[12] - DUA BELAS

6.9K 408 3
                                    

Raina

Raina sedang berada di kelasnya. Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Tapi ia belum pulang, masih menunggu. Ya, menunggu. Menunggu siapa lagi jika bukan Shelma.

"Lo ngapain sih?" tanya Raina pada Shelma.

"Ntar dulu," Shelma membuka ponselnya, "Gue tanya Aldi dulu," Shelma mukai mengetikkan pesan, "Hari ini basket apa ngga."

Raina berdecak kesal. Seharusnya sebelum pulang sekolah, Shelma sudah bertanya lebih dulu. Bukannya baru bertanya sekarang.

Ponsel Shelma bergetar. Ada pesan masuk, Shelma langsung membukanya.

"Ngga latian basket katanya," Shelma memasukkan buku-bukunya, "Lo tunggu gue di depan aja. Gue mau beresin buku dulu."

"Ya udah, gue tunggu di halte ya?"

"Oke."

Raina berjalan keluar dari kelasnya. Ia sebenarnya malas jika berjalan sendiri, karena ia harus melewati koridor kelas dua belas. Raina pasti akan mendapat tatapan sinis dari kakak kelasnya.

Dan benar saja. Sekarang Raina sudah mendapat tatapan sinis dari kakak kelasnya. Tapi Raina mengabaikannya. Ia terus melangkahkan kakinya keluar sekolah.

*****

Tik tok tik tok

Sekarang Raina sudah duduk di halte bus, menunggu Shelma.

Bukannya Shelma hanya tinggal membereskan bukunya. Kenapa lama sekali?

Emang bener ya? Nunggu itu ngga enak.

Raina kemudian merogoh sakunya untuk mengambil ponselnya hendak menghubungi Shelma. Tapi belum sempat ia mengambilnya, seseorang menepuk bahunya. Reflek, Raina langsung berbalik menghadap orang itu.

"Hei," sapa Kafka.

Raina hanya tersenyum. Entah mengapa, sekarang ia sering tersenyum kepada Kafka.

"Sendiri?"

"Ngga kok, gue lagi nunggu Shelma."

Kafka tersenyum kemudian mengangguk pertanda ia mengerti.

"Lo sendiri, kenapa belum pulang?" tanya Raina.

"Sebentar lagi, gue tadi habis dari sana," Kafka menunjuk tempat foto copy di depan sekolahnya.

"Oh," jawab Raina singkat.

Kafka duduk disamping Raina.

"Rain."

"Ya?" Raima menatap Kafka.

Kafka tidak menjawabnya. Seperti sedang memikirkan apa yang akan dia bicarakan.

Raina menaikkan sebelah alisnya.

Kafka menggaruk tengkuknya, kemudian tersenyum pada Raina, "Gue boleh tanya?"

Kafka membuat Raina semakin bingung, "Apa?"

"Ngga jadi."

Raina memutar bola matanya. Kafka memang tidak jelas.

"Tumben."

Raina terdiam sejenak, "Tumben apanya?"

"Tumben lo ngga jutek sama gue."

Raina mendengus. Ternyata itu maksud Kafka.

"Udah dibaikin salah, jutek juga salah. Apa sih mau lo?"

"Gue?" Kafka menunjuk dirinya sendiri, "Gue maunya lo."

Deg

Apa maksudnya? Ucapan Kafka membuat tubuh Raina mendesir dan pipinya mulai memanas. Kafka sudah membuatnya salah tingkah.

Kafka menertawakan Raina, "Cie blushing, cie."

"Rese lo!" Raina memalingkan wajahnya dari Kafka.

Kafka benar-benar sudah puas menggoda Raina.

Semua siswa mulai memperhatikan Raina dan Kafka. Mereka sepertinya penasaran dengan apa yang dibicarakan dirinya dengan Kafka.

"Jauh-jauh lo. Gue males diliatin mereka," ucap Raina sambil melihat siswa siswi yang memperhatikannya.

"Emang kenapa?"

Raina mendesis, "Tau ah."

Kemudian Raina melihat mobil hitam milik Shelma. Ini adalah kesempatan untuk lepas dari orang menyebalkan seperti Kafka.

"Itu Shelma, gue duluan ya?" Raima menunjuk mobil Shelma, kemudian memakai tas ranselnya.

Raina melambaikan tangannya pada Kafka. Ia buru-buru melangkahkan kakinya menuju mobil Shelma.

"Hati-hati," Kafka ikut melambaikan tangannya pada Raina.

Setelah Raina dan Shelma sudah tidak terlihat, Kafka berjalan menuju parkiran hendak mengambil mobilnya. Namun tiba-tiba seseorang menariknya secara paksa.

Laki-laki. Siapa dia? Sepertinya Kafka tidak mengenalinya.

Laki-laki itu membawanya ke tempat yang tidak terlalu ramai.

Laki-laki itu menatap tajam kearah Kafka, kemudian dia menarik kerah seragam Kafka. Dan..

Bugh

Satu pukulan mengenai pipinya, membuat Kafka terhuyung ke belakang.

"Jangan pernah deketin Rain!" ucap orang itu.

"Emang elo siapa?" laki-laki ini sudah membuatnya emosi. Kenapa tiba-tiba membicarakan Raina?

Kafka berusaha melawan. Tapi belum sempat ia membalasnya, ia sudah terkena pukulan lagi.

Bugh

Kafka kembali terhuyung ke belakang.

Laki-laki itu kembali menarik kerah seragam Kafka dan berkata, "Sekali lagi gue bilang, jauhin Rain!"

Bugh

Kali ini Kafka bisa membalasnya, "Siapa elo?"

Laki-laki itu tertawa, "Bukan urusan lo. Yang gue mau. Lo," ia menunjuk Kafka, "Lo harus jauhin Rain!"

"Emang lo siapanya? Kenapa gue harus jauhin dia?"

Laki-laki itu tidak menjawab pertanyaan Kafka, orang itu justru berbalik dan pergi meninggalkan Kafka.

Siapa dia?

*****

A.N.

Nah loh.. Siapa itu??
Duh, muka gantengnya Kafka jadi bengkak..

Voment

Raina [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang