[11] - SEBELAS

7.4K 417 4
                                    

Raina

Raina dan Kafka sedang duduk di sebuah batu besar sambil menikmati pemandangan yang di suguhkan oleh air terjun yang mereka kunjungi. Ya. Kafka memang mengajaknya ke sebuah air terjun. Raina juga bingung, kenapa Kafka mengajaknya ke tempat ini.

Raina memejamkan matanya. Sejuk. Bagaimana Kafka bisa tahu tempat seindah ini?

"Gue biasanya kesini kalo lagi bosen," Kafka memulai pembicaraan.

Raina menatap Kafka. Seorang Kafka bosan? Bosan apa? Bukannya dia playboy, kenapa harus bosan?

"Lo tau? Di antara mantan-mantan gue, ngga ada yang mau gue ajak kesini. Dan lo orang pertama yang mau gue ajak kesini," ucap Kafka.

Orang pertama? Tapi Raina bukan siapa-siapanya. Tapi pantas saja jika mantan-mantannya tidak mau diajak kesini. Ia harus berjalan sekitar satu kilometer sebelum sampai air terjunnya.

"Gue suka," Raina tersenyum. Senyumnya, baru pertama kali Raina tersenyum pada Kafka.

"S-suka?" Kafka terdiam sejenak.

Raina yang menyadari Kafka salah paham langsung bicara, "Suka tempatnya maksud gue," ekspresi wajah Kafka langsung berubah.

Kafka terkekeh pelan. Bisa-bisanya ia salah paham.

Kafka mengeluarkan ponselnya. Kafka membuka kamera dan mengarahkannya pada Raina. Sepertinya Raina juga tidak menyadarinya.

Cekrek

Raina yang mendengar suara jepretan kamera langsung mengalihkan pandangannya kepada Kafka.

"Ngapain lo?" tanya Raina. Juteknya keluar lagi.

"Apaan, gue lagi moto itu tuh," Kafka menunjuk pepohonan yang ada di sekitarnya.

"Kenapa tu kamera ngarahnya ke gue?"

Kafka meringis. Kemudian ia menggunakan kamera depannya, "Foto bareng yuk!" Kafka mendekatkan dirinya pada Raina.

"Ogah," Raina mendorong Kafka untuk menjauhinya.

Tapi Kafka justru menarik Raina ke dekatnya, "Senyum dong."

Raina berusaha melepaskan dirinya dari Kafka, tapi tidak bisa. Bahunya ditahan oleh Kafka.

"Cepetan senyum," ucap Kafka.

Raina tersenyum ke arah kamera. Senyum terpaksa tentunya.

Cekrek

Cekrek

Cekrek

"Udah, lepasin," Kafka melepaskan tangannya dari bahu Raina.

Raina melihat jam yang melingkar ditangannya. Sudah sore, ia harus pulang. Mamanya pasti akan mencarinya jika Raina telat pulang sampai rumah. Ia kemudian bergegas mengambil tas sekolahnya.

"Mau kemana?" tanya Kafka.

"Udah sore. Gue mau pulang." Raina beranjak dari duduknya.

"Nanti dulu."

"Kalo lo masih mau disini ya terserah lo. Gue bisa pulang sendiri," Raina pergi meninggalkan Kafka.

"Eh, tunggu," Kafka kemudian berdiri dan mengikuti Raina.

*****

Sekarang mereka sedang ada di kantin sekolah.

"Eh bocah, cepetan pesen makananya. Malah bengong," Hendri kesal dengan kedua temannya yang sedari tadi diam sambil tersenyum sendiri.

"Sabar elah, kita aja baru dateng," ucap Aldi.

"Baru dateng lo bilang? Kita udah disini sepuluh menit yang lalu! Lo bilang baru dateng?"

Kafka dan Aldi terkekeh.

"Ini kan giliran lo," Aldi menunjuk Kafka, "Cepetan pesen!"

Kafka mendengus. Padahal ia sedang malas memesan makanan.

"Iye iye. Sabar ya sayang," Kafka mencolek dagu Aldi, kemudian ia berdiri hendak memesan makanannya.

"Najis," ucap Aldi. Rasanya ingin muntah saat Kafka memanggilnya 'sayang'.

Setelah Kafka pergi, Aldi dan Hendra mulai mengobrol kembali.

"Di, kemarin Kafka kemana sih?" tanya Hendra.

Aldi mengangkat bahunya. Ia memang tidak tahu kemana Kafka pergi kemarin. Seingatnya, mereka bersama saat pulang sekolah. Hanya sampai parkiran, Aldi yang pulang terlebih dahulu. Kafka bilang dia menunggu Raina.

"Eh, kayanya gue tahu," ucap Aldi tiba-tiba, "Mungkin dia sama Rain. Kemarin gue liat dia ngobrol sama Rain."

Hendra tampak berfikir sejenak, kemudian mengerutkan keningnya.

"Lo ngga usah kebanyakan mikir. Jadi tambah jelek," ucap Aldi.

"Sialan lo," Hendra membuang gumpalan tissue yang ada dimeja kantin sekolahnya ke wajah Aldi.

"Kayanya Kafka emang jatuh cinta sama Rain."

"Kayanya sih gitu," Hendra mengangguk, "Tapi... Ntar Kafka sama Rain, lo sama Shelma. Terus gue sama siapa?" Hendra menunjuk dirinya sendiri.

"Kalo lo," Aldi berpikir sejenak, "Lo sama kambing aja, kan baunya hampir sama."

"Lo-" Hendra menunjuk Aldi.

Kafka duduk kemudian memberikan makanan yang di pesannya kepada Aldi dan Hendra, "Ngomongin apa sih lo berdua. Tuh muka kok ditekuk," Kafka melihat Hendra yang terlihat kesal.

"Itu tuh, tadi kan dia bilang. Kalo lo sama Rain, gue sama Shelma. Dia nanya sama siapa? Ya gue bilang aja sama kambing."

Kafka tertawa terbahak-bahak, membuat semua siswa yang ada di kantin melihatnya heran. Kafka yang menyadarinya langsung menghentikan tawanya.

Hendra melemparkan gumpalan tissue yang kedua kepada Kafka. Tapi Kafka bisa menghindarinya.

"Eh, tunggu. Lo bilang apa? Kalo gue sama Rain? Gue sama dia ngga ada apa-apa kok," ucap Kafka.

"Halah, kemaren aja baru ngedate."

"Apaan, kaga," Kafka menyanggah ucapan Aldi.

"Ganti topik!" Hendra kesal dengan apa yang mereka bicarakan.

Kafka dan Aldi tertawa.

"Gue lupa. Lo kan yang paling ngenes," ucap Aldi.

Hendra mencebikkan bibirnya. Mereka malah menertawakannya lagi.

*****

A.N.

Huaa.. Sebentar lagi uts..
Kayanya bakal jarang update..
See you..

Vomment

Raina [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang