[22] - DUA PULUH DUA

6.3K 367 10
                                    

Raina

Shelma tersenyum dan langsung keluar dari kamar rawat Raina. Sebenarnya alasannya bukan untuk ke toilet, tapi untuk menghindar Aldi.

Beberapa hari ini memang Shelma menghindari Aldi. Rasanya Shelma muak melihat wajah Aldi. Apalagi saat ia melihat kejadian beberapa hari yang lalu.

"Shel," seseorang memanggilnya. Dan Shelma tahu siapa itu. Ia langsung mempercepat langkahnya untuk menjauhi Aldi.

"Shel," Aldi langsung menahan tangan Shelma, "Lo kenapa?"

Shelma menatap tajam Aldi, "Lepasin, gue mau ke toilet."

Aldi justru tidak mau melepaskannya, "Lo pikir gue percaya? Lo ngehindarin gue kan?"

Shelma tidak menjawabnya. Ia masih berusaha melepaskan tangannya dari Aldi.

"Shel, jawab gue? Kenapa Lo ngehindarin gue?"

See? Aldi justru tidak mengetahui kesalahannya sendiri. Bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Hebat!

Shelma tertawa sarkastik, "Cewek mana yang ngga sakit, kalo liat pacarnya pelukan sama orang lain?"

Aldi membulatkan matanya. Ia tahu maksud Shelma, dan ia juga tidak menyangka bahwa Shelma melihatnya. Padahal saat itu Aldi menyuruh Shelma pulang terlebih dahulu. Dan sekarang, Shelma salah paham padanya.

"I–itu. Gue bisa jelasin," ucap Aldi.

Shelma berdecak, "Basi!" Shelma langsung melepaskan tangan Aldi dalam sekali hentakan, kemudian pergi meninggalkan Aldi.

"Shel!" Aldi mengusap wajahnya gusar. Ia langsung merogoh sakunya untuk mengambil ponsel dan Mengirim pesan ke Kafka.

To : [Kafka]
Gue pulang duluan

Aldi kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Ia bergegas menyusul Shelma. Aldi harus menjelaskan kesalahpahamannya dengan Shelma.

*****

Hari ini Raina sudah mulai masuk sekolah. Sebenarnya Mamanya tidak memperbolehkan Raina untuk berangkat sekolah. Tapi mau bagaimana lagi, Raina juga kekeuh. Dan ujung-ujungnya Mama Raina yang mengalah.

"Rain, kantin yuk!" ajak Shelma yang baru saja memasukkan buku-bukunya, bel istirahat baru berbunyi.

"Lo kok mukanya cerah banget hari ini. Perasaan lo ngga kayak gini kemaren. Lo udah baikan sama Aldi?" Raina memang sudah tahu bahwa hubungan Shelma dan Aldi sedang tidak baik. Namun Raina juga tidak tahu apa mereka sudah berbaikan atau belum.

Shelma tidak menjawab. Pipinya justru memerah.

"Elah, pake blushing lagi. Ada kejadian apa kemarin?" Raina memicingkan matanya.

"Kagak ada apa-apa. Gue udah baikan kok sama dia," Shelma menahan bibirnya untuk tidak tersenyum, "Ayo ke kantin, ish."

Shelma menarik tangan Raina menuju kantin.

"Gaje lo," cibir Raina yang dengan terpaksa mengikuti Shelma ke kantin. Padahal ia malas untuk pergi ke kantin.

Shelma menyusuri pandangannya ke sekeliling kantin. Shelma sedang mencari Aldi.

"Shelma," teriak Aldi yang sedang duduk di tempat yang agak jauh dari Shelma, "Sini!"

"Itu Aldi, ayo Rain," Shelma menunjuk tempat dimana Aldi berada.

"Ngga," jawabnya datar, sedatar tembok, "Lo ke sana aja, gue males jadi nyamuk."

"Beneran?" Raina hanya menganggukkan kepalanya.

Shelma langsung menghampiri Aldi. Biarkan mereka menghabiskan waktunya berdua. Raina tidak ingin bergabung dengan mereka. Toh, ujung-ujungnya Raina di abaikan. Kacang!

Raina memilih duduk di tempat sebelahnya yang masih kosong. Ia mulai memesan makanannya.

"Boleh gue duduk disini? Yang lain penuh," tanya seseorang yang baru saja datang ke kantin.

Raina mengangkat wajahnya untuk melihat siapa yang berbicara padanya. Raina tersenyum sekilas, "Boleh, duduk aja."

Perempuan itu mengangguk, kemudian duduk di depan Raina.

"Kenalin, gue Jihan," perempuan itu mengulurkan tangannya kepada Raina.

Raina membalas uluran tangan Jihan, "Rain."

Raina memperhatikan Jihan. Sepertinya ia belum pernah melihat Jihan sebelumnya.

"Kayaknya gue ngga pernah liat lo sebelumnya. Lo anak baru?" tanya Raina pada Jihan.

Jihan mengangguk, "Iya, gue anak baru. Baru masuk hari ini."

"Oh," Raina menganggukkan keplanya, "Kelas berapa?"

"Kelas XI.1."

"Loh, berarti kita satu kelas dong. Kok gue ngga liat lo tadi?"

Jihan tersenyum, "Gue masih ngurusin pendaftaran gue. Mungkin abis istirahat gue ke kelas."

Raina tersenyum, "Selamat datang di SMA Taruna Bakti, Jihan."

"Makasih, Rain. Kayaknya enak kalo punya temen kayak lo," Jihan memperhatikan Raina. Menurutnya, Raina memang orang yang baik.

"Lo boleh kok jadi teman gue, santai aja."

"Teman. Lo mau jadi teman gue?" Raina mengangguk. Itu membuat Jihan merasa bahagia. Ternyata orang-orang di sekolah ini cukup baik, begitu pikirnya.

Tidak ada yang berbicara lagi setelah itu karena makanan yang mereka pesan sudah datang. Untuk Raina, ia hanya memesan jus alpukat kesukaannya. Ia sedang tidak ingin makan.

Kemudian seseorang duduk di depan Raina dan langsung menyeruput jus alpukat Raina. Tentu saja ia tahu yang melakukannya. Siapa lagi jika bukan Kafka.

"Lo tuh kebiasaan, itu jus alpukat gue! Lo kan punya duit, beli aja sendiri kalo mau!"

Kafka hanya meringis, "Kan gue maunya segelas berdua. Sama lo."

"Jijik gue," Raina menjauhkan dirinya dari Kafka.

Mereka tidak tahu bahwa sejak tadi Jihan sedang menatap Kafka dengan tatapan terkejut.

Raina menolehkan wajahnya ke Jihan. Ia lupa bahwa ada seseorang di depannya. Nampaknya, Jihan terkejut dengan kelakuan Kafka.

"Oh iya, Kaf. Ini temen baru gue."

Kafka ternyata juga tidak menyadari ada seseorang disini. Kafka langsung melihat orang yang Raina maksud. Setelah melihat Jihan, Kafka mematung ditempatnya.

"... Namanya Jihan," sambung Raina.

Namun, Kafka tidak bergeming. Ia benar-benar terkejut melihat seseorang yang ada di depannya sekarang.

*****
Tbc

Jangan lupa vomment

Raina [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang