Dua : Bangkit

2K 53 13
                                    

Quotes:
Jangan kamu merasa gagal, karena kegagalan itu hanya milik para pecundang yang tak berani bankit maka memulailah lagi. Indah pada waktunya itu pasti, jadi tunggu apalagi bangkit dan berlarilah dengan kencang lalu jemputlah kesuksesan itu”

****
Seberapa pantaskah aku di dekatnya, mungkinkah aku yang terbaik untuknya. Namun itu hanya fiksi belaka. Yang sebenarnya dia terbaik untukku dan dia pantas untukku.
Rendi rela menungguku tertidur terlelap dianganya dan saat ku bangun dia tetap berada didekatku. Sungguh ini membuatku sungguh bahagia.
Setelah aku bangun dia tersenyum kepadaku.
“Nda Kamu udah bangun lagi, kalau masih mengantuk tidur lagi aja”. Sambil mengusap rambutku.
“Aku mau pulang”, hanya perkataan itu yang ku lontarkan padanya.
“Iya, pasti pulang kok”, sambil menenagkan ku
“Sekarang”. Aku berteriak di depanya.
Tapi rendi tetap menenagkan ku dengan kata-kata khasnya, dan sesekali membuat candaan, tapi apalah dayaku. Aku hanya diam tanpa kata.
Semua kulalui hari-hari sepiku di sini bersama orang-orang yang sangat peduli dengan ku.
Setelah beberapa jam pun ada perawat yang membawakan troli berisikan makanan untuku, bubur dan segala jenis masakan khas rumah sakit. Dengan sigap rendi mengambil bubur itu.
“Nda Makan dulu ya, biar aku suapin”. Dia menata bubur dalam sendoknya.
“Aku enggak lapar, aku enggak mau makan”. Kataku sambil menutup mulutku dengan kedua tangan.
“Kalau tidak makan ntar ga boleh pulang loh, ayolah nda makan ya, satu suap aja”. Rendi tetap berusaha menyodorkan sesendok bubur di depan tanganku yang menutupi mulutku.
“aku enggak mau”. Aku langsung membuang sendok itu dari tangannya rendi.
“Nda kamu jangan seperti ini”. rendi langsung reflek dan membentakku.
“Ren kamu jahat, pergi..... aku mau pergi dari sini”. Aku berusaha turun dari ranjang ku tapi rendi selalu mendekapku.
“Nda maafin aku, kamu jangan seperti ini”. rendi menahanku.
Mungkin teriakanku terlalu keras dan terdengar sampai luar akhirnya salah satu perawatpun masuk dan memberiku bius lagi. Ya seperti inilah yang aku alami di tempat tidur yang mengerikan ini, hanya bius dan obat yang selalu masuk dalam tubuhku, hanya diam dan tidur.
Tak terasa sampai hari kelima aku baru bisa keluar dari rumah menyakitkan ini.
****
Akhirnya aku bisa kembali dikamarku yang penuh kesunyian. Hampir setiap hari seusai pulang kerja rendi menyisakan waktu untuk melihat  keadaanku. Ibuku membiarkanku dan merestuiku dengan  rendi untuk saat ini karena rendilah yang selalu setia pada keadaan ku sekarang.
“Nda, ibu capek melihat anak ibu seperti ini, ibu kangen sama Nda yang dulu, ayolah sayang bangkit lagi. Apa kamu tidak kasian sama rendi. Hampir setiap hari dia berusaha membuatmu agar seperti dulu lagi?”. Kata ibuku dengan lembut sambil mengusap pipiku.
“Ibu”. Aku langsung memeluknya dengan erat
“Ibu paham, tolong ya Nda seperti dulu lagi, sedikit saja”. Ibu membisikan kata lembutnya.
Aku tetap terdiam dan meneteskan air mata dipelukanya, aku bingung seperti tidak punya harapan lain, tapi orang yang sangat sayang kepadaku ingin ku menggapainya lagi, bangkit lagi dan semangat seperti Nda yang mereka kenal.
****
Setelah beberapa hari ku niatkan untuk merifres semua yang telah ku lalui, aku berusaha untuk menjadi Nda yang sesungguhnya yang selalu ceria  walaupun sangat berat, tapi aku akan melakukanya dengan perlahan, aku ingin semua orang yang peduli kepadaku merasa bahagia, walaupun hati ini masih sakit dan trauma dengan kegagalan itu.
Aku bertekad dan berjanji pada diriku sendiri
“Aku akan bangkit dan berusaha lagi semampuku, tak perlu menggebu-gebu, perlahan tapi pasti, -Indah pada waktunya itu Janji Allah-”
****
Inilah aku yang sebenarnya, senyumku mulai muncul. Aku kuliah seperti biasa, tak bisa di hitung ketika aku awal masuk kuliah, semua teman bertanya padaku, bagaimana keadaan ku dan sebagainya, aku hanya menjawab dengan senyuman.
Aku terdiam di taman, memikirkan bagaimana aku memulainya lagi. Tiba-tiba ada colekan dari belakang.
“Nda...nih buat kamu”, sambil menyodorkan coklat dingin kesukaanku.
“Riri...makasih ya”.
“Gimana Nda, kamu masih Nda kan?”. Sambil melihat-lihat wajahku.
“Iya lah Ri, Aku Nda emang kamu pikir setan apa”. Kataku sambil tertawa
“Alhamdullilah Nda kamu balik lagi seperti yang dulu suka bercanda dan tertawa lagi, aku kangen tau”.
“iya ri aku sadar kalau orang yang perhatian dan peduli sama aku ingin aku kembali seperti dulu”.
“Iyalah terutama kak rendi kan”. Sambil mengejekku.
“Apaan sih kamu ri, enggak kalee”. Padahal dalam hati emang bener kalau dokter manja itu salah satunya.
“Percaya aja deh aku”. sambil tertama.
Canda gurau itu berlanjut, rasa ini yang bikin aku kangen sama riri.
****
Ku nikmati angin sore dan senja di ufuk barat, ku habiskan dengan membaca novel yang belum aku kelarin sejak dulu karena tertunda.
Tiba-tiba ponsel di meja ku berdering. Yap... tertulis di layar ponsel si Dokter lebay memanggil.
“Hallo Manja apa kabar?”. rendi langsung menyapaku.
“Baik dokter lebay, tumben telfon”.
“Iya lah aku tahu kalau kamu itu pasti kangen sama aku dan lagi mikirin aku iya kan?”. Sambil tertawa
“PD banget sih kamu, dasar lebay”.
“Nda aku jemput ya nanti malam kita keluar, mumpung lagi free”.
“Em... gimana ya, males juga akunya”.
“Husstt... intinya kamu mau, harus siap ya, jam 7 malem aku jemput di rumahmu, bye manja”.
“dasar ya...hallo...hallo..”
Ttuut...tuuttt...
“kebiasaan deh kalau telfon dimatiin duluan, padahal kan aku belum selesai bicara”. Aku ngomel sendiri dengan ponselku.
****
Jam 7 tepat terdengar suara mobil di depan rumah ku lihat dari jendela ada seseorang yang keluar dari mobil.
Tok...tok...tok...
“Iya sebentar”. Aku teriak.
Aku buka pintu, seseorang itu yaitu rendi, dengan pakaian kaos dan celana jeans dibalut dengan jam tangan dan sepatu nike nya. (Iya sangat keren sampai melongo)
“Hello manja...biasa aja kali kalo lihat orang sekeren ini”.
“ih... males banget, beneran mau berangkat”.
“Iyalah, kalau enggak beneran ngapain aku rela sampai kesini, Ibumu mana minta izin dulu gih”. Kata rendi sambil menoleh arah dalam rumah
“ibu biasa lagi arisan belum pulang, ntar aku WA aja biar di izini sama ibu”.
“Ya udah kalau gitu ayo berangkat”. Rendi langsung menggandengku.
“Apaan sih kamu ren ga usah di gandeng, aku bukan mau nyebrang jalan kok”. aku melepaskan gandengannyam dan masuk ke mobil.
“kamu ingin kemana nda?”. Rendi bertanya padaku
“Ke Gramed aja ya ren aku mau nyari koleksi novel terbaru”. Sambil tersenyum membujuk rendi.
“Ya udah deh, ngikut manja aja dari pada nangis, lagi ga bawa bius soalnya”. Kata rendi sambil menyidirku dan tertawa girang.
“Apaan sih kamu”. Aku langsung memukulnya.
“Auch... bercanda nda, piiizzzss”. Sambil mengacungkan dua jarinya.
****
Sesampainya di Gramed aku langsung menuju rak khusus Novel, ku melihat-lihat dan rendi dengan setia ngikut di dekatku.
“Ren kamu cari aja buku-buku yang kamu butuhin, jangan ngikuti aku terus”. Kata ku
“ya udah aku kesana dulu ya di rak buku kesehatan, kalau nanti kamu udah selesai samperin aku disana”.
Setelah beberapa menit akupun mendapatkan novel yang aku inginkan, aku pergi ke rak bagian kesehatan untun nyamperin rendi.
“Ren yuk, udah dapet kok aku”. sambil menunjukan beberapa novel di tanganku
“Oke kita kekasir”.
Karena rendi berjalan sambil melihat-lihat buku tak sengaja rendi menabrak seseorang cewek dan membuat bukunya yang di tanganya cewek itu jatuh semua.
“Maaf...maaf aku enggak luhat tadi, sini mbak biar aku bantuin”. Sambil mengambil buku itu.
“Sini biar aku bantuin bawa ren”. Aku membantu rendi mengambil buku itu.
“Iya enggak papa, makasih... Loh Kamu bukanya Rere ya”. Cewek itu langsung kaget melihat rendi.
“Iya aku rere, kamu siapa ya”. Rendi bertanya balik.
“Aku lisa re, masak kamu lupa, temen mu SMP dulu re”. Kata dia sambil mengingatkan rendi.
“Oh lisa yang gemuk itu kan, tapi kok sekarang berubah banget lis”. Rendi heran, memang benar lisa yang dihadapanku dan rendi ini orangnya cantik banget, tinggi dan ideal banget postur tubuhnya.
“Iya lah re, masak gemuk terus bosen tau”. sambil tertawa
“Kerja dimana lis sekarang?” mereka berdua asik mengobrol, aku hanya diam diantara mereka.
“Kerja di perbankan Re, oh... iya ngomong-ngomong ini siapa re, pacar kamu ya”. Lisa sambil melihatku.
“Oh iya Nda ini Lisa temenku SD”. Rendi memperkenalkan ku dengan lisa
“Hai... aku Nda”. Sambil menjabat tanganya.
“Hai Nda... salam kenal ya, kamu beruntung dapetin si cowok ini, kamu kelihatan masih imut deh nda, pasti masih kuliah ya?”.
“hehe... iya masih kuliah”.
“Oh... iya ren boleh dong aku minta no ponselmu, ntar kalau ada reuni SMP biar dapat infonya”. Sambil menyodorkan ponselnya
“Oh... oke”. Rendi mengetikkan nomor ponselnya di ponselnya lisa.
Dan saat ini yang aku rasakan hanya seperti menunggu orang yang reuni. Mereka kelihatan akrab sekali. Rendi mengamati lisa, iya mungkin memang lisa sempurna di banding aku, kataku dalam hati. “Aku duluan kekasir”, kataku jutek pada rendi. Tapi rendi menghiraukanya.
****
Aku keluar dari Gramed dengan wajah yang lumayan jutek, karena di kacangin mereka berdua, rendi lupa kalau aku ada di sana, saking serunya ngobrol dengan lisa teman SMP nya.
“Nda kok kamu diem aja sih, yuk kita makan dulu aja”. Rendi menggandengku dan mengajaku ke mall deket Gramed.
Setelah aku duduk dan menunggu pesenan datang rendi berbicara panjang lebar tetang masa lalunya lisa. Aku kesal dan menghiraukan semua perkataannya. Dalam hati aku ingin sekali menutup mulutnya. Tak lama ponselnya rendi berdering tanda WA masuk. Tertulis di layar nomor tanpa nama.
“Ini aku Lisa, save ya re”. Pesannya
“Siapa Ren ?”. kataku kepo
“Ini Si Lisa”, dengan sigap rendi langsung tersenyum pada pesan itu.
Pesanananpun datang,
“Nda yuk makan, kamu makan yang banyak ya, jangan sakit lagi”, sambil menoel hidungku. Karena aku lagi bedmood maka aku jwab dengan singkat “Ih... iya bawel”.

&&&&
Selamat membaca ya readerku, maaf telat banget.
Yuk siapa yang mau nebak gimana selanjutnya. Hihihi....😅
Jangan lupa vote dan coment ya aku tunggu 😙😙

Me Vs DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang