Menikmati Rasa Sakit

5.7K 296 29
                                    

Setelah sarapan, Daniel ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, sedangkan Lena terduduk di depan sofa dengan sebuah undangan yang barusan ia dapatkan, di tangannya.

Tesa. Rupanya Wanita itu memutuskan akan menikah seminggu lagi. Sungguh tak terduga. Karena kesibukan Lena memikirkan Sandi, ia sampai lupa dengan temannya itu. Lena memang beberapa kali sempat mendengar rencana Tesa untuk menikahi pria berkebangsaan Singapura itu, namun ia tidak tahu kapan tanggal persisnya.

Sekarang yang ada di benak Lena adalah apa yang akan ia berikan kepada wanita itu? Lena mengambil buku tabungannya dan melihat nominal yang tertera di sana. Walau sudah bekerja di dua tempat dan menghemat biaya tempat tinggal, namun ia tetap tidak bisa mengontrol pengeluaran untuk biaya pengobatannya yang ia lakukan setiap bulan. Belum lagi uang makan dan perawatan tubuh serta biaya gaya hidup di Jakarta yang sangat banyak. Karena semakin tinggi jabatannya, maka semakin besar juga biaya gaya hidupnya. Apalagi Lena bekerja di dunia pertelevisian yang menuntutnya untuk tampil sempurna setiap saat.

"Kau sedang apa?"

Lena tersentak mendengar suara baritone yang tiba-tiba. Ia menengadah, melihat Daniel berdiri di dekatnya dengan handuk melilit rendah di pinggang pria itu. Air mengalir turun dari rambutnya yang sedikit basah dan berantakan.

"WAAA!!!! APA YANG KAU LAKUKAN!!!???" teriak Lena sambil menutup matanya dengan kedua tangannya.

Daniel mengernyit. "Ada apa denganmu?" tanyanya sambil mendekat. "Bukankah semalam kau sudah melihat semuanya?" ucapnya genit.

Lena merasakan tetesan air pada tangannya. Ia membuka matanya dan langsung beradu dengan mata Daniel. "WOOWW!!! Menyingkirlah kau tuan Arvaro!"

Bukannya menyingkir, Daniel justru duduk di sebelah Lena. Hal itu sontak membuat Lena terkejut dan marah. "Hey!!! Mengapa kau di sini?"

"Aku tahu menjawab pertanyaan dengan pertanyaan adalah keahlianmu, tapi bisakah menjawab pertanyaanku dulu?"

Lena menurunkan tangannya. "Aku mendapatkan undangan pernikahan dari Tesa," kata Lena, menjauhkan diri dari Daniel.

"Oh... Teman pengacaramu itu?"

Lena mengangguk. Ia mencoba untuk tidak terpengaruh dengan tubuh pria yang setengah telanjang di sampingnya itu.

"Lalu, mengapa kau membuka buku tabunganmu?" ucap Daniel sembari mengambil buku tabungan berwarna biru tersebut. Daniel melihat angka-angka yang tertera di sana dan terkejut karena saldo yang dimiliki oleh Lena sangatlah sedikit. Belum lagi uang yang hampir wanita itu ambil setiap bulan cukup besar.

"Apakah kau menggunakan uangmu untuk biaya hidupmu bersamaku?" tanya Daniel sambil meletakkan kembali buku itu.

"Benar."

"Untuk apa? Bukankah aku sudah memberikanmu kartu kredit dan kartu ATM milikku?"

"Banyak biaya yang harus aku bayar. Biaya makan dan pembayaran obat-obatanku. Lagi pula itu milikmu. Aku tidak mau bergantung dengan orang lain."

"Damn Lena! Kita sudah menikah selama berbulan-bulan dan kau masih menganggapku orang lain?"

"Ya... Benar... Tapi jika aku terbiasa untuk bergantung padamu, bagaimana jika kau mati? Aku pasti akan menjadi manusia yang terlantar."

Daniel menyipitkan matanya. Ia beringsut dan handuknya bergeser sedikit. Lalu ia menyeka rambutnya yang jatuh ke wajahnya sambil sesekali memijat keningnya.

Astaga, ini tak bagus! Lena bisa menangani dada Daniel yang terbuka, tapi bagaimana dengan pose pria itu saat ini? Ah! Begitu memikat. Sangat menggoda.

My Last YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang