Menikah dengan seorang dokter yang kaya raya? Pastilah impian semua wanita di muka bumi ini. Hidup mewah dan bergelimang harta. Apalagi calon suaminya adalah anak dari keluarga Alvaro yang sangat terkenal. Terhormat? Sudah pasti! Semua orang di dunia ini pasti akan menghormati wanita yang menjadi istri keluarga itu. Terpandang? Huh! Jangan ditanya. Tak akan ada satu orang pun yang berani melawan istri dari seorang Alvaro. Tapi itukah yang diinginkan Lena?
Brengsek! Jika kejadiannya seperti ini, itu justru membuktikan bahwa Lena adalah wanita yang gila kekuasaan dan harta. Ya. Bisa dibilang dia memang gila, namun kegilaannya itu bukan berarti harus dipenuhi oleh orang lain. Karena jika ia mendapatkannya dari orang lain, itu berarti ia tidak melakukan apapun juga. Tidak! Lena tak suka itu. Itu sangat melukai harga dirinya. Semua harus ia raih dengan tangannya sendiri.
"Hallo, Selamat Siang," ucap Lena kepada orang diseberang telepon.
"Bisakah kita bertemu?"
Lena menarik ponselnya dari telinganya. Ia menyeringai melihat nama yang tertera di layar ponselnya itu.
"Baiklah Nyonya. Di mana saya harus menemui Anda?"
"Akan aku kirimkan alamatnya. Datanglah dalam 15 menit. Aku yakin kau adalah orang yang tepat waktu."
"Baik. Sesuai keinginan Anda, Nyonya."
Berberapa detik kemudian, Lena mendapatkan pesan dari Sang Nyonya. Lena keluar dari gedung kantornya dan mencegat sebuah taksi. Ia masuk dan memberikan alamatnya kepada sang supir taksi.
Setelah tiba di depan sebuah cafe, Lena tak langsung masuk ke dalam. Ponselnya berbunyi lagi. Dan kali ini ia tidak mengetahui siapa pemilik nomor tersebut.
"Selamat Siang."
"Selamat Siang Nona Arlena. Saya Romi, asisten Tuan Daniel."
Lena tercengang mendengar suara si penelpon. "Iya, ada apa Pak Romi?" tanya Lena sopan.
"Tuan ingin bertemu dengan Anda, Nona. Ini terkait pemberitaan yang dimuat di koran Cahaya."
"Baiklah Pak. Tapi saya sedang berada di luar kantor."
"Tidak masalah Nona. Saya bisa menjemput Anda. Bisakah Anda mengirimkan alamatnya?"
"Baik, Pak. Akan saya kirim."
"Terima kasih, Nona. Selamat Siang."
"Selamat Siang, Pak."
Lena menutup sambungan teleponnya. Ia membuka pesan yang dikirim oleh mantan majikannya dan langsung mengirim pesan itu lagi ke Romi tanpa memeriksa isinya. Setelah terkirim, ia berjalan ke kursi di mana Sang Nyonya tengah menikmati tehnya.
"Ada apa Nyonya?" ucap Lena tanpa basa-basi. Ia duduk di hadapan wanita paruh baya itu.
Sang Nyonya meletakkan kembali cangkirnya ke atas meja. "Seperti biasa. Wanita yang tidak punya tata krama," ujar wanita itu sarkartis.
Lena hampir terbahak, meski sebenarnya ia merasa perkataan wanita itu membuatnya kesal. "Saya diajarkan sopan santun yang cukup, Nyonya. Itulah mengapa saya masih memanggil Anda dengan sebutan Nyonya." Lena menyandarkan punggungnya. "Sudahlah. Saya sedang tidak ingin berdebat. Apa yang Anda inginkan dari saya?"
"Ini..." Mantan majikan Lena itu melemparkan sebuah map ke depan meja Lena.
"Apa ini?"
"Surat peralihan hak kepemilikan tanah."Kening Lena berkerut. Ia mengambil map itu dan membukanya. Isi dari map itu adalah surat pernyataan pemindahan kepemilikan tanah di wilayah Lampung atau lebih tepatnya tanah milik keluarganya dulu.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Last Yesterday
Romance(Novel ini adalah novel dewasa yang memuat adegan-adegan dewasa pula. Dimohon kebijaksanaan pembaca yang ingin membacanya!) Masa lalu yang kelam dan dendam yang membara membuat seorang wanita begitu ambisius ingin menjadi seorang dokter. Namun takdi...