Lena sudah siap dengan pakaiannya. Sejak semalam Sandi terus menghubunginya dan mengatakan bahwa ia ingin bertemu dengan Lena. Wanita itu senang. Ia tidak bisa memungkiri rasa rindu yang membucah saat mendengar suara pria itu. Saat ini yang ia nantikan adalah kepulangan Daniel setelah semalam ia tidak pulang. Tadi ia sudah menghubungi Romi, dan pria itu mengatakan bahwa Daniel sedang dalam perjalanan menuju apartemen mereka.
Lena sedang sibuk dengan cappucino dan ponselnya di ruang makan hingga ia tidak menyadari bahwa Daniel sudah berada di ruang tamu. Saat Daniel menghidupkan televisi, barulah Lena menyadari keberadaan pria itu.
"Daniel, aku ingin meminta sesuatu darimu," ujar Lena tanpa basa basi. Ia berdiri tidak jauh dari tempat pria itu duduk.
"Kau ingin meminta kartu identitasmu ?" kata Daniel lemah.
Dahi Lena berkerut. Sebenarnya bukan itu yang ia minta. Yah... Lena mengakui bahwa ia sangat ingin kartunya kembali. Tapi yang ia minta saat ini adalah kebebasannya keluar dari apartemen Daniel yang dijaga ketat oleh pengawal pengganti Romi.
"Ya! Tapi..." Belum selesai Lena melanjutkannya, Daniel langsung memotongnya. "Aku akan memberikannya sekarang." Ia memeriksa saku jas yang terletak di samping sofa dan membuka dompetnya.
Lena sedikit terkejut. Ia memperhatikan Daniel dengan seksama. Ada yang aneh dengan pria itu. Tidak hanya sikapnya, tapi juga tampilannya. Pria di hadapan Lena saat ini tidak terlihat seperti Daniel. Lena tidak pernah melihat sang dokter tampil dengan sisiran dan pakaian kurang sempurna sebelumnya. Meskipun Daniel berada di apartemennya dan dalam keadaan santai, pria itu tetap terlihat sangat rapi.
Namun sekarang berbeda. Lengan kemejanya tergulung hingga ke siku. Kancing atas kemejanya tidak terpasang. Dan yang paling menggoda Lena untuk terus melihat Daniel adalah rambutnya yang berantakan. Awut-awutan dan tak berbentuk.
"Kemarilah," kata Daniel membuyarkan isi pikiran Lena. Wanita itu waspada. Ia bersikap sangat hati-hati, melangkahkan kakinya dan berdiri dengan penuh percaya diri di hadapan Daniel.
"Kemarilah dan ambil kartumu," kata Daniel sambil menepuk-nepuk pahanya. Kemudian ia menyelipkan kartu identitas Lena di belakang tubuhnya.
Lena menghembuskan napasnya. Walau sedikit kesal karena merasa dipermainkan, tapi ia tetap melakukan apa yang dikatakan oleh pria itu. Ia duduk di pangkuan Daniel dan membuat kedua matanya sejajar dengan mata Daniel. Bahkan bibir merekapun sangat dekat.
"Kau boleh mengambilnya," tutur Daniel. Lena bisa merasakan kehangatan napas pria itu di wajahnya. Aroma khas tubuh pria itu juga mengganggu indra penciuman Lena. Menggodanya untuk menghirup sebanyak-banyaknya aroma itu.
Tatapan Daniel menelusuri wajah Lena. Bahkan saat wanita itu memiringkan kepalanya ke arah belakangnya untuk memudahkannya mengambil kartu identitasnya, Daniel masih enggan berpaling.
"Woww! Hati-hati sayang," nada suaranya berat. Tangannya dengan sigap menahan dan merangkul kedua pinggang Lena ketika wanita itu kehilangan keseimbangan. Hingga akhirnya Lena dapat menemukan kartunya, namun Daniel tetap setia memeluk Lena.
"Sudah aku dapatkan. Sekarang lepaskan aku!" ucap Lena tepat di depan wajah Daniel. Pria itu menghirup aroma cappucino dari mulut istrinya.
"Biasakah kau menciumku? Anggap saja sebagai ucapan terima kasih."
"Mengapa harus aku lakukan?"
"Kalau kau tidak mau, tidak masalah. Aku tidak akan melepaskanmu."
Lagi, Lena menghembuskan napas kesalnya.Tapi ia sedang tidak ingin berdebat sekarang. Ia harus menyelesaikan ini dan segera menemui Sandi. Wanita itu bergerak, memajukan bibirnya ke bibir Daniel, dan.... Cup
KAMU SEDANG MEMBACA
My Last Yesterday
Romance(Novel ini adalah novel dewasa yang memuat adegan-adegan dewasa pula. Dimohon kebijaksanaan pembaca yang ingin membacanya!) Masa lalu yang kelam dan dendam yang membara membuat seorang wanita begitu ambisius ingin menjadi seorang dokter. Namun takdi...