Raina
Mungkin karena sekarang adalah waktunya istirahat, perpustakaan sekolah Raina cukup sepi.
Setelah Raina mengisi absen pengunjung, ia melangkahkan kakinya untuk memilih salah satu buku yang akan ia baca. Kemudian, ia duduk di salah satu kursi dan mulai membaca buku yang tadi diambilnya.
Matanya memang tertuju pada buku, tapi pikirannya melayang entah kemana. Raina masih memikirkan kejadian semalam.
Raina menghembuskan nafasnya pelan, "Lupain, anggep aja semalem gue ada di rumah terus!"
Raina mencoba untuk kembali fokus pada bukunya. Namun tiba-tiba seseorang menepuk bahunya, membuat Raina menoleh ke belakang.
Kafka
Raina langsung mengalihkan pandangannya kepada buku yang dipegangnya. Raina benar-benar tidak ingin melihat Kafka untuk saat ini. Rasanya menyakitkan jika mengingat kejadian semalam.
"Na," Kafka sekarang sudah duduk disamping Raina.
Raina tidak menjawabnya.
"Maaf," hanya kata itu yang dapat Kafka keluarkan.
Raina tersenyum sinis, entah mengapa kata itu justru membuat hatinya semakin terasa sakit.
"Buat apa?"
"Maaf yang semalem. Gue lupa."
Kafka lupa? Apa semudah itu Kafka melupakannya semalam? Padahal Raina ada di dekat Kafka, dan Kafka justru meninggalkannya.
"Yaudah."
"Yaudah apa?"
Raina menghembuskan nafasnya pelan, "Ya udah. Katanya lo lupa. Anggep aja semalem gue ngga ada."
Ucapan Raina barusan justru membuat Kafka semakin merasa bersalah.
"Na, gue bener-bener minta maaf. Kemaren gue khawatir sama Jihan."
Khawatir? Kepada Jihan? Bagaimana dengan Raina yang ditinggal sendirian semalam?
"Na, maaf. Gue bener-bener panik semalem. Biasanya kalo Jihan lagi kayak gitu, dia lagi dalam keadaan kacau. Orangtuanya sering berantem. Gue kira keluarganya udah baik-baik aja sekarang, ternyata ngga. Gue bakal ada disamping Jihan kalo dia lagi kayak gitu," Kafka menjelaskan panjang lebar. Padahal Raina tidak meminta Kafka untuk menjelaskan secara detailnya.
"Kenapa?"
"Hah," Kafka gelagapan, "Ya, kan dia sahabat gue, gue harus ada disam–"
"Kenapa lo harus jelasin panjang lebar?"
Skakmat! Raina berhasil memotong ucapan Kafka sekaligus membuat Kafka terbungkam.
Kafka menggaruk tengkuknya, "Ya.. Gue ngga mau lo salah paham ke gue."
Setelahnya, mereka sama-sama terdiam. Raina yang sudah tidak ingin membahas lagi juga lebih memilih untuk mengalihkan kegiatannya kepada buku yang di pegang nya lagi.
"Na."
"Maafin gue, Na."
"Raina Evarista, maafin gue."
"Dia sahabat gue, Na."
"Gue minta maaf, Na."
Raina menjatuhkan bukunya ke atas meja, menghasilkan suara yang cukup keras. Raina benar-benar risih dengan adanya Kafka disini.