Bertemu Lagi?

5.5K 332 11
                                    

Semua wartawan dari berbagai institusi dan aliansi saling berbincang asyik. Tak terlihat kecanggungan di antara mereka. Nampak sekali jam terbang para wartawan di ruangan itu jauh lebih tinggi dibanding dengan Lena. Literasi mereka tentang sebuah kasus sangat banyak. Pandangan mereka tentang suatu masalah pun sangat dinamis, terutama tentang pelantikan presiden Indonesia yang baru-baru ini telah berlangsung.

Sebenarnya Lena menempati tempat istimewa dalam pertemuan itu. Posisinya yang menggantikan Pak Adam memberikannya akses untuk berkomunikasi ke beberapa wartawan. Tapi tetap saja, Lena merasa asing. Ia sedikit merasa tak nyaman. Ia masih terganggu dengan bisik-bisik beberapa wartawan yang membicarakannya.

Untung saja, pertemuan itu tak berlangsung lama karena dua jam kemudian, Lena telah keluar dari ruang pertemuan. Lena bersyukur dapat melewati rapat penting itu dengan lancar.

Langit siang sangat cerah. Tak tampak awan hitam yang selalu menghiasi langit Bandar Lampung, seperti belakangan hari ini. Yang ada hanya awan-awan putih yang bergerombol dan saling bergantian untuk menutupi sang raja siang.

Lena menutupi kepalanya dengan topi. Ia melangkah dari hotel dan menaiki sebuah BRT (Bus Rapid Transit). Dulunya ia tak pernah melihat bus dengan infrasuktur sebaik itu. Penuh AC dan tempat duduk yang nyaman. Lena sangat ingat bagaimana kakaknya dulu selalu mengeluh kepanasan dan merasa tak nyaman jika menaiki angkutan umum.

Setelah kondektur menyebutkan nama tempat yang sama dengan tempat tujuan Lena, wanita itu turun di sebuah pemberhentian bus. Kemudian ia berjalan pelan.

Lena mencoba mencari hal yang sama dan tak berubah dari kota di ujung Sumatera itu, namun hingga detik itu tak kunjung ia temukan. Semua yang ada di kota itu telah berubah secara drastis. Lima belas tahun Lena meninggalkan kota Bandar Lampung dan sekarang semua sangat berbeda.

Lena memasuki sebuah mall yang baru dibangun di daerah itu. Lalu ia memasukki sebuah kafe.

Lena masih terdiam, duduk di kursi sembari menatap setiap wajah yang berlalu-lalang di depannya. Sesekali ia memeriksa ponselnya untuk mengetahui ada atau tidaknya pesan Facebook di ponselnya.

Di meja nomor 10 ya teman-teman!

Pesan seseorang di group Facebook Lena. Nama group itu adalah Alumni SD N 1 Merpati. Agak aneh memang. Karena Lena hanya dua tahun bersekolah di SD itu, namun ia justru menjadi admin dari group itu.

"Lena!!!" seru teman-teman Lena memanggil wanita itu. Mereka menyambut Lena dengan gembira. Mereka mengerumuni Lena dan bertanya-tanya mengapa selama belasan tahun, wanita itu tak mengunjungi kota kelahirannya itu. Mengapa wanita itu tidak memberikan kabar kepada mereka? Mengapa wanita itu tidak muncul di siaran televisi lagi? Bla....Bla...Bla....

Lena jengah. Bukan karena ia tak acuh dengan teman-temannya, tapi Lena tahu arah pembicaraan mereka. Lena paham sekali dengan basa-basi yang sering digunakan di Indonesia. Ia juga sangat paham sifat-sifat teman-temannya. Ujung-ujungnya mereka hanya ingin menghina dirinya.

Benar. Beberapa detik kemudian, teman-temannya itu tiba-tiba saja ramai membicarakan tentang berita pemecatan Lena. Mereka berkata bagaimana Lena bisa bertindak tidak profesional dan memberikan kabar palsu kepada masyarakat? Bagaimana Lena bisa mencoreng nama baik sekolah mereka? Bagaimana Lena bisa membuat malu daerah kelahirannya itu? Dan masih banyak lagi.

Huh! Yang Benar saja. Giliran kejadiannya seperti ini, mereka selalu memojokkan Lena dan menuntutnya untuk melakukan ini dan tidak melakukan itu. Tapi ketika Lena berjuang meraih popularitasnya, tak satupun dari mereka yang peduli. Bahkan mereka hanya berkontribusi untuk memberikan beban kepada wanita itu.

Lena hanya terdiam mendengar nasihat-nasihat basi dari teman-temannya. Ia sama sekali tak mau membuka suara. Ia sudah malas menjelaskan kebenarannya. Toh, nyatanya tak akan ada yang mau mendengarkannya. Jadi, biarlah mereka puas dengan imajinasi mereka sendiri.

Lena juga tak menyalahkan teman-temannya. Mereka hanya menonton televisi tanpa memahami apa yang mereka tonton. Suguhan dari serangkaian warna, pola dan gerakan serta suara yang mungkin bisa saja menipu mereka. Musik, lagu, nada dan ucapan yang ditampilkan di televisi akan melekat dalam pikiran mereka, terus berdengung selama beberapa jam, beberapa hari, bahkan beberapa minggu. Tak jarang banyak diantara mereka yang sampai menghapal lirik perbaitnya bahkan mereka dapat dengan mudah membuat reka ulang sebuah adegan secara detail. Begitu juga dengan berita. Apalagi berita fenomenal yang kontroversial. Tentu mereka akan mengingatnya dan terus membicarakannya.

"Aku izin kembali ke hotel teman-teman. Atasanku telah menagih laporan untuk hari ini," ucap Lena tiba-tiba. Ia sama sekali tidak berbohong. Pak Adam memang menagih laporan acara hari ini, namun atasannya itu tidak memintanya sekarang. Wanita itu hanya menggunakan laporan untuk Pak Adam sebagai alasannya menghindari pertanyaan bertubi-tubi dari teman-temannya. Lagi pula ia juga tidak terlalu suka acara reunian seperti itu. Ia datang hanya ingin menunjukkan bahwa dirinya bukanlah seorang pecundang, seperti yang selalu mereka ucapkan dulu, ketika mereka masih duduk di bangku kelas satu SD.

Lena keluar dari mall besar itu dan kembali memakai topinya. Lena mengernyitkan keningnya setelah melihat banyak orang berbondong-bondong di jalan raya. Mereka seperti mengelilingi sesuatu.

Dengan penasaran Lena berjalan menuju kerumunan itu. Lena terkejut melihat seorang pemuda tengah terkapar di jalan raya dengan tubuh bersimbah darah. Lena mendekati pemuda. Ia meminta warga untuk menghubungi ambulan dan polisi. Setelah itu ia membuka helm yang menutupi kepala pemuda itu. Ia membaringkan pemuda itu ke atas aspal.

Dengan berlahan Lena memeriksa denyut jantung dan hembusan napas pemuda itu. Ia terkejut ketika ia tidak merasakan hembusan napas atau pergerakan dada pemuda itu. Lena tak berpikir panjang. Ia harus melakukan langkah pertama untuk menyelamatkan pemuda itu.

Walau sedikit ragu, namun Lena tetap akan melakukannya. Ia berlutut di sampung leher dan bahu pemuda itu. Lalu ia meletakkan satu telapak tangannya di atas dada bagian tengah, sedangkan telapak tangan satu lagi ia letakkan di atas tangan pertamanya. Lena mulai menekan dada pemuda itu. Namun, Lena tak juga melihat tanda-tanda pergerakkan dari pemuda itu.

Keringat tiba-tiba saja mengucur deras dari kening Lena. Ia memulai lagi namun hasilnya tetap sama. Wanita itu mulai panik. Tangannya sudah melemah dan mulai gemetar.

"Jangan dilepas!" Seru seorang pria dari belakang tubuh Lena. Pria itu meletakkan kedua telapak tangannya di atas tangan Lena. Kemudian ia menekan dada pemuda itu.

"Kemarikan tasmu," ucapnya lagi kepada Lena. Wanita itu mengambil tasnya dan menyerahkan tas itu kepada pria itu. Selanjutnya pria itu meletakkan tas Lena di tengkuk pemuda itu sehingga membuat kepalanya mendongak dan dagunya terangkat. Lalu ia memberi napas buatan kepada pemuda itu. Setelah melakukannya beberapa kali, pemuda itu akhirnya memberikan reaksi. Ia kembali bernapas dan jantungnya kembali berdenyut.

Beberapa saat kemudian, ambulan telah datang. Para perawat langsung mengangkat pemuda itu ke dalam mobil ambulan. Lena bisa bernapas lega. Jujur ini baru pertama kali terjadi. Ia memang sudah mempelajari teknik CPR beberapa kali, namun baru kali ini ia menerapkannya secara langsung.

"Hei... Kau juga harus ikut," ucap pria itu menarik Lena.

"Kenapa? Kenapa aku juga harus ikut?"

Pria itu tak menjawab. Ia hanya terus menarik Lena dan membawanya ke dalam ambulan.

"Pegang ini dan cari tahu identitas korban. Lalu, cepat hubungi keluarganya." Pria itu berkata sesukanya sambil menyerahkan sebuah dompet kepada Lena, hingga membuat wanita itu tercengang. Bagaimana bisa ia memerintahnya seperti itu?

"Tenanglah. Dia sudah tidak apa-apa..." ucap pria itu sambil memegang tangan Lena sebentar. Kemudian ia kembali fokus memeriksa kondisi pemuda itu.

Lena sungguh terkejut bukan main. Pertama ia terkejut karena pria itu bisa mengetahui bahwa dirinya masih cemas dan tangannya masih gemetar. Kedua ia terkejut karena pria itu menyentuh tangannya tiba-tiba. Ketiga karena tiba-tiba saja, tangannya berhenti gemetar. Dan yang terakhir dan membuat ia sangat terkejut adalah, ternyata pria itu adalah dokter yang ia temui beberapa hari lalu di Bandung. Sungguh! Sedari tadi Lena tak menyadari bahwa pria itu adalah Dokter Daniel.

XXXX

Sedikit bingung dgn part ini karena terganggu dgn proyek novel sebelah... hehehe... Tapi semoga tetap bisa nyambung...

Jangan lupa comment dan votenya ya.. Danke... 😘

My Last YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang