Pagi ini, Vania rasanya malas untuk beranjak dari tidurnya, kepalanya terasa pusing, kepalanya sakit dan terasa ada cairan di sekitar hidung yang mengering. Vania menyadari dengan cairan kering itu, mau tak mau beranjak dan menatap dirinya di cermin, betapa terkejutnya ketika melihat cairan itu lagi dan lagi keluar dari hidungnya. Ya, cairan itu darah.
'Aku mimisan lagi? Separah ini kah sakit yang aku alami, Tuhan?' Batin Vania sambil berjalan menuju kamar mandi, tak ambil pusing Vania langsung mengguyur badannya dengan guyuran air hangat.
Dua puluh menit sudah Vania berendam dengan air hangat. Vania memandang dirinya di depan cermin, keadaannya kini sedikit pucat tidak seperti biasanya, Vania memoleskan sedikit lip balm untuk menutupinya.
Di rasa penampilannya cukup lebih baik dari sebelumnya Vania berjalan menuruni tangga untuk sarapan bersama. Dari tangga sudah terlihat jelas di sana, mereka sudah terkumpul, namun di sana terlihat kurang lengkap tanpa adanya kakak sulungnya. Dia adalah Caraka.
"Kamu sakit lagi, dek?" Tanya seorang cewek paruh baya, ya dia adalah mamanya.
Vania mendengar pertanyaan itu langsung mendongak menatapnya, "ah, nggak ma, cuma mimisan sama pusing aja kok," jawabnya santai, seolah tak terjadi apa-apa pada dirinya.
Papanya yang mendengar itu kini ambil alih bicara, "mendingan kamu absen aja hari ini, kamu kelihatan lemes." Bujuknya.
Vania menatap dengan tatapan tak setujunya, "Vania harus masuk, pa, sekarang ada rapat buat pertandingan bulan depan." Alibinya.
Papanya hanya menghela napas ketika mendengar jawaban dari anaknya itu, "yaudah terserah kamu, pokoknya kamu harus bawa obat."
*****
Vania berjalan menyusuri koridor dengan langkah gontai, wajah pucat dan masih saja siswa yang lain menatapnya dengan tatapan yang tak bisa di artikan. Baru selangkah Vania memasuki kelas, guyuran air tumpah tepat di badannya, Vania yang mendapat hadiah begitu hanya menghela napas dan pergi menuju locker untuk mengambil baju gantinya.
Selama berjalan menuju locker, Vania hanya menatap lurus kedepan dengan merasakan kepalanya yang pusing dan kepalanya kembali sakit.
'Pliss jangan keluar sekarang.' Gumamnya sambil memegang hidungnya sesekali.
Untuk kali ini Dewi Fortuna tidak mengabulkan permohonannya, cairan itu keluar seketika juga, mau tak mau Vania langsung mempercepat langkahnya untuk sampai ke locker.
Vania tak kuasa menahan sakitnya, sedetik kemudian pandangannya menghitam dan--...
Brugh!
Vania pingsan tergeletak di atas lantai koridor menuju locker.
****
Hampir tiga jam berlalu, Vania masih pingsan, Calista Bellva dan Agnes langsung saling menatap, seolah tatapan mereka berkata, 'Vania sakit lagi.' sedetik kemudian beralih menatap Vania yang lagi tertidur dengan tenangnya.
"Betah banget sih, Van, tidur lo," kata Agnes yang sudah di ketahui kalo ucapannya tak didengar oleh Vania.
Calista dan Belva hanya menggeleng melihat keadaan Vania kini, bisa di kategorikan keadaannya kini sangat pucat.
Sudah tiga jam Vania terbaring lemah disini, tak ada satu pun yang ke sini selain sahabatnya sendiri. Tak lama kemudian Vania pun mulai tersadar dan mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan dari cahaya di ruangan ini.
"Berapa lama gue pingsan?" Tanya Vania dengan posisi duduk.
Ketiga cewek yang kini berada satu ruangan dengan Vania saling menatap satu sama lain, "lo pingsan selama tiga jam, Van." Jelas Bellva, Calista dan juga Agnes bebarengan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tomboyish Girl [Proses Penerbitan]
Teen Fiction[Revisi jika sudah tamat] Pada dasarnya kita hadir sebagai utusan Tuhan dengan segala skenario yang telah di atur. Untuk menolak saja itu tak akan bisa karena kita hanyalah manusia biasa. Seperti sekarang, dua insan yang telah di uji kesabarannya me...