[33] - TIGA PULUH TIGA

5.9K 351 14
                                    

Raina

Kafka menghentikan motornya di halaman rumah Raina. Setelah melepas helmnya, Kafka segera turun dan memencet bel rumah Raina.

Butuh waktu lama untuk Kafka menunggunya hingga seorang wanita paruh baya membukakan pintu rumah Raina. Dan mama Raina tersenyum saat melihat Kafka.

"Ini Kafka, kan?" tanya mama Raina yang matanya langsung berbinar-binar melihat Kafka.

Kafka mengangguk. "Iya, tante. Saya kesini mau jenguk Raina."

"Ya sudah sini sini masuk," mama Raina membuka pintu rumahnya lebar lebar. "Tante anterin ke kamar Raina."

Kafka mengikuti mama Raina yang sekarang sedang mengantarnya menuju kamar Raina.

Tapi tunggu dulu.

Kenapa mama Raina tidak memarahinya? Padahal yang membuat Raina sakit kan Kafka. Atau mungkin Raina tidak memberitahu mamanya?

"Ayo masuk," mama Raina membuka pintu kamar Raina dan memasukinya.

Kafka hanya mengangguk patuh. Dan sekarang Kafka melangkahkan kakinya ke kamar Raina. Kafka berharap, Raina mau bertemu dengannya.

"Raina tidur, biar tante bangunin."

Saat mama Raina hendak membangunkan Raina, Kafka mencegahnya. Ini justru kesempatan bagi Kafka untuk bisa bertemu dengan Raina.

"Nggak usah tante. Biar Raina tidur aja, aku tunggiin sampe bangun."

Mama Raina menatap Kafka kagum. Mungkin karena mama Raina mengira Kafka tidak tega mengusik kenyenyakan tidur Raina. Padahal sebenarnya Kafka hanya tidak ingin Raina melihatnya. Karena jika itu terjadi, Kafka tidak yakin Raina mau menemuinya.

"Ya sudah, tante tinggal dulu ya."

Kafka mengangguk kemudian mama Raina keluar dari kamar Raina. Menyisakan Kafka dan Raina yang sedang tertidur.

Dan di sinilah Kafka, sedang menatap Raina. Orang yang sudah tiga hari ini tidak dilihatnya, orang yang tiga hari lalu ia sakiti hatinya, dan orang yang sekarang sangat ia rindukan.

Kafka memperhatikan wajah Raina yang masih pucat. Matanya yang biasanya terlihat berbinar, sekarang terlihat sayu. Dan perubahan itu terjadi karena dirinya. Betapa bodohnya Kafka sampai membuat orang yang ia sayangi sakit.

"Na," panggil Kafka yang hampir serupa bisikan. Karena ia tahu, Raina tidak akan mendengarnya.

"Maafin gue," ucap Kafka sambil menyentuh rambut Raina, membelainya dengan hati-hati supaya Raina tidak tebangun.

Perlahan, Kafka mendekatkan wajahnya ke telinga Raina dan membisikkan sesuatu yang hanya dapat didengar olehnya.

Kafka menjauhkan wajahnya dari Raina, kemudian membelai wajah Raina dengan tangannya. Menyusuri pipi Raina yang terasa panas di punggung tangannya.

"Jauhin tangan lo dari sahabat gue!" seru seseorang yang sekarang menatap tajam ke arah Kafka.

Mendengar seruan dari seseorang, Kafka langsung melepaskan tangannya dari wajah Raina. Lalu ia memutar tubuhnya menghadap Shelma dan dua temannya yang baru datang.

Raina [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang