Enam

3.9K 149 0
                                    

Hari telah berganti hari, Vania masih terbaring di kasur rumah sakit ini, lagi dan lagi dia harus absen ke sekolah. Selama absen Vania tak pernah ketinggalan pelajaran, karena guru mapel selalu ngasih tau tentang materi yang telah di sampaikannya.

"Bang, kapan gue bisa pulang?" Tanya Vania disela-sela makannya.

Alvaro mendengar pertanyaan itu langsung menghampiri adiknya, "lo bisa pulang asalkan lo nurut sama omongannya mama, papa, gue sama bang Caraka." Tutur Alvaro panjang lebar kepada adik kesayangannya ini.

Vania menghela napas Panjang, lagi dan lagi mendengar kata-kata itu, Vania sungguh bosan dengan kata-kata itu lagi, Vania bosan setiap sakit selalu berakhir disini selalu minum berbagai macam obat-obatan setiap harinya.

Pintu ruangan ini terbuka, muncullah Caraka di balik pintu. Caraka berjalan mendekat ke brankar adiknya dengan senyum di wajahnya.

"Gimana keadaan kamu sekarang, dek?" Tanya nya dengan meletakkan bubur ayam di atas nakas.

Vania masih saja menatap ke depan, "seperti yang abang lihat saat ini." Ketusnya dengan nada datar.

***

Belva, Calista, dan Agnes mati-matian beradu mlut dengan Leo. Lagi dan lagi Leo mengerjai mereka yang tak dosa itu.

Calista berjalan menuju kelas dari arah kantin, betapa terkejutnya ketika melihat semua murid di SMA ini lari berhamburan menuju lapangan sekolah. Calista pun bertanya kepada salah satu siswa, namun hasilnya? Tak di jawab bahkan menengok saja tidak. Tanpa pikir Panjang, Calista mengikuti arah jalan mereka, dan betapa terkejutnya ketika Calista melihatnya sendiri. Dengan cepat Calista mengeluarkan ponselnya dan jari lentiknya menari lincah di atas benda datar tersebut.

Tak lama itu pula, Calista menerobos kerumunan siswa di tengah-tengah lapangan, dan oh lebih terkejut lagi ketika kursi yang ia tempati sedang bergelantung diatas sana dan juga tas mereka masing-masing. Saat itu juga Belva dan juga Agnes datang dengan cepat, mereka bertiga melihat itu langsung geram dan berteriak membuat seluruh siswa bergidik ngeri melihat amarah mereka bertiga lapangan terkutuk ini.

"Gue tau siapa yang ngelakuin ini, lo ga usah sembunyi, mendingan lo datang ke hadapan kita, Leo!" Teriaknya ditengah-tengah lapangan yang bisa dibilang cukup ramai siswa.

Prok... Prok.... Prok...

Mendengar tepuk tangan yang sedikit nyaring itu, mereka langsung membalikkan badannya, dan tepat di depan mereka terdapat Leo dengan teman-temannya itu.

"Jadi, kalian udah tau siapa yang ngelakuin ini semua?" Tanya Leo dengan smirknya.

"Jelas lah gue tau siapa lagi kalo bukan kalian." Ujar Calista dengan nada dinaikkan beribu-ribu oktaf.

Leo dan kawan-kawannya pun maju mendekat, "kalo ngomong santai, dong." Ucapnya dengan di akhiri tawanya yang sedikit keras.

Calista di buatnya geram untuk kali ini, dengan keberanian yang tinggi, ia mendekati Leo dengan tatapan kabutnya, "serah gue. Bukan urusan lo, sekarang cepet turunin kursi sama tas kita." Pinta Calista dengan menunjuk tepat di depan wajah Leo.

Seketika itu juga seluruh siwa di lapangan langsung bersorak terkejut melihat keberanian Calista dan teman-temannya. Tak lama itu pula, Nevan datang tepat di tengah-tengah lapangan itu juga.

"Lo bikin ulah lagi?"

Nevan yang melihat kelakuan Leo hanya bisa menggelengkank kepalanya, sedangkan Leo hanya mengendikkan bahunya seraya pergi meninggalkan lapangan ini.

Dengan cepat Nevan mencekal pergelangan tangan Leo, "sebelum lo pergi, turunin tas mereka. Kalo sampe mama papa tau mereka bakalan marah." Tuturnya dengan nada sedikit keras dan itu membuat seluruh siswa di lapangan tercengang kaget mendengar omongannya Nevan.

Tomboyish Girl [Proses Penerbitan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang