Raina
"Lo kenapa sih?" sejak tadi Kafka bingung dengan tingkah Raina.
"Gue.."
"Lo, tadi siang bilang suruh jauhin lo. Dan sekarang, lo minta gue buat jangan pergi. Lo kenapa sih?"
"Gue.. Gue cuma takut."
Kafka mendekati Raina, "Kenapa lo takut? Kenapa lo nangis? Siapa yang lo maksud dengan dia?"
Kafka mulai memberondonginya dengan pertanyaan-pertanyaan yang semuanya, berbuhungan dengan Farel. Raina tidak tahu harus menjawab apa lagi.
Kafka memegang bahu Raina, "Kasih tau gue. Dan gue ngga akan pergi."Raina menggeleng. Entah kenapa, matanya mulai memanas lagi. Ia ingin menangis sekarang. Farel selalu menerornya.
"Na."
Raina mengangkat wajahnya menghadap Kafka, "Gue jauhin lo, karena gue ngga mau lo dihajar sama Farel. Dan gue minta lo jangan pergi, karena gue takut sama Farel."Akhirnya kalimat itu bisa keluar juga dari mulut Raina. Ia tidak peduli yang akan terjadi selanjutnya. Yang penting, sekarang ada orang yang melindunginya dari Farel.
"Farel itu siapa?" tanya Kafka yang masih bingung dengan jawaban Raina.
"Orang yang hajar lo beberapa hari yang lalu adalah Farel," Raina benar-benar mengatakannya kepada Kafka.
"...kakak gue," sambung Raina.
Kafka terdiam cukup lama. Ia masih belum mengerti. Jika orang yang menghajarnya adalah kakak Raina, kenapa Farel harus mengancamnya?
"Terus, kenapa dia nyuruh gue buat jauhin lo?"
Raina menggigit bibir bawahnya. Untuk pertanyaan ini, Raina tidak yakin bisa menjawabnya. Apa Raina harus menjelaskannya?
Kafka menyentuh bahu Raina, "Kenapa?"
"Itu karena dia adalah kakak yang mencintai adiknya. Dia ngga bakal biarin orang lain deketin gue," Raina menunduk.
"Dia adalah kakak yang hampir membunuh adiknya. Dan sekarang, kakak itu dateng lagi."
Kafka melepaskan tangannya dari bahu Raina. Kafka masih mencerna ucapan Raina. Bagaimana bisa seorang kakak mencintai adiknya? Dan apa itu tadi? Membunuh?
"Gu.. Gue takut, Kaf," Untuk saat ini Raina hanya butuh seseorang yang dapat melindunginya dari Farel.
Kafka mengamati Raina sejenak. Raina memang ketakutan, sangat jelas. Seorang Raina Evarista yang biasanya bersikap jutek, sekarang menangis. Sepertinya Kafka tidak akan meninggalkan Raina sendirian.
Kafka menarik tubuh Raina kedalam dekapannya. Dengan ini, Kafka berharap bisa mengurangi ketakutan Raina.
"Jangan tinggalin gue sendiri. Nyokap gue lagi dirumah tante gue," Raina tidak peduli apa yang ada di pikiran Kafka sekarang. Raina tidak ingin ditinggal sendirian.
Kafka mengelus puncak kepala Raina, "Gue ngga akan tinggalin lo."
Raina menangis didalam pelukan Kafka. Lagi.
"Hei, mana Rain yang super jutek? Kok sekarang mewek sih?" Kafka sepertinya sedang mencoba menghibur Raina.
Raina langsung melepaskan pelukannya dari tubuh Kafka. Kenapa sejak tadi ia tidak sadar jika dirinya dipeluk? Raina mundur selangkah dari Kafka. Raina memeluk Kafka, dua kali! Bukan, satu kali. Satunya lagi, Kafka yang memeluknya.