Raina
Raina menghembuskan nafasnya pelan, kemudian ia melirik seseorang yang sedang mengemudi mobil yang ditungganginya. Entah sudah berapa lama keheningan melanda keduanya.
"Jangan dekat-dekat dia lagi!"
Itu adalah kalimat bernada perintah pertama yang diucapkan oleh Kafka.
"Emang lo siapa, sampai-sampai gue harus nurutin semua perintah lo?" tanya Raina.
Mungkin sebelumnya Raina tidak berani menatap Kafka. Tapi sekarang Raina berani menatapnya. Ia sudah muak dengan semua sikap Kafka terhadapnya. Apalagi tadi Kafka seenaknya saja menyeretnya pergi setelah memukuli Alex karena memanas-manasinya. Dan sekarang, Kafka juga meninggalkan Jihan di taman bermain. Apa maksudnya coba?
"Pokoknya lo nggak boleh dekat-dekat lagi sama dia!"
Sudah cukup! Raina benar-benar tidak mengerti dengan pola pikir Kafka.
"Lo bukan siapa-siapa gue!"
Raina tersentak saat Kafka mengerem mobilnya secara mendadak. Kafka menghentikan mobilnya ditepi jalan yang tidak terlalu ramai.
"Apa gue harus jadi siapa-siapa lo supaya lo mau nurutin perintah gue?" Kafka menatap mata Raina lekat.
"Apa maksud lo?" Raina semakin kesal saja dibuatnya. Apa Kafka akan mempermainkan dirinya?
"Apa gue harus jadi siapa-siapa lo supaya lo mau nurutin perintah gue?" Kafka mengulang pertanyaannya kepada Raina.
Raina tidak menjawabnya. Ia sudah tidak ingin membalas semua ucapan Kafka terhadapnya.
"Bukannya lo suka sama gue?" Kafka tersenyum miring, lebih terlihat seperti senyum yang penuh dengan kelicikan. "Apa lo harus jadi selingkuhan gue? Lo beneran suka sama gue kan?"
Mata Raina memanas saat itu juga. Pertanyaan yang keluar dari mulut Kafka benar-benar membuat hatinya terasa teriris. Apa mungkin Kafka tidak pernah memikirkan dulu apa yang akan dikatakan kepada orang lain akan menyakiti perasaan orang itu atau tidak. Atau Kafka memang sengaja membuatnya sakit hati?
Raina mendaratkan tangan kanannya di pipi kiri Kafka hingga menimbulkan suara tamparan yang cukup keras.
Kafka menatap Raina tanpa ingin membalas perbuatan Raina. Kafka hanya memegang pipi kirinya yang terkena tamparan Raina. Kafka tahu, Raina pasti sudah benar-benar membencinya sekarang. Setidaknya ini akan membuat Raina segera melupakannya. Lebih baik daripada Raina harus sakit hati setiap hari karena melihatnya dengan Jihan.
"Lo.." Raina menunjuk wajah Kafka, nafasnya memburu akibat menahan amarah. "Kalo ngomong dijaga! Lo pikir gue cewek apaan yang mau jadi selingkuhan lo!"
"Gue bukan cewek murahan!" Mata Raina sudah berkaca-kaca, dan mungkin sebentar lagi air matanya tidak bisa di bendung lagi.
"Lo tenang aja," Kafka menatap Raina dengan senyum sinisnya. "Gue juga ngga mau sama lo. Malahan ngga ada niatan buat suka sama lo."
Kafka sendiri sudah menahan dirinya untuk tidak memeluk Raina saat ini juga. Asal kalian tahu, Kafka juga tidak tega melihat Raina seperti ini. Apalagi sekarang air mata Raina sudah mulai menuruni pipinya. Raina menangis. Dan itu, karena dirinya.