Sandi

4.5K 265 1
                                        

Lena sudah berada di Bandung. Daniel benar-benar menepati janjinya. Ia bahkan mengembalikan ponselnya dan memberikan laptop kepadanya, sehingga di sepanjang perjalanan, Lena bisa menyelesaikan semua tugas liputannya dengan baik.

Berulang kali Lena melihat jam tangannya. Makanannya sudah habis dan minumannya kini sudah tandas. Sudah 30 menit lamanya Lena menunggu Pak Adam di dalam kafe. Tapi nampaknya atasannya itu tidak akan atau tidak bisa menemuinya. Lena harus kembali ke Jakarta sebelum Daniel datang dan menjemputnya secara paksa.

Lena mengangkat tangannya dan meminta struk pembayaran dari salah seorang pelayan yang ada di sana.

"Lihat!!!" seru seseorang dari meja sebelah Lena.

"Wah.. Dia memang sangat cantik," kata orang yang berbeda tetapi masih dari meja yang sama.

Lena penasaran. Ia menoleh ke arah pandangan orang-orang yang berkata-kata tadi. Mereka tengah menonton acara infotainment dari sebuah layar televisi besar yang berada di tengah-tengah ruangan. Acara itu cukup populer belakangan ini karena berhasil mendapatkan penghargaan sebagai acara infotainment terfavorit dari ajang penghargaan pertelevisian terbesar Indonesia.

"Saya dengar anda ingin menikah dalam waktu dekat, apakah itu benar?" ucap wanita pembawa acara itu.

"Benar,"  jawab wanita lainnya yang menjadi bintang tamu dalam acara tersebut. Sayang sekali, Lena tidak sempat melihat wajah wanita itu karena pelayan tadi tiba-tiba datang sambil memberikan selembar kertas yang berisi nominal uang yang harus Lena bayar.

"Apakah calon suami ada juga seorang dokter?"

"Saya ingin sekali mengatakan tidak. Tapi kenyataannya dia memang seorang dokter."

"Lalu, apakah calon suami anda tidak keberatan dengan kesibukkan anda yang menjadi seorang selebritis sekaligus menjadi seorang dokter?"

"Tentu saja tidak. Saya selalu menyampaikan satu hal kepadanya, biarpun kau adalah seorang dokter ataupun tidak, menolong orang yang membutuhkan adalah kewajibanmu sebagai manusia. Dan kesibukkan saya itu merupakan salah satu bentuk bantuan saya kepada masyarakat."

DEG!!!

Lena yang baru saja berdiri dari kursinya usai melakukan pembayaran, tiba-tiba merasa terkejut mendengar perbincangan di televisi itu. Jantungnya berdebar-debar sangat kencang. Berlahan ia melihat lagi televisi itu. 

"Terima kasih Nona Sia atas kesediaan anda untuk hadir di acara ini. Kami doakan semoga pernikahaan anda dapat berjalan dengan lancar."

"Terima kasih."

Lena terduduk kembali ke kursinya. Kali ini ia bisa melihat dengan jelas siapa bintang tamu dalam acara tersebut. Wajah cantik yang tersorot kamera televisi itu membuat tangan Lena gemetar tak terkendali. Ia meremas tangannya dengan kencang. Sial! Kenapa masih ada? Ia sudah melakukan banyak hal untuk menyingkirkannya, tapi kenapa ketakutannya itu masih terus menghantuinya?

Wanita itu menunduk. Wajahnya sangat pucat, keringat terus menetes dari pelipisnya. Rasa takut itu benar-benar membuat kedua kakinya melemah. Ia tak sanggup berdiri. Tapi ia harus pergi dari situ. Ia tidak ingin orang-orang melihatnya dalam keadaan buruk.

Dengan bantuan kedua tangannya yang menempel pada meja, Lena berusaha berdiri. Ia berjalan keluar kafe sambil membuka tasnya. Tesa. Ia harus segera menelepon sahabatnya itu. Hanya wanita itu lah yang bisa membuatnya kembali tenang.

Saat mencoba menelepon, tiba-tiba terdengar suara seseorang dari arah belakang Lena. Suara berat yang sangat ia kenali dan mungkin juga dirindukannya.

My Last YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang