Dua Puluh Tujuh : Pembalasan

3.1K 85 2
                                    

Ku bangun dari tidurku yang sepi, gelap tanpa bintang.
Kegelapan itu kini sudah sirna, ku lihat indahnya mentari pagi di puncak yang indah.
Aku bangun melihat riri dan kak nayla di sampingku, ku buka pintu tenda terlihat rendi yang ketiduran di depan tenda. Ku bangunkan mereka semua.
“Ri, yuk bangun udah pagi nih”. Sambil menggoyang-goyangkan badan riri yang tidur nyenyak di samping ku.
“Nda, udah pagi ya. Gimana udah baikan?”. Riri sambil mengucek matanya yang masih belum bangun seratus persen.
“Loh, nda kok udah bangun, gimana masih kedinginan.” Kata kak nayla langsung menyambar pertanyaan.
“Udah kok kak nay, kelihatanya semua pada cemas ya, maaf ya ngrepotin kalian”. Kata ku sambil menunduk merasa bersalah.
“Gapapa kok, santai aja, tuh yang setia jagain kamu kaya satpam, orangnya tidur di luar di depan tenda mu”. Kak nayla sambil menunjuk rendi yang masih tidur.
“Ya udah kak biar aku bangunin kak rendinya”. Kataku sambil keluar dari tenda dan membangunkan rendi yang tertidur seperti kucing.
“kak Ren, bangun udah pagi nih”. Biar terdengar sopan di depan kak nayla ku panggil rendi dengan benar.
“AAAH..... loh nda kamu udah bangun, gimana udah baikan”. Rendi kaget melihatku di depannya.
“Udah lah, buktinya aku udah ceria gini, makasi buat tadi malam, udah mau jadi satpam”. Rendi langsung tersenyum, dan mulai bercanda lagi. “di dunia ini tidak ada yang gratis, ada syaratnya”. Aku langsung melotot ke rendi. “Emang apaan sih syaratnya?”.
Rendi langsung menjawabnya. “kamu kalau mau kemana-mana obat selalu di bawa, dan satu lagi habis ini kan ada masak-masak kamu harus masakin aku yang paling enak, spesial buat aku, paham kan?”.
“panjang amat sih syaratnya, itu namanya ga iklas bantunya”. Rendi langsung menjawab sambil bergi ninggalin aku. “Bodo amat”.
Akhirnya aku menyetujuinya walaupun terpaksa, sebelum melakukan rutinitas aku bersih diri dulu dan siap untuk acara selanjutnya. Yap, waktunya masak-masak bersama.
“Nda nih kamu potongin aja sayurnya”. Riri sambil memberikan sayur untuk di potong.
“Hai, kawan-kawan, sini aku bantuin”. Loli langsung menarik sayur dari hadapanku untuk di potong.
“Kemana aja sih kamu li, baru nongol”. Kata riri
“Biasalah namanya juga cewek kalau dandan ya lumayan menyita waktu”. Sambil tertawa centil. Loli langsung mengalihkan pembicaraan. “Nda, gimana udah sehatkan”.
“udah lah li, ceria kek gini, nih lihat”. Sambil menunjukan senyum ceriaku.
“ya jelas lah sembuh, namanya juga di suntik sama dok..Aucchh” loli memotong perkataannya ketika di cubit riri.
“Jadi tadi malem aku di suntik sama rendi ?”. darahku langsung memuncak.
“Eng...enggak lah ri, aku tadi malem yang nemenin kamu, kak rendi ga nyuntik kamu kok, tadi loli hanya bercanda, biasa aja ga usah naik darah”. Kata riri menenangkan ku.
“em...emm... iya Nda tadi aku Cuma bercanda”. Jawab loli sambil gugup menyembunyikan dari ku”.
Aku hanya diam dan mulai naik darah, dalam hati aku berkata, “Oh... jadi rendi yang menyuntik padahal dia tahu benci banget yang namanya, awas aja, pebalasan itu pasti datang”. Aku tersenyum sendiri setelah memikirkan balasan apa yang pas untuk rendi.
“Helloo... Nda kok senyum-senyum sendiri, kesambet ya”. Sambil melambaikan tangan ke arah mataku. “apaan sih ri”.  Kataku dengan jutek.
Kita memasak sayur sup, walaupun Cuma di makan satu angkatan ini hal yang paling menyenangkan karena di perlombakan untuk memeriahkan acara ini. setelah selesai semua ku ambil satu mangkuk sup buat rendi untuk membalas budi tadi malem yang sudah menjagaku, tak lupa balas dendam itu datang. Ku masukkan garam satu sendok makan ke dalam mangkuk supnya, dan memberikanya pada rendi.
Rendi yang duduk menyendiri di belakang buper (bumi perkemahan), aku langsung duduk di dekatnya sambil menyodorkan mangkuk sup “Nih buat kamu, sekarang impas ya, aku ga punya utang budi lagi ke kamu”.
“Wihhh.... akhirnya datang juga”. Sambil mencium bau harumnya sup buatanku
“tapi kamu harus janji, satu kali mencobanya harus di telan, memangnya kamu ga kasian aku sama temen-temen udah masak lama loh”.
“Oke deh, aku makan ya”. Rendi dengan semangatnya menyendok sup itu dan langsung memasukkanya ke mulut
“Umm....” rendi menutup mulut karena ingin memuntahkanya, karena dia sudah janji maka harus menelanya dengan terpaksa.
Aku tertawa melihat tingkah laku rendi yang keasinan. Akhirnya rendi menelanya. Wajahnya meringis keasinan dan matanya berkedip-kedip.
“Kamu apaan sih nda, emang aku salah apa ke kamu, bercandamu kelewatan”.
“Itu balasanya kalau nyuntik orang sembarangan, ini belum seberapa tunggu saja balasanku selanjutnya”. Aku sambil beranjak dari dudukku.
“Tapi itu kan demi kamu juga nda”. Rendi beranjak dari duduknya dan berdiri di depanku.
“Bodo amat, aku tanpa barang gituan juga sembuh sendiri”. Dengan sigap aku berbalik arah dan meninggalkan rendi.
****
Dua hari ku nikmati perkemahan ini dengan penuh canda, senyum dan sakit. Aku merasa bahagia di antara teman-teman yang sudah ku anggap keluarga ini, tak lupa candaan terus ku terima dari mulut rendi, walaupun rendi masih kesal karena tihkahku kemarin. Kita pun akhirnya kita pulang dan dengan pengalaman yang telah terukir.
Aku tetap pulang bersama rendi, riri dan loli.
“Nda jangan lupa istirahat dan minum vitamin”.
“Heemmm...makasih” kataku sambil keluar dari mobil menutup pintu mobil.
Aku langsung mandi dan istirahat di kamar, badan rasanya ingin sekali di letakkan di kasur setelah dua hari tidur tanpa kasur. Aku masih berfikiran tentang balas dendam ke rendi, akhirnya aku punya ide untuk tetap balas dendam.
Ku raih ponsel di meja, aku langsung bbm riri untuk minta pin bbm nya rendi, setelah sekian lama aku kenal sama rendi baru kali ini aku minta pinnya rendi, untuk balas dendam.
“Akhirnya di acc juga sama rendi”. Kata ku dalam hati.
Ku kirim gambar bola ke bbmnya rendi, ku kirim lagi setelah dia melihatnya sampai dia meresponya.
Ponsel di tanganku pun bergetar dan balasan dari rendi, “Kamu apaan sih Nda ngirimin gambar gituan, istirahat sana”. Aku langsung membalasnya dengan gambar bola lagi tanpa balasan kata-kata. Dia tetap membalasnya, “kurang puas kemarin udah jailin aku sekarang ngirimin gambar ginian”. Aku tetap membalas dengan gambar bola. “Oke deh maafin aku, sekarang stop ngirimin gambar gituan”. Akhirnya dengan berat hati aku berhenti mengirim gambar tersebut.
“Oke untuk saat ini stop dulu, tapi besok ato lusa lihat aja, bakalan lebih seru dari pada ini, mungkin ini dunia maya, tapi besok aku bales dengan dunia nyata, hahaha”. Aku berbicara dengan ponselku sendiri dan menganggapnya itu rendi.

&&&&
Slmt membaca😄😄

Me Vs DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang