Tawaran

5.2K 329 5
                                    

Lena keluar dari taksi. Ia menggunakan dress biru pendek berbahan satin yang membalut tubuhnya dengan indah. Ia tidak memoles wajahnya dengan riasan make-up yang glamor karena dengan wajah sederhananya justru akan menawan setiap pria yang melihatnya. Lena tersenyum senang. Ia sudah lama tidak memakai pakaian seperti itu. Terakhir kali ia memakainya enam bulan yang lalu, tepat saat insiden itu belum terjadi.

Dengan penuh percaya diri Lena memasuki ruangan mewah di salah satu hotel berbintang lima di Bandung. Ia tak menduga undangan yang diberikan dokter Daniel adalah undangan untuk kelas elit. Terbukti dengan sapaan dan penghormatan yang berlebihan dari para penyambut tamu ketika wanita itu menunjukkan kartu berwarna emas itu.

Mata Lena menyusuri semua orang yang ada di sana. Acara amal itu sangat elegan dan mewah. Tidak hanya para dokter dari Indonesia, namun dokter-dokter luar negeri juga ada di sana. Beberapa orang sempat Lena kenali karena ia pernah beberapa kali mewawancari mereka.

Lena mulai beraksi. Ia menggunakan kamera ponselnya untuk mengambil kejadian-kejadian yang menurutnya penting, sampai tiba-tiba ia menghentikan kegiatannya. Wanita itu melihat orang yang ia cari-cari. Ternyata Sang Dokter sedang berbincang-bincang dengan beberapa orang.

Pakaian Sang Dokter terlihat sederhana namun berkelas. Daniel selalu mempertimbangkan apa yang ia gunakan secara matang. Ia tidak ingin memunculkan kesan bahwa ia adalah anak dari konglomerat dunia yang menghabiskan uang orang tuanya untuk hidup bermewah-mewahan, walau kenyataannya ia memang tidak seperti itu.

Lena memandang pria itu tajam-tajam, seakan hendak merekam wajah pria yang menawarkan pernikahan konyol itu kepadanya. Pada saat yang sama, Daniel juga tengah memandang sekelilingnya dan pandangannya terhenti pada seraut wajah cantik yang menatapnya dengan tajam dan menusuk.

Lena langsung menolehkan pandangannya ke arah lain. Wanita tidak ingin bersitatap dengan pria yang telah melukai harga dirinya.

"Aku kira kau akan menggunakan seragam wartawanmu, Nona." Daniel menyapa Lena. "Apa kau menikmati pestanya?"

"Beri aku alasan mengapa aku bisa menikmati pestamu?" ucap Lena, alisnya berkerut tajam.

Belum sempat menjawab, seorang pria tua yang memegang tongkat besi berkepala singa berwarna emas datang menghampiri Daniel.

"Terima kasih atas kemurahan hati Anda, Mr. Alvaro. Segala sumbangan Anda sangat berharga bagi kemajuan rumah sakit kami di Indonesia."

"Anda tidak perlu mengucapkan terima kasih kepada saya, Pak. Semua yang ayah, kakak dan saya lakukan semata-mata hanya untuk membantu kesehatan masyarakat Indonesia." Daniel berkata tulus. Tak ada kesombongan dari nada bicaranya.

"Saya tetap berterima kasih, Mr.Alvaro. Semoga Alvaro Group dan Alvaro Corp bisa tetap berjaya."

"Terima kasih, Pak."

Ada satu fakta yang baru Lena ketahui. Ternyata pria yang ada dihadapannya adalah anak kedua dari pemilik Alvaro Group dan adik dari pemilik Alvaro Corp -perusahaan milik Elden. Lena tidak terlalu mengikuti dunia bisnis, namun ia tahu bahwa perusahaan-perusahaan itu adalah perusahaan terbesar di dunia.

Lena memang tahu nama lengkap pria itu, Daniel Berdy Alvaro. Tapi ia sama sekali tidak mengetahui bahwa Alvaro yang ada di belakang namanya adalah Alvaro yang itu. Karena, baik Tuan Alvaro maupun Tuan Elden sendiri tidak pernah membicarakan tentang anggota terakhir di dalam keluarga mereka kepada awak media.

"Ternyata kau adalah anak kedua dari keluarga Alvaro yang kaya raya itu," ucap wanita itu setelah melihat pria paruh baya itu berjalan menjauhi mereka.

Daniel mengangguk. Mengambil secangkir wine dan menyerahkannya pada Lena. Namun wanita itu menolak.

"Lalu, mengapa kau melarangku menyematkan nama keluargamu disesi wawancara kita beberapa waktu lalu?" ucap Lena sambil mengambil orange juice yang ditawarkan oleh pelayan.

My Last YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang