry memuakkan telinga. Aku mengabaikannya.

"Ini, kubuatkan kau sarapan." Sepiring sandwich kesukaanku telah ia hidangkan. 

Harry hanya diam ketika melihatku tidak beraksi apapun. Ia lebih memilih untuk duduk disampingku. Ditangannya, sudah ada kain basah yang ternyata ia tempelkan pada ujung bibirnya yang nampak membiru dan luka di sekitar pelipisnya. Juga pipi Harry yang nampak membengkak. 

Aku tidak peduli dengan luka-luka bodoh itu diwajahnya. Karena, Harry memang pantas mendapatkan luka-luka itu.

Sesekali Harry mengerang ketika ia menempelkan kain basah itu di lukanya. 

"Bisakah kau diam, Harry? Kau membuatku Muak!" Teriakku tidak suka. Harry hanya diam.

"Kau terus saja mengganggu hari-hariku. Kau merusak semua kehidupanku. Mengapa kau harus terlahir sebagai kakakku?" Keluhku.

Harry hanya menatapku sekilas lalu kembali menundukkan kepalanya.

"aku minta maaf. Aku tak seharusnya menjadi kakakmu. Tapi, aku akan selalu menjagamu sekuat tenagaku."

"Persetan! Apa aku terlihat peduli dengan kata-katamu?" Sahutku pedas. Harry kembali berusaha tersenyum untukku.

Tak ada percakapan apapun diantara kami. Hanya ada suara deruan nafas Harry yang sesekali meringis karena mungkin terlalu menekan kain itu terlalu keras.

Biru lebam itu nyaris tidak pernah hilang menghiasi wajah Harry. Ya, memang sepantasnya Harry seperti itu.

Mungkin, kematian lebih pantas untuknya.

"Bisakah kau berhenti menghela nafas seperti itu? Itu benar-benar menggangguku!" 

Harry meletakkan kain basah yang sedari tadi ia pegang. Harry nyaris kesulitan untuk menggerakkan badannya.

Mataku melirik Harry, ternyata beberapa bagian tubuhnya juga berwarna biru dengan sedikit perpaduan warna ungu.

"Kau kenapa?"

pancaran mata Harry berubah drastis ketika aku mempertanyakan hal ini padanya. Harry tersenyum bahagia karena seolah-olah aku memperdulikannya.

"Aku hanya bertanya bukan peduli padamu!" Timpalku buru-buru.

"Aku baik-baik saja, jangan khawatir."

"Kenapa tidak memilih untuk mati? Bukankah kematian lebih pantas untukmu?"

"Jika aku mati, siapa yang akan menjagamu, Syd?"

"Perlukah kutegaskan lagi jika aku tidak membutuhkan perhatianmu, Harry? Aku membencimu! Ingatlah itu. Jadi, berhenti memperdulikan aku." Tekanku.

"Kau tidak pantas menjadi kakaku. Kau bajingan! Penjahat! Kau pecundang! Kau bajingan!" Teriakku lantang. Harry hanya tersenyum tipis.

"Aku tahu jika aku seorang bajingan. Tapi, aku tidak pernah menginginkanmu menjadi seperti aku. Aku ingin kau tumbuh menjadi gadis yang baik, Syd. Aku menyayangimu, sangat menyayangimu."

"Lalu, apakah aku senang dengan ucapanmu? Kau tidak lebih dari seorang yang hina, Harry. Kau pecundang hina!" Kulemparkan piring yang berisi sandwich buatan Harry hingga piring itu pecah tepat didepan kakinya.

Harry hanya memandangi pecahan piring itu dalam diamnya. 

"Bukankah dulu kita pernah saling menyayangi, Rain?"

"Jangan pernah panggil aku dengan sebutan Rain lagi! Namaku Sydney bukan Rain. Kau membahas semua masalah yang telah terjadi beberapa tahun lalu? Apakah itu penting? Kita memang pernah saling menyayangi, tapi itu dulu."

Angel Without WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang