Tujuh

3.8K 141 2
                                    

Hari yang masih begitu pagi menurut Leo. Taapi, kini Leo dengan cepat meninggalkan rumahnya, dengan tujuan Leo kali ini adalah menuju sekolahnya langsung tanpa mampir kesana kemari.

Leo berjalan menyusuri koridor sekolah untuk sampai di kelasnya, selama berjalan menyusuri koridor banyak siswa siswi yang membicarakannya, yang paling menonjol dari pembicaraan mereka adalah 'tumben, ya Leo berangkat se-pagi ini, biasanya kan dia telat.' Leo mendengar itu hanya tersenyum miring ke setiap anak yang membicarakannya.

Leo memasuki kelasnya dan sedikit terkejut ketika kelasnya masih dengan keadaan kosong melompong, Leo berpikir sejenak, sepagi apa dia berangkat sampai-sampai kelasnya masih sekosong ini. Di lihatnya jam yang melimgkar di pergelangan tangannya ia kembali terkejut ketika jam masih menunjukkan pukul enam lewat sepuluh menit yang artinya Leo berangakat cukup pagi kali ini.

Leo berjalan menuju bangkunya dan langsung duduk saat itu juga dia melipatkan kedua tangannya di atas meja lalu menenggelamkan kepalanya di lipatan tangannya dan Leo langsung tertidur.

Dorr....

Suara kagetan itu membuat Leo terbangun dari tidurnya tapi, anehnya Leo bangun dengan keadaan setetes air mata jatuh tepat di pipinya.

"Lo kenapa lagi, Le?" Tanya Bastian meneliti wajah dan gerak-gerik Leo yang cukup aneh pagi ini.

Leo mendengar pertanyaan itu hanya menatap kedepan dengan tatapan nanar, "gue gapapa, sejak kapan kalian dateng? Kok gue gatau ya." Elaknya.

Namun, hati dan mulut Leo tidak sinkron, di mulut bilangnya gapapa padahal di lubuk hatinya, dia ada apa-apa. Entah kenapa rasanya Leo ingin berbagi cerita keteman-temannya itu, tapi untuk saat ini rasanya belum tepat ia akan bercerita ketika teman-temannya mulai bertanya satu persatu.

Ketika teman-temannya mulai duduk di bangkunya masing-masing Leo memilih beranjak berdiri dan pergi meninggalkan kelas. Leo menyusuri koridor dengan langkah yang cukup cepat, tanpa di sadari Leo, ketiga temannya itu mengikutinya dari belakang. Dan kini mereka sampai di atas rooftop sekolahnya. Leo langsung terduduk tepat di tengah-tengah rooftop dan kepalanya tertunduk. Tanpa temannya sadari, leo sedang menangis dalam diam, bukan hanya cewek yang bisa menangis, namun cowok juga bisa menangis.

"Se ga beruntung itukah aku di dunia ini?"

"Kenapa aku hidup jika aku hanya dibanding-bandingin?"

"Dosa apa yang telah aku lakuin waktu kecil, Tuhan?"

"Meskipun aku cowok, aku juga lemah jika menyangkut dengan masa lalu."

"Tuhan, tolong jauhkan mimpi aku dari masa lalu."

"Tolong jangan jerumuskan aku lagi kedalam masa lalu yang kelam itu."

"Aku sudah bahagia dengan ini"

"Aku seperti ini juga karna kalian. Kalian orang tua yang selalu membanding-bandingkan anaknya sendiri."

Ketiga temannya itu mendengar ucapan Leo yang begitu menyayat hati mereka masing-masing. Dan saat itu juga Leo beranjak berdiri dari posisinya untuk mengambil sebatang rokok dan menyalakannya.

Tak ad acara lain, Bastian berjalan menuju tempat Leo duduk, dari jauh Bastian melihat bahu Leo yang sedang naik turun, ternyata dia lagi dan lagi menangis dengan merokok.

"Sorry Le, gue tadi ngikutin lo sampe sini. Dan gue minta maaf banget udah dengerin keluh kesah lo yang selama ini lo pendem." Jelas Bastian pelan sambil menepuk bahu Leo dari samping.

Leo hanya diam dan masih tetap menatap nanar ke depan dengan asap rokok yang berkebulan dan juga air mata yang jatuh satu persatu dari pelupuk matanya.

Tomboyish Girl [Proses Penerbitan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang