Tiga Puluh Dua (A)

2K 73 8
                                    

Disinilah mereka, di sebuah cafe yang sering dikunjungi remaja untuk sekedar menghabiskan waktu mereka. Ya, mereka itu adalah, Leo, Caraka dan juga Varo.

Mereka saling diam, tidak ada yang mulai berbicara. Mereka sama-sama bergulat dengan pikiran mereka masing-masing. Entah apa yang ada dipikiran mereka saat ini.

Deheman dari Caraka pun membuat lamunannya Leo buyar begitu saja.

"Ekhem,"

Caraka pun mengambil nafas panjang-panjang, sebelum ia mengucapkan apa yang harus dia katakan saat ini.

"Langsung ke inti aja deh ya," awal pembicaraan Caraka. "Waktu lo nganter Vania pulang waktu itu, pasti lo denger kan, kalau Vania bakal ngejalanin Homeschooling?"

Mendenger itu, Leo hanya menguk salivanya dengan susah. Ternyata apa yang dia denger waktu itu, benar-benar terjadi. Leo pun hanya mengangguk, layaknya orang yang sudah pasrah dengan keadaan.

"Itu semua benar. Mulai minggu depan, Vania akan mulai Homeschooling, sampai semua kondisi bisa menjamin keadaan Vania. Lo pasti tau, kan? Vania kena Kanker?" jelas Caraka.

Mendengar penjelasan tersebut, bagi Leo begitu banyak teka-teki yang ia dapat. Dari alasan homeschooling, terus ke penyaktinya.

"Tapi, bang, harus banget kah Vania melakukan itu? Toh di sekolah ada sahabat-sahabatnya itu," sanggah Leo. Siapa tau kan Caraka bisa membicarakannya lagi dengan kedua orang tuanya.

Namun sanggahan Leo pun tetap saja, nihil. Vania akan tetap menjalankan homeschooling.

"Gak bisa, Le. Itu semua udah keputusannya papa. Gue sama Varo aja gatau sama keputusan tersebut." jelas Caraka.

Leo tak bisa berbuat apa-apa sekarang, untuk menolak pun, tidak akan bisa karna itu bukan haknya. Disini hanya Vania yang berhak menolaknya, bukan Leo.

"Lo masih bisa ngunjungi Vania, dan masih bisa ngajak Vania keluar," timpal Varo.

Mendengar penuturan itu, dalam hati Leo, ia begitu senang entah kenapa. Dan seketika itu juga, ia bingung dengan perasaannya sendiri.

"Mulai minggu depan, bang? Kurang sehari doang dong dia sekolah?" tanya Leo dan hanya di angguki saja oleh kedua cowok di depannya itu.

Saat itu juga, Caraka dan Varo pamitan pulang, tinggal Leo lah di cafe tersebut sendirian. Kini pikiran berkecamuk. Bahkan sang empu saja bingung apa yang ada di pikirannya sekarang. Hanya satu yang bisa menggambarkam semuanya, Leo kini sedang frustasi, ya itu yang sangat cocok sebutan untuknya.

Leo pun memutuskan untuk datang ke club malam ini, kebetulan kerjanya lagi libur. Tak lupa, Leo menghubungi sohib-sohibnya untuk ikut serta datang ke club.

Sesampainya disana, hanya Leo yang belum muncul batant hidungnya, dan tak lama itu pula, Leo pun nampak dengan penampilan yang begitu acak-acakan. Teman-temannya pun melihat hanya mengendikkan bahunya tak tahu.

"Lo belum mabuk aja udah berantakan. Lo kenapa bro," tanya Bastian sambil menepuk bahu Leo.

Leo pun langsung menyandarkan bahunya di sandanan sofa di club, "gue abis mabuk karna kenyataan, bahkan rasanya ini terlalu cepat,"

Setelah mengucap itu pun, teka-teki muncul buat teman-temannya. Leo langsung pergi menuju meja bar untuk membeli beberapa botol wine dan juga vodka.

Leo kembali ke tempat awal dengan memegang beberapa botol dan satu botol telah ia minum. Ketiga temannya melihat keadaan Leo pun merasa kasihan. Sejak dulu, Leo hidupnya terombang-ambing.

Tomboyish Girl [Proses Penerbitan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang