Sorry

4.4K 283 21
                                    

Dua hari paska pertemuan dengan Morry, tubuh Lena sudah membaik. Meski belum pulih sepenuhnya, namun Lena tetap memaksakan dirinya untuk bekerja. Hal ini awalnya mendapatkan pertentangan dari Daniel, tetapi siapa yang bisa melawan wanita itu jika menyangkut masalah pekerjaan. Lena adalah tipe orang yang gila kerja bahkan lebih gila dibandingkan dengan Daniel.

"Seafood, ha?" Penuturan yang pertama kali keluar dari bibir Lena saat ia menginjak dapur dengan penampilan khasnya saat ia hendak berangkat ke kantor. Ia melangkah mendekati Daniel yang sedang sibuk menyiapkan sarapan.

"Iya. Aku menyiapkan sarapan seafood untuk kita. Kau tidak suka?" tanya Daniel sembari meletakkan beberapa jenis makanan laut dari pentry ke meja makan.

"Tidak. Aku menyukainya. Tapi aku dengar ada yang lebih menyukai seafood dibandingkan aku."

Daniel mengerutkan keningnya merasa heran dengan perkataan yang baru saja dilontarkan oleh istrinya itu. Ia terus memperhatikan Lena yang tengah menyeduh segelas cappuccino di pentry.

"Aku dengar dari Romi kau menyukai nasi goreng. Kenapa jadi seafood?" kata Lena mengaduk gelasnya. "Laly, apalagi yang kau suka?" lanjut Lena sambil meniup cairan yang ada di dalam gelasnya itu.

Daniel yang telah selesai mempersiapkan sarapan di meja makan, berjalan ke arah Lena. Ia kemudian berdiri di samping Lena. "Sayang, aku tak mengerti apa maksudmu," ucapnya masih terus memandang Lena yang masih asyik mendinginkan cappuccinonya.

"Aku hanya bertanya. Kau tidak menyukai ini kan?" kata Lena sambil mengangkat gelasnya. "Padahal ini rasanya enak," sambungnya lagi sambil menyeruput minumannya. Namun belum sempat menelan minuman yang mengandung kopi tersebut, Daniel buru-buru mengambil gelas Lena dan mencium bibir wanita itu.

Daniel melumat bibir Lena, mengecapnya dan memindahkan cappuccino yang ada di mulut Lena ke mulutnya.

Lena terasa terpasung saat ini. Cara Daniel melumat bibirnya benar-benar sangat memikat. Dia seolah masuk dan terhisap ke dalam dunia Daniel, bersama segala kesempurnaan milik pria itu.

Lena mengerang tertahan ketika Daniel meletakkan gelasnya dan mengangkat tubuh Lena ke atas pentry. Daniel kembali menyatukan pagutannya dengan sangat mendominasi, memperdalam ciuman mereka dan merasakan bibir Lena seolah hari esok ia tidak akan bisa merasakan bibir itu lagi. Rasa bibir Lena yang sedikit pahit karena cappuccino yang memberikan karakter tersendiri bagi Daniel.

Sedangkan Lena hanya bisa merasakan aroma mint bercampur dengan cappuccino dari mulut Daniel, terlebih ketika kedua lidah mereka bertemu dan saling menjelajahi.

Kemudian ciuman mereka berhenti. Daniel hanya menempelkan bibirnya di atas bibir Lena yang sedikit bengkak tanpa menggerakannya sedikitpun.

Lena menunggu beberapa detik untuk mengetahui apa yang akan dilakukan pria itu lagi. Namun setelah cukup lama menunggu, wanita itu hanya mendapatkan senyuman dari pria itu. Bibirnya yang tipis itu bisa merasakan lengkungan bibir Daniel yang sedang tersenyum.

Daniel mengangkat bibirnya menjauh. "Mulai hari ini kau dilarang minum minuman yang mengandung kafein sayang. Sebagai gantinya aku sudah menyiapkan susu untukmu."

"Aku tidak suka susu," terdengar suara Lena yang bergumam.

Daniel mengangkat sudut bibirnya dan tersenyum nakal. Ibu jarinya menyentuh bibir bawah Lena, mengusap benda basah nan lembut itu. "Apa kau ingin meminumnya dengan caraku? Aku yakin kau akan menyukainya, sayang."

Lena memejamkan mata sebentar begitu jemari Daniel terasa di bibirnya. Jantung wanita itu berdebar kencang. Ia tidak suka cara Daniel menciumnya, cara ia menyentuh bibirnya, itu semua membuatnya selalu kesulitan bernapas dan nyaris membuatnya kehilangan akal.

My Last YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang