Aku Tidak Gila!

4.2K 264 13
                                    

"Kalau begitu, Lena saja yang berangkat ke Jepang," usul rekan kerja Lena saat mereka tengah mengadakan rapat darurat antar divisi.

"Mengapa saya pak?"

"Bukankah di sini hanya ada 5 jurnalis yang fasih berbahasa Jepang? 3 orang sedang berada di Eropa sedangkan Lucy sedang hamil 7 bulan. Jadi, satu-satunya hanya dirimu?"

"Tapi pak, bagaimana dengan Berita Siang?"

Sang produser angkat bicara, "Saya sudah menyiapkan presenter lain. Kau tidak perlu khawatir."

Seorang lagi berbicara kepada Lena, "Bagaimana Lena? Kau hanya perlu membuat berita feature bagaimana pola hidup masyarakat Jepang hingga WHO menempatkan Jepang sebagai negara dengan angka harapan hidup tertinggi di dunia."

Lena memandang semua orang di ruang rapat itu, lalu ia menghembuskan napasnya. Sepertinya ia tidak mempunyai pilihan. "Baiklah Pak. Saya akan ke sana."

Alasan utama Lena tidak ingin ke Jepang, selain karena pekerjaan utamanya sebagai presenter, adalah Lena tidak ingin bertemu dengan Daniel di sana. Dua hari yang lalu pria itu mengajaknya dan Lena telah menolaknya dengan tegas.

Hari ini Lena berangkat ke Jepang. Sesampainya di Bandara Haneda, Lena dijemput oleh kru-kru yang sudah berada di sana untuk melakukan riset awal. Selanjutnya mereka langsung menuju ke tempat penginapan untuk briefing.

Dua hari Lena habiskan untuk melakukan shooting di beberapa daerah, akhirnya hari ini dan tiga hari ke depan, Lena memiliki waktu untuk berlibur sambil menunggu hasil penyuntingan dari editor.

Dan sekarang Lena menghabiskan waktunya di perpustakaan Tokyo Daigaku (University of Tokyo), salah satu perpustakaan terbesar di Tokyo. Di sana ia membaca Waka —salah satu bentuk puisi pendek Jepang yang sudah ada sejak zaman Asuka dan zaman Nara (akhir abad ke-6 hingga abad ke-8) dan Manyoshu —kumpulan puisi tertua di Jepang dari abad ke-7 hingga pertengahan abad ke-8.

Dulu, sewaktu berada di Amerika, Lena suka belajar huruf Hiragana, huruf Katakana dan huruf Kanji dari teman-temannya yang juga memberikannya akses untuk bisa masuk ke beberapa perpustakaan di Jepang. Oleh sebab itu ia bisa membaca Waka dan Manyoshu, walaupun tidak begitu lancar.

Lena benar-benar suka berada di sana hingga ia lupa bahwa hari telah malam. Ia segera menaiki taksi untuk menuju ke kamar hotelnya. Baru hendak tidur, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar hotel Lena. Awalnya wanita itu mengira bahwa itu mungkin salah seorang rekan kerjanya, tapi ternyata ia tak menyangka di balik pintu itu adalah berdiri seorang pria, Daniel. Pria itu tiba-tiba datang, ia berada di depan pintu kamar Lena dan dalam keadaan mabuk. Lena bisa mencium bau whisky dalam jarak segitu.

"Sayang..." racau Daniel. Ia langsung memeluk Lena.

"Lepaskan aku. Kau mabuk." Lena meronta dan berusaha melepaskan pelukan Daniel.

"Setidaknya biarkan aku masuk. Semakin lama aku berada di sini, maka semakin membuat orang-orangmu di sekitar sini akan curiga."

Meskipun dalam keadaan mabuk akibat minuman yang ditenggaknya, tapi apa yang dikatakan Daniel memang benar. Lena tidak punya pilihan lain sekarang. Ia mendorong tubuh Daniel dan membopongnya dengan terhuyung-huyung masuk ke dalam kamarnya.

Lena membaringkan Daniel ke atas tempat tidurnya. Berulangkali ia menahan napasnya karena ia benar-benar tidak suka bau minuman alkohol.

Lena duduk di samping ranjangnya dan terdiam. Ia memandangi wajah Daniel yang sedikit pucat. Belum lagi, bajunya sangat berantakan. Lena memang belum begitu mengenal Daniel. Tapi hidup beberapa bulan bersama pria itu membuatnya sedikit mengetahui kepribadian Daniel. Pria itu tidak lemah terhadap minuman berakhol. Ini bisa dibuktikan dengan adanya beberapa botol vodka di apartemen mereka. Dan juga, dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Lena sering mendapati Daniel sedang mengecap wine. Lalu apa yang membuat pria itu bisa tumbang seperti itu?

My Last YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang