Sepuluh

3.6K 136 2
                                    

Setelah insiden dengan Stefani tiga hari yang lalu, kini mereka pun sekarang masuk di ruang yang biasanya dimasuki oleh Leo dkk, ya tempat itu adalah ruang BK. Vania dkk baru pertama kali ini mereka masuk ruang BK, dari seumur-umur mereka tidak pernah.

"Vania, Calista, Agnes, Bellva kenapa kalian bisa berantem sama Stefani?" Tanya bu Yuni.

Vania hanya diam dan tatapannya pun kosong, "kalau bukan karna Stefani cari masalah bu, kita nggak mungkin ngelawan." Bela Calista.

"Ya, bu. Benar apa yang dibilang Calista, Stefani lah yang selalu bikin masalah sama kita, padahal kita nggak pernah mau cari ribut sama dia." jelas Bellva membenarkan.

Stefani wajahnya merah padam dan langsung menggebrak meja didepannya, "semua yang di bilang mereka itu salah, bu, nggak ada yang benar." Elak Stefani.

Kini Calista lah berdiri, "bu, kalau ibu nggak percaya gimana kalau kita cek lewat rekaman cctv?" Tantang Calista dan di setujui oleh bu Yuni.

Mereka pun berjalan keluar untuk menuju keruang cctv, namun Vania terlihat seperti orang keleahan dan tak punya tujuan hidup. Akhirnya Vania memutuskan untuk pergi ke UKS untuk rebahan dan ditemani oleh Agnes.

Ketika sampai diruang cctv, bu Yuni langsung mengecek semua rekaman yang tertangkap di jam yang telah terjadi keributan. Setelah tau rekaman tersebut, bu Yuni langsung menarik tangan Stefani untuk masuk keruang BK lagi dan di ikuti oleh Calista dan Bellva.

"Dari rekamam cctv tadi sekarang sudah terbukti siapa yang salah dan siapa yang benar." Ujar bu Yuni sebelum sembari menatap tajam kea rah Stefani. "Dan untuk kamu Stefani, ibu akan mengasih toleransi untuk sekali ini saja, jika kamu bikin masalah lagi maka jangan kamu mengemis di depan ibu." Pungkasnya dengan nada yang sedikit di naikkan satu oktaf.

"Tapi bu---," Ucapan Stefani terhenti ketika bu Yuni berjalan keluar.

Calista dan Bellva pun kini sudah berjalan keluar meninggalkan Stefani yang masih terduduk di ruang BK.

Kini jam sudah menunjukkan pulang sekolah, semua siswa dan siswi berhamburan untuk segera sampai rumah terutama Vania dkk. Tapi berbeda dengan Leo yang masih dengan setianya berada dikawasan sekolah yang lebih tepatnya di rooftop sekolah, dia sendirian.

Leo terduduk di kursi yang berada di rooftop, Leo tampak seperti berpikir dalam. Sedetik itu juga Leo meneteskan air mata yang sangat di benci oleh Leo. Leo membiarkan air matanya itu jatuh begitu saja, tanpa di sadari ketiga temannya mengetahui semuanya.

'Tuhan izinkan aku untuk bahagia sekali saja.'

'Apa memang aku tak pantas untuk menikmati kebahagian seperti teman-teman ku?'

'Apa ini yang namanya Tuhan adil kepada semua umatnya?'

'Sejak kecil aku tak pernah merasakan yang namanya kebahagiaan.'

Kini air mata Leo sedikit berhenti, namun sekarang berganti dengan senyuman kejahatannya. Ketiga temannya itu melihat Leo yang terpuruk seperti ini sungguh tak tega, rasanya mereka ingin sekali memasukkan Leo kedalam keluarga dari merek, namun apa boleh buat?

Setelah di rasa pikiran Leo tenang, Leo beranjak untuk segera pulang sebelum Leo berbalik badan ketiga temannya itu sudab bersembunyi terlebih dahulu. Leo berjalan menuju koridor dari rooftop sambil melempar ketas kunci motornya dan itu dilakukan Leo sampai diparkiran motornya.

Leo mengendarai motornya dengan kecepatan yang di atas rata-rata yang siapapun berada di belakang Leo mungkin dia akan ketakutan setengah mati. Namun, Leo tak peduli dengan keselamatannya, toh Leo berpikir jika Leo sakit orang tuanya aja nggak peduli apa lagi jika Leo meninggal?

Tomboyish Girl [Proses Penerbitan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang