Raina
Sudah sekitar setengah jam Raina mengobrak-abrik buku yang ada di kardusnya. Anehnya, buku yang dicari-cari tak kunjung ia temukan.
"Mana sih?"
Raina masih sibuk membuka satu persatu buku kelas sepuluhnya, membaca mata pelajaran yang tertera di buku, kemudian mendengus pelan.
Bisa gawat jika bukunya tidak ia temukan malam ini juga.
Dari kardus yang tersimpan di gubang, laci yang ada di kamarnya, hingga kolong tempat tidur sudah Raina cari, tetapi masih belum ia temukan. Buku bahasa Indonesianya seperti hilang ditelan bumi.
"Haahhh," Raina menepuk keningnya beberapa kali. "Inget-inget, Raina, dimana terakhir kali lo taruh."
Karena lelah mencari, Raina akhirnya memilih duduk di lantai sambil bersandar di tepi ranjangnya. Ia sudah tidak tahu lagi dimana buku Bahasa Indonesianya berada. Lagi pula gurunya aneh-aneh saja, buku kelas sepuluh masih suruh bawa.
Raina membuyarkan pikirannya saat mendengar getar di ponselnya.
Kafka :
Hai, Raina Evarista😊Raina mengerutkan keningnya saat membaca pesan yang satu ini. Ia bahkan sampai mengucek matanya beberapa kali untuk memastikan bahwa yang mengiriminya pesan adalah Kafka. Dan memang benar, Kafka yang mengiriminya pesan.
Dalam rangka apa Kafka seperti ini? Dengan emoticon seperti itu? Padahal sebelumnya Kafka justru tidak peduli padanya.
Ah, Raina lupa. Kemarin saja, Kafka mencoba mendekatinya. Lalu, bagaimana dengan Jihan? Kalau saja Jihan tahu Kafka seperti ini, Jihan pasti akan marah besar padanya.
Raina terlonjak di tempatnya saat ponselnya bergetar lagi. Dan itu dari Kafka lagi.
Kafka
Kok nggak dibales?😖
Kamu kenapa?😩Raina bergidik ngeri saat membaca pesan yang satu ini. Apalagi saat Kafka memanggil Raina dengan sebutan 'kamu', rasanya Raina ingin muntah saat ini juga. Kafka kembali seperti dulu, selalu berusaha mendekati Raina.
"Nggak usah pake emot ga jelas juga kali."
Raina berbicara sendiri. Lebih tepatnya pada ponselnya yang masih menampakkan chat dari Kafka. Awalnya Raina tidak ingin membalasnya, tetapi karena kasihan, Raina mulai mengtikkan balasan untuk Kafka.
Raina
Apa?Raina memang sengaja membalas Kafka seperti ini karena ia berharap, Kafka berhenti mengganggunya lagi.
Baru saja Raina ingin meletakkan ponselnya di atas meja, ponselnya kembali bergetar. Menyebalkan. Raina jamin, ini dari Kafka.
9888
Nomor Simpati Anda : 6281329547***. Layanan ini dikenakan tarif Rp 25(termasuk PPN). Info CS:188. Konten Ayat-ayat cinta2 berhadiah Dinner bareng Cast Film AAC2 hub : *500*199#Sialan, dugaannya meleset. Ternyata itu pesan dari operator. Tanpa Raina sadari, pipinya sudah bersemu merah. Astaga, Raina lupa bahwa tadi ia sempat mengecek nomor handpone miliknya sebelum Kafka mengiriminya pesan.
Raina menaruh ponselnya di bawah bantal, sedangkan dirinya berbaring di kasur. Ia sudah melupakan tugasnya untuk mencari buku Bahasa Indonesia kelas sepuluhnya. Biarkan saja, Raina tidak peduli lagi. Besok ia kan bilang kalau bukunya sudah hilang. Paling tidak jika ia berbicara seperti itu, ia hanya akan mendapat hukuman membuat cerpen atau lari keliling lapangan.
Tunggu dulu.
"Lari?" Raina menegakkan tubuhnya menjadi duduk. "Nggak, gue nggak mau."
Raina tidak ingin dihukum lari. Tidak akan lagi. Ia kemudian bergegas turun dari ranjang untuk mencari bukunya lagi, tidak boleh tidak ketemu.
Ponsel Raina bergetar beberapa kali. Ia yakin pesan ini dari Kafka. Tetapi ia tidak ingin membukanya dulu sebelum menemukan buku Bahasa Indonesianya. Pantang menyerah sebelum menemukannya!
***
Jemari Kafka bergerak untuk mengetik balasan dari Raina. Bukan jawaban yang Raina kirimkan, tetapi pertanyaan yang singkat, padat dan sangat jelas kejutekannya. Ia yakin bahwa Raina sedang tidak ingin diganggu olehnya.
Namun Kafka tidak peduli. Ia harus berjuang untuk mendekati Raina lagi. Cinta itu butuh perjuangan, bukan? Dan Kafka akan memulainya, mengembalikan kepercayaan Raina terhadapnya, hingga membuat hatinya berada di hati Raina.
Ah, membayangkannya saja sudah sangat menyenangkan, bagaimana jika itu sungguhan.
Kafka benar-benar berterima kasih kepada Jihan karena membiarkannya mengejar Raina. Perkataan Jihan masih terngiang dalam benaknya.
"Gue nggak papa. Lo tenang aja karena gue akan lupain lo secepatnya. Lagian gue udah capek mencintai orang yang sama sekali nggak sayang sama gue." Jihan tersenyum, kemudian ia menepuk bahu Kafka. "Good luck ya, Kaf."
Meskipun Kafka melihat ada gurat kecewa di mata Jihan, ia tahu bahwa Jihan memang sudah benar-benar melepasnya. Ia harap Jihan bisa mendapatkan orang yang memang lebih pantas untuk Jihan, bukan dirinya.
Kafka
Lagi apa?Ternyata Raina masih belum membalasnya. Padahal ia yakin bahwa Raina belum tidur karena ini masih pukul tujuh malam. Sepertinya Raina memang sengaja mengabaikan pesannya.
Tetapi Kafka tidak akan menyerah begitu saja. Ia akan menaklukkan hati Raina.
Kafka
Bales ya?Kafka mulai menghitung dalam hati, berharap bahwa Raina segera membalas pesannya.
Satu
Ponselnya belum menyala, belum ada tanda-tanda bahwa Raina akan membalasnya.Dua
Masih sama. Raina pasti sengaja tidak membukanya.Tiga
Harapan Kafka semakin menipis. Atau jangan-jangan, Raina memang sudah tidur sampai Raina tidak membalas pesannya.Em...
Ponselnya tiba-tiba bergetar sebelum sempat Kafka menyelesaikan hitungan keempat. Ketika ia melihat nama sang pengirim, Kafka bersorak riang. Raina membalasnya.
Raina
SibukKafka mencoba untuk sedikit bersabar jika menghadapi ini. Ia harus terbiasa dengan jawaban singkat, padat, dan tidak jelasnya Raina. Ia akan membutuhkan waktu yang cukup lama agar Raina mengerti.
Mulai malam ini, detik ini juga, Kafka akan berjuang mendapatkan hati Raina.
****
TBC
Maaf pendek😁😁