Perempuan berseragam lengkap itu terus-menerus melirik jam yang ada di pergelangan kiri tangannya, sambil menoleh ke kiri dan kanan jalan raya, mencari angkutan umum yang biasanya ia gunakan.
"Bisa telat nih," untuk kesekian kalinya perempuan itu melirik jam tangannya, lima belas menit lagi bel masuk akan dibunyikan, tapi belum ada tanda-tanda bahwa kendaraan yang dicarinya akan lewat. Setiap lewat selalu penuh, tidak ada tempat baginya.
Jalanan semakin lama pun menjadi semakin padat, baik dipenuhi oleh pejalan kaki atau pengguna kendaraan bermotor.
"Lari aja kali ya? Naik angkot juga nanti bakal macet," gumamnya pada diri sendiri, setelah berpikir, pada akhirnya ia benar-benar memutuskan untuk berlari menuju sekolahnya, memang seperti bukan pilihan yang tepat.
Dengan napas yang terengah-engah, perempuan itu mulai berjalan perlahan, keringat mulai bercucuran dari dahinya. Ia memutuskan untuk berhenti sebentar, mengambil botol minum yang memang selalu dia bawa di dalam tasnya, kemudian meminum isinya hingga tersisa setengah.
Saat kembali menoleh ke jalanan di hadapannya, ada mobil dan motor yang terlihat lepas kendali, pengendara motor tersebut berusaha menghindari mobil agar tidak terjadi kecelakaan, alhasil membuat motor serta pengendara terjatuh.
Perempuan itu-- Anita, sedikit terkejut melihat pengendara motor yang masih menggunakan helmnya jatuh ke aspal, motornya juga terjatuh tidak jauh dari pengendara tersebut, bagian motornya mengalami goresan karena bersentuhan langsung dengan aspal, sementara mobil itu terus melanjutkan perjalanan.
Anita menghampiri pengendara motor itu, mengulurkan tangannya, berniat untuk membantu orang itu berdiri. Orang itu membuka helmnya, Anita sempat terkagum melihat orang yang ada di bawah kakinya, rahang yang tegas, tatapan yang tajam, wajah yang benar-benar tampan, mampu membuat Anita lupa, kalau niatnya berdiri di sini adalah menolong laki-laki tersebut.
Pengendara itu menatap tangan Anita yang ada di hadapannya, ia terdiam beberapa saat, namun akhirnya menerima uluran tangan Anita. Anita sempat kaget sesaat, lalu membantu orang itu untuk berdiri.
"Lo ngga papa?" tanya Anita untuk memastikan, laki-laki itu menggeleng lalu dengan cepat mengambil motornya.
Pengendara itu kembali duduk di atas jok motornya, dirinya kembali memakai helmnya dan menoleh kepada Anita. "Naik," katanya.
"Hah?"
"Lo ngga denger gue bilang apa?" laki-laki itu terlihat mendengus dari balik kaca helmnya. "Naik," kata yang laki-laki.
"Tapi-"
"Ngga akan gue apa-apain."
"Emang lo tau sekolah gue?"
Si lelaki terlihat kembali mendengus, ia membuka kaca helmnya, matanya menatap Anita dengan malas. "Lo anak SMA Angkasa, kan?"
"Kok lo tau?" Anita menatap laki-laki itu bingung.
"Seragam kita sama," jawabnya. Anita melihat seragam yang dikenakannya dan juga seragam orang yang baru saja menolongnya, memang benar ternyata seragam mereka sama, bahkan Anita baru menyadarinya, sedari tadi ia hanya memerhatikan wajah laki-laki ini, berarti mereka satu sekolah.
"Buruan, jangan bengong mulu, bentar lagi bel."
Anita mengangguk mengerti, lalu naik ke atas motor laki-laki itu dengan satu tangan yang berpegang pada pundaknya.
Pengendara itu menoleh ke belakangnya sekilas, lalu dengan cepat melepas jaket kulit yang dikenakannya. "Pake ini, buat nutupin, lagian baru masuk belagu, roknya pendek banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beating Heart
Teen FictionAnita mengagumi Malvin sejak pertama kali mereka bertemu, Malvin adalah lelaki yang beda umurnya hanya dua tahun darinya, yang juga merupakan kakak kelasnya. Sementara Malvin, menanggap pertemuan antara dirinya dan Anita bukan apa-apa. Namun yang t...