[29] - DUA PULUH SEMBILAN

6.1K 377 19
                                    

Raina

Kafka melempar tas sekolahnya asal dan langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Kafka memejamkan matanya sejenak.

"Gue nyesel ngebiarin sahabat gue deket sama lo."

"Apa lo tau, kenapa Rain hindarin lo beberapa hari terakhir?"

"Rain hindarin lo karena Rain tau lo pacaran sama Jihan."

"Apa lo ngga sadar kalo Rain suka sama lo? Asal lo tau, sikap lo ke Rain selama ini udah buat Rain jatuh cinta sama lo."

"Kalo gue jadi Rain, gue juga bakal ngerasain hal yang sama. Di peduliin, diperhatiin sama cowok. Siapa sih yang ngga salah paham sama sikap cowok kayak gitu."

"Gue ingetin sekali lagi. Jangan pernah nunjukin kepedulian lo ke Rain, jangan buat Rain salah paham kalo lo emang ngga pernah suka sama dia!"

"Sss.." Kafka mengusap wajahnya gusar. Semua kalimat yang tadi pagi Shelma ucapkan masih terus terngiang dalam benaknya. Situasi macam apa ini?

Kafka berguling ke kanan kemudian ke kiri, begitu sampai seterusnya. Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana sekarang. Ia merasa resah.

Ceklek

Sepertinya ada yang membuka pintu kamar Kafka.

"Anjir, lo ninggalin kita berdua!"

Hendra yang tiba-tiba datang langsung menghempaskan dirinya disamping Kafka, begitu juga dengan Aldi.

Kafka yang merasa terganggu langsung menabok pantat Aldi dan Hendra. Membuat keduanya mengaduh kesakitan.

"Pantat gue!" Aldi mengusap pantatnya yang sakit akibat tabokan Kafka. "Lo apaan sih?"

Kafka menatap malas Aldi dan Hendra, "Salah lo berdua! Masuk kamar orang kagak ketok pintu! Ganggu aja."

"Lah, biasanya juga langsung masuk," Aldi mengubah posisinya hingga terduduk, "lo sensi banget sih hari ini, kayak lagi PMS aja."

Kafka menatap tajam Aldi. "Lo berdua mending pergi, gue lagi pusing. Jangan ganggu gue."

Hendra beringsut mendekati Kafka, "Bang Aka sakit?" Hendra menyentuh kening Kafka, yang langsung ditepis oleh Kafka.

Raina [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang