"Kenapa lo?"
Kedatangan Anita langsung disambut pertanyaan yang terlontar dari mulut Fina, Anita duduk di kursi sebelah Fina, wajahnya terlihat tidak enak sekali hari ini.
"Pokoknya ini semua salah Gabriel."
Fina mengerutkan dahinya, kemudian menopang dagu dengan tangannya di atas meja. "Kenapa?"
"Apa ya bahasanya?" Anita terlihat berfikir sebentar. "Dilabrak, iya. Kayaknya sih sebutannya gitu."
"Dilabrak?" Fina semakin bingung saja dengan arah dari perkataan Anita. "Lo dilabrak siapa emangnya?"
"Kakak kelas, Vanessa Aurelia."
Air muka Fina langsung berubah. "Kok bisa?!" Fina jadi heboh sendiri, sekarang malah Anita yang menjadi bingung. "Cerita ih, jangan setengah-setengah!"
Anita menceritakan semuanya, tanpa terlewat satupun dari bagian yang ia alami kemarin, Fina menunjukkan banyak ekspersi yang berbeda-beda di setiap bagian tersebut.
"Jadi intinya, kenapa lo malah nyalahin Gabriel?"
"Coba Gabriel ngga minta temanin lo, pasti gue udah sama lo kemarin, ngga mungkin sama Malvin."
Fina memutar kedua matanya, itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menyalahkan Gabriel.
"Kalo lo ngga minta dianterin pulang, pasti Vanessa juga ngga bakal ngeliat."
"Kok jadi belain Gabriel sih?" Anita mengerucutkan bibirnya ke bawah.
"Lo hati-hati aja sama Vanessa," kata Fina, nada bicaranya pun jadi berubah, sangat serius. "Dia orangnya nekad."
"Nekad gimana maksudnya?"
"Gue pernah liat, dia sama genknya gunting roknya Ira, anak kelas sebelas dua. Ngga cuma itu, waktu itu mereka juga pernah gunting rambutnya Felis karena diwarnain, pokoknya mereka ngga mau kalau ada cewe yang nyaingin mereka, kalau sampai Vanessa ngerasa tersaingi sama lo, siap-siap aja."
Anita jadi bergidik ngeri, separah itukah mereka?
"Itu benaran?"
"Iya."
"Lo tau itu semua dari mana coba?"
Anita jadi bingung sendiri, selama ia bersekolah di sini, ia tidak tau tentang Vanessa dan teman-temannya.
"Ya gue tau lah, siapa coba yang ngga tau? Satu sekolah kali udah tau," jawab Fina. "Lo nya aja yang ngga mau tau."
Anita diam, tidak berniat untuk membalas perkataan Fina.
***
Malvin membidik sasarannya, bola basket sudah ada di depan dadanya, ring basket berjarak sekitar enam meter yang menjadi titik tempuhnya.
Malvin melempar si oranye itu dengan yakin, bola itu memutar di sekitar ring namun akhirnya ia berhasil mencetak angka.
Walaupun ia hanya main basket seorang diri.
Sekarang masih jam pelajaran, kebetulan tidak ada kelas yang berolahraga hari ini. Malvin memanfaatkan itu untuk bermain basket seorang diri, menghindari ocehan dari Bu Derni karena ia belum mengerjakan PR.
Ponsel dalam kantung celananya berbunyi, Malvin mengambil ponsel tersebut, melihat nama yang tertera pada layar persegi panjang itu.
Malvin memencet tombol hijau, lalu menempelkan ponselnya di telinga kanannya. "Napa?"
"Bu Leli nanyain lo, bilang ape nih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Beating Heart
Teen FictionAnita mengagumi Malvin sejak pertama kali mereka bertemu, Malvin adalah lelaki yang beda umurnya hanya dua tahun darinya, yang juga merupakan kakak kelasnya. Sementara Malvin, menanggap pertemuan antara dirinya dan Anita bukan apa-apa. Namun yang t...