Terkejut

4K 257 10
                                    

Jam di tangannya menunjukkan pukul delapan pagi. Sudah satu jam lebih Lena berkutat dengan lembaran Microsoft Word di laptopnya. Jari-jemarinya sibuk mengetikkan kata-kata yang mengalir begitu saja dari pikirannya.

Kring...kring...kring...

Suara ponsel Lena berbunyi. Wanita itu menghentikan kegiatannya, melirik ke ponselnya dan mengangkat panggilan telepon itu.

" Selamat Pagi Reza," sapa Lena kepada orang yang berada di ujung panggilan.

"Len, kau di mana? Jangan lupa hari ini ada breafing untuk acara road show ulang tahun Sejatera TV," ujar Reza panjang.

"Ah iya. Aku segera ke sana. Terima kasih informasinya."

"Cepat ya!"

"Siap!"

Lena mematikan panggilannya. Ia juga mematikan layar laptopnya dan memasukkannya ke dalam tasnya. Lena benar-benar membenci saat-saat seperti ini. Saat-saat di mana ia sedang asyik menulis beritanya, tetapi harus terganggu dengan pekerjaannya yang lain. Sungguh! Kedua pekerjaannya ini benar-benar tidak bisa diajak bekerja sama.

Lena hendak menyeruput susu dari cangkir yang terletak di atas meja. Sudah habis. Sial! Lena belum sarapan pagi ini. Pastinya wanita itu tidak akan makan bersama dengan pria yang sudah melukai harga dirinya. Tidak akan pernah. Camkan itu!

Lena mengambil tasnya dan berjalan ke arah kasir. Ia memesan segelas cappucino kepada pelayan di sana dan mengeluarkan dua lembar uang sepuluh ribu rupiah. Setelah mendapatkan cappucinonya, ia bergegas menuju ke mobilnya. Beruntung sekali ia karena kafe yang ia pilih hanya berjarak sepuluh menit dari kantor Sejahtera TV.

"Selamat Pagi Mbak Lena," ujar seorang office girl saat melihat Lena yang sedang menekan kartu identitasnya di atas mesin presensi karyawan.

"Selamat Pagi Mbak Nana," sapa Lena kepada wanita itu.

"Mas Reza sudah di studio tiga Mbak."

"Oh, mereka sudah di studio?"

"Iya Mbak. Mau saya bantu untuk membawakan tas Mbak Lena ke ruangan Mbak?" tawar Nana sambil meraih tas yang sedang dipegang oleh Lena.

"Terima kasih ya Mbak," ucap Lena dengan tulus.

"Iya Mbak. Sama-sama."

Usai mengisi presensi, Lena segera menuju lift untuk pergi ke studio tiga yang berada di lantai tiga di gedung tersebut.

Ting

Pintu lift terbuka. Lena keluar dari lift itu sembari menyeruput cappucinonya Ia membuka pintu studio tiga dan berjalan menuju pintu studio tersebut.

Ugghhuuukk!!!

Lena tersedak karena terkejut. Jantungnya berdegup kencang dan ia terpaku melihat seorang wanita yang berada di tengah-tengah kerumunan kru di studio itu.

Benarkah dia ada di sana?

Pikir Lena bertanya-tanya. Ia terus berdiri mematung sampai salah seorang kru menarik tangannya untuk mendekat ke kerumunan di sana.

Melihat wanita yang berdiri itu membuat Lena merasakan kepedihan itu, kesakitan itu, amarah itu, dan dendam itu lagi. Seolah kejadian itu tak ingin beranjak dari ingatannya. Sungguh ini sangat menyiksanya. Ketakutan itu terus mengikutinya, merasuk ke dalam tubuhnya seakan ia adalah malaikat pencabut nyawa yang harus membuat Lena mati.

Apa yang harus ia lakukan? Lena benar-benar ingin terbebas dari rasa sakit ini, dari dendam ini.

Lena tidak bisa menggambarkan lagi betapa ketakutannya dia melihat sosok wanita itu. Sia. Wanita yang ada di masa lalunya yang kelam.

My Last YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang