Dua Puluh Delapan

2.3K 80 0
                                    

vania terbangun dari tidur malamnya, dan ketika melihat kesamping ternyata ada Leo yang sedang tertidur dengan posisinya yang duduk diatas kursi dan kepalanya berada diatas kasur Vania. Seulas bibir pun tesungging dibibirnya melihat posisi tidru Leo. Tangan Vania terulur untuk mengusap rambut Leo, entah dapat dorongan dari mana Vania melakukan itu dan seketika gerakan Vania terhenti dan langsung bergidik ngeri setelah melakukan hal yang tak terduga itu.

Waktu masih terlihat begitu pagi, Vania memutuskan untuk kembali melanjutkan tidurnya semalam.

Tanpa Vania sadari, Leo terbangun dari tidurnya dan melihat Vania yang masih setia dengan tidurnya, padahal sebelum Leo bangun, Vania sudah terbangun lebih cepat darinya.

Leo melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya dan masih menunjukkan pukul 07.00 yang berarti itu masih cukup pagi untuk seorang seperti Leo. Leo begitu malas untuk pergi dari ruangan Vania dan berarti Leo juga malas untuk pergi kesekolah.

Krekk

Pintu ruangan Vania terbuka dan masuklah Caraka dengan membawa peralatan kedokterannya. Leo tersenyum ke arahnya sebagai tanda menyapanya.

Caraka langsung memeriksa keadaan Vania yang masih tertidur pulas ini.

"Bang, gue mau tanya mungkin ini bakalan menyangkut privasi seseorang, tapi apa salah jika gue ingin tau?" ujar Leo pelan namun masih dapat didengar oleh Caraka.

Caraka langsung menghentikan aktifitasnya dan melihat kearah Leo dengan tatapan menyelidikinya dan kemudian tersenyum sekilas.

"Tanya aja. Selagi gue bisa jawab bakal gur jawab," kata Caraka sambil merapihkan peralatannya kembali.

Leo merasa sedikit lega ketika Caraka mempersilahkannya untuk bertanya. Leo berjalan keluar dari ruangan Vania dan diikuti oleh Caraka.

Leo duduk diruang tunggu depan ruangan Vania sebelum ia bertanya panjang lebar.

"Bang, gue tau ini Rumah Sakit Dharmais yang khusus buat orang terkena riwayat kanker," kata Leo, dan ia mengambil nafas dalam. "Apa Vania kena kanker? Gue ga bodo bang."

Betapa kagetnya Caraka mendengar itu, rasanya Caraka begitu susah untuk menelan salivanya sendiri, ia tidak tau harus jujur atau bohong untuk saat ini. Yang jelas, Leo sudah tau kalau Vania mengindap kanker hanya ia tidak tau kanker apa yang sedang menggerogoti tubuhnya.

Caraka pun mengusap wajahnya kasar, "iya, Vania kena riwayat kanker," jawabnya. Sambil menatap nanar kedepan. "Tapi maaf banget, gue ga akan bisa ngasih tau dia kena kanker apa, sebelum dia sendiri yang ngasih tau."

Leo terdiam mencerna kata per kata yang diucapkan oleh Caraka. Haruskah Leo yang bertanya langsung kepadanya?

"Bang, kenapa lo sama bang Varo nyuruh gue buat jagain dia? Bukannya dia atlet, ya?" tanya Leo lagi yang sudah pasti Leo tau jawabannya, tapi kali ini Leo ingin sekali mendengar alasan yang logis keluar dari mulut Caraka.

"Harus gue jawab lagi, Le?" tanya balik Caraka.

"Gue pingin dnegar alasan yang logis keluar dari mulut lo,"

Caraka nyerah akhirnya, jika ia mengelak, yang ada Leo akan bertanya terus dan terus.

"Karna menurut gue sama Varo, lo laki-laki pertama yang bisa berteman dengan Vania. Gue tau, awal lo lihat Vania lo ngerasa jengkel, ga suka dan ingin ngerjain dia kan? Ga usah dijawab dulu." tutur Caraka.

Leo langsung mengatupkan kembali mulutnya ketika ia ingin berbicara.

"Dan rencana lo selalu gagal terus kan? Vania tidak terlalu peduli dengan sekitar terkecuali dengan hal yang sangat penting. Gue sama Varo nyuruh lo jagain Vania karna gue percaya lo cowo baik yang bisa jagain dia." lanjutnya dan menepuk bahu Leo pelan.

Tomboyish Girl [Proses Penerbitan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang