(POV Author)
Klek
Lena membuka pintu apartemennya. Ia masuk ke dalam apartemennya dan menutup pintu itu. Ia berjalan menuju rak sepatu dan melepaskan sepatunya. Lalu Lena menekan saklar yang ada tak jauh dari rak sepatu dan menghidupkan lampu tengah apartemennya.
Klik
Cahaya dari lampu menerangi ruangan apartermen yang memiliki ukuran keseluruhan 49 m² itu. Lena berjalan mendekati sofa yang ada di tuang tamu. Ia meletakkan tas ke atas sofa, membuka blazer coklatnya dan menaruhnya di atas tasnya. Kemudian ia menghidupkan radio yang ada di sudut ruang tamu. Dan dengan malas, Lena berjalan ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya.
Pendengar, hari ini Komisi Pemilihan Umum memulai pelaksanaan kampanye umum pemilihan legislatif. Terdapat 15 pimpinan partai politik peserta Pemilu 2014 melakukan deklarasi kampanye damai di Monas. Penandatanganan deklarasi....
Klik
Lena mematikan radio. Berita politik sangat membuat ia pusing. Tidak di tempat kerja. Tidak di tempat makan. Tidak di halte bus. Semua bicara politik. Seolah-olah mereka adalah ahli politik atau paranormal yang bisa memprediksi partai mana dan siapa presiden Indonesia kelak.
Huh! Sudah cukup!
Lena menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Ia melihat jam yang menempel di dinding bercat biru yang ada di samping ranjangnya. Sudah pukul 23.39 rupanya. Pantas saja tubuh Lena terasa letih.
Lena mematikan lampu yang ada di atas nakasnya. Ia harus tidur sekarang. Benar-benar harus tidur. Jika ia tidak memanfaatkan waktu ini untuk tidur, ia tidak akan sempat untuk tidur lagi.
Kring!!! Kring!!! Kring!!!
Lena terbangun. Tangan kirinya meraba-raba sumber suara. Setelah mendapatkannya, ia mendekatkan benda itu ke depan wajahnya.
"Shit!!!" teriaknya yang membuat ruang kamarnya bergema. Dengan cepat ia meletakkan jam weker itu kembali ke tempatnya dan merapikan tempat tidurnya. Lalu ia berjalan ke arah dapur. Menghidupkan kompor dan meletakkan teflon di atasnya. Sambil menunggu, Lena berjalan menuju kamar mandi. Mencuci wajahnya dan menyikat sederetan gigi-giginya yang putih.
"Selalu saja seperti ini" keluh Lena. Ia baru saja menyelesaikan sarapannya. Sarapan yang hanya dipenuhi dengan segelas susu dan sepotong roti lengkap dengan telur goreng yang sedikit gosong di atasnya.
Lena kini duduk di depan cermin riasnya. Ia melirik jam tangan yang bersembunyi di lengan baju kemeja putihnya. Jam 6 pagi. Ia hanya punya waktu 15 menit untuk berdandan.
Dengan cekatan, Lena mulai merias wajahnya dengan alat-alat rias yang ia miliki. Melepas gelung rambutnya dan menyisirnya berlahan. Ia melihat penampilannya di depan cermin. Wajah cantik Indonesia yang sangat sempurna.
Eiiittt!!!! Tunggu dulu!!!
Lena meneliti lagi bentuk wajahnya. Ia terkejut melihat sesuatu di wajahnya. Ia tak menyangka bahwa sekarang ia memiliki kantong mata tebal. Bahkan lebih tebal dari beberapa hari yang lalu. Mungkin saja kantong itu menjadi petanda sesungguhnya ia sangat lelah dengan aktivitasnya.
Lena kembali duduk di depan meja riasnya. Ia menggambil alat riasnya lagi. Dengan menggunakan concealer yang ia oleskan di ujung jarinya, Lena dengan pelan-pelan membubuhkan concealer itu pada area kantong matanya. Setelah ia rasa cukup, kemudian ia menutup jerawat kecilnya dengan rambut blonde kecoklat-coklatan ikalnya yang ujungnya sering tergerai ke depan.
Perfect!
Lena beranjak dari kamarnya menuju ruang tengah. Ia mengambil sepatu pantovel hitamnya dan mengenakannya.
Lena melirik jam tangannya, "Sial!!!"
Lena mengambil tasnya, bergegas keluar dan menutup pintu apartemennya. Dengan sedikit berlari, Lena menyusuri blok-blok apartemen dan perumahan serta perkampungan kumuh. Ia selalu merutuki dirinya yang memilih apartemen terlalu jauh dari halte bus.
Sambil menunggu bus, Lena memakai blazer nya. Tak lupa, ia juga mengenakan masker dan kaca mata. Selain untuk mengatasi polusi, hal itu ia lakukan guna menghindari serbuan masyarakat yang akan mengenali siapa dirinya.
XXXXXXXX
Seorang crew mendekati meja kerja Lena, "Mbak, ini naskah untuk acara talk show off air nanti jam 3 sore."
"Sudah kau periksa?"
Crew itu mengangguk, "Sudah Mbak"
Lena mengambil naskah itu, "Terima kasih" ucapnya singkat.
"Saya permisi, Mbak" kata Crew itu kemudian ia melangkahkan kakinya hendak keluar dari ruangan.
"Emm... Meta" Perkataan Lena sukses membuat langkah crew itu terhenti.
"Ya Mbak?"
"Sehabis makan siang, saya akan berada di luar. Jika Pak Satria mencari saya, tolong kau sampaikan saya ada di taman"
"Baik, Mbak"
Lena kembali ke aktivitasnya di belakang layar. Sebagai pimpinan redaktur bidang kriminal, pekerjaannya cukup menguras energi. Ia harus memastikan bahwa data-data yang diberikan oleh jurnalis harus valid dan faktual. Jika data-datanya sudah benar, ia baru memberikan berita itu kepada presenter berita.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, ia keluar dari kantor. Ia membeli makanan yang ada di warung dekat kantornya dan membawa makanannya ke taman. Ia duduk di bangku taman itu sambil menghabiskan makanannya.
Teng!!! Teng!!! Teng!!!
Suara lonceng sekolah berbunyi. Siswa-siswi sekolah dasar yang terletak di samping taman, berhamburan keluar. Sebagian dari mereka berlari menuju tempat parkir untuk bertemu orang tua atau orang yang disuruh untuk menjemput mereka. Sebagiannya lagi lebih memilih untuk bermain di taman sambil menunggu untuk dijemput.
Lena melihat aktivitas yang dilakukan anak-anak itu dengan antusias. Bagi dirinya, keceriaan anak-anak itulah yang memberikannya sedikit hiburan. Karena menurut Lena, anak-anak itu masih sangat polos. Mereka menangis karena terjatuh dan tertawa karena hal lucu. Tidak seperti orang-orang dewasa yang ia kenal. Yang terkadang menangis disaat orang lain bahagia atau justru tertawa disaat orang lain terluka.
Lena menarik nafas dan menghembuskannya. Ia memandang sebuah pohon besar di tengah taman. Pohon tempat di mana anak-anak SD itu duduk dan bermain. Tapi diantara semua anak, hanya dua anak saja yang paling mencuri perhatian Lena. Kedua anak itu adalah laki-laki dan perempuan. Hanya mereka yang tidak bermain dengan anak-anak lain. Tubuh kedua anak itu berkeringat dan mereka terlihat panik. Sang anak laki-laki sedang meniup luka dilutut sang anak perempuan sambil mengipas-ngipasnya dengan buku. Sedangkan, anak perempuan itu, sedang menggigit bibirnya sambil menahan air matanya untuk tidak terjatuh.
Lena terenyuh. Ia seperti melihat bayangan dirnya. Melihat masa lalunya bersama teman masa kecilnya.
¢¢¢¢¢¢¢¢¢¢¢¢¢¢¢¢¢¢
Haii...
Rencananya novel ini akan terbit setiap hari sabtu... Eh tapi tergantung situasi deng... 😋😋😋Don't forget to vote and comment...😊
Danke 😚

KAMU SEDANG MEMBACA
My Last Yesterday
Romansa(Novel ini adalah novel dewasa yang memuat adegan-adegan dewasa pula. Dimohon kebijaksanaan pembaca yang ingin membacanya!) Masa lalu yang kelam dan dendam yang membara membuat seorang wanita begitu ambisius ingin menjadi seorang dokter. Namun takdi...