Lena baru saja selesai mewawancarai dokter Daniel. Ia membereskan peralatannya. Kemudian ia meminta izin kepada sang dokter untuk meminjam kamar mandinya. Namun, saat hendak keluar dari kamar mandi, samar-samar Lena mendengar suara orang berbincang. Seorang pria dan seorang wanita. Ia paham jika suara pria itu adalah suara dokter Daniel, tapi suara wanita itu, entah di mana, Lena merasa seperti pernah mendengar suaranya.
Lena semakin mendekatkan diri ke pintu. Awalnya ia ingin keluar, namun suara mereka terdengar sedikit keras dan lebih jelas. Sepertinya saat itu, sang dokter sedang dalam keadaan marah karena suaranya terdengar meninggi. Sebenarnya apa yang sedang mereka perbincangkan?
"Jangan bersikap egois, Morry!" ucap dokter Daniel.
Lena sekarang ingat. Benar! Itu adalah suara Morry. Wanita yang ditolongnya tadi. Lena mengurungkan niatnya untuk keluar. Sangat tidak tepat jika ia tiba-tiba muncul saat ini.
"Aku tidak egois Daniel. Aku mencintaimu sama seperti kau mencintaiku," terdengar suara Morry menjelaskan.
"Jadi mengapa kau menolak untuk menikah denganku?"
Tak ada jawaban, mungkin Morry sedang menundukkan kepalanya. "Aku belum siap Daniel."
"Lalu kapan kau akan siap?"
"Aku tidak tahu. Aku masih ingin meraih gelar profesorku. Tapi yakinkah Daniel. Aku sangat mencintaimu dan suatu saat aku akan siap untuk menikah denganmu," jawab Morry dengan suara yang terdengar bergetar.
"Aku mengerti Morry. Aku mencintaimu. Aku siap untuk menunggumu. Tapi aku tidak bisa mengecewakan Schwaegerin, Morry. Mengecewakannya sama saja dengan aku mengecewakan Bruder. Kau tahukan, betapa aku menyayangi mereka, bahkan melebihi diriku sendiri."
Mereka terdiam sejenak. Kemudian dokter Daniel berkata lagi. "Aku tak punya pilihan lain Morry. Sekarang kau hanya perlu memutuskan untuk menikah denganku atau mengejar semua mimpimu."
"Daniel... Kau memberikan aku pilihan yang berat. Aku... Aku tak bisa memilihnya Daniel. Kau dan mimpiku sama-sama berarti bagiku."
"Terserah padamu. Aku memberimu pilihan dan kau harus menjawabnya saat ini juga."
Morry tak langsung menjawab. Ia terdiam sejenak. "Aku mencintaimu Daniel. Tapi aku tak bisa membiarkan mimpiku terhenti saat ini," kata Morry lemah.
"Apakah itu artinya kau lebih memilih mimpimu dibanding diriku, begitu?" ucap sang dokter meninggi. "Aku salah mencintaimu, Morry. Aku salah mencintai wanita ambisius seperti dirimu."
"Maafkan aku Daniel... Maafkan aku," suara Morry sedih.
Untuk beberapa saat Lena terpaku. Ia tak tahu harus melakukan apa. Setelah ia rasa sudah tak mendengar suara lagi, Lena memberanikan diri untuk keluar dari kamar mandi. Ia terkejut melihat dokter Daniel yang masih duduk di atas sofa. Tadinya ia mengira ruangan itu telah kosong karena ia tak mendengar suara apa pun. Tapi ternyata ia salah.
Lena berjalan ke arah kursinya dan mengambil tasnya. Ia melangkahkan kakinya ke hadapan dokter Daniel. Ia menatap wajah marah dan kecewa sang dokter. "Terima kasih karena telah meminjamkan kamar mandi anda, dokter. Saya pamit pulang. Permisi," ucap Lena cepat. Ia sempat melihat raut wajah keterkejutan sang dokter. Namun, ia enggan mengubrisnya. Ia langsung keluar dari ruangan dokter Daniel dan berjalan ke arah lift.
Ting
Pintu lift terbuka. Tiba-tiba seorang anak kecil menabraknya dan menjatuhkan ice creamnya di atas sepatu Lena.
"Maafkan aku aunty," ucap anak itu sambil mengambil kotak ice creamnya. Lena ikut berjongkok dan membantu anak itu. Ia mengeluarkan tissue dan membersihkan sepatunya serta membersihkan tangan sang anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Last Yesterday
Romantik(Novel ini adalah novel dewasa yang memuat adegan-adegan dewasa pula. Dimohon kebijaksanaan pembaca yang ingin membacanya!) Masa lalu yang kelam dan dendam yang membara membuat seorang wanita begitu ambisius ingin menjadi seorang dokter. Namun takdi...