Entah dorongan dari mana, setelah Gabriel memperbolehkannya untuk segera meneleponnya, hal itu langsung dilakukan Anita. Ia memencet tombol berbentuk lambang telepon, lalu segera menempelkan ponselnya di telinganya.
"Hallo?"
Anita terdiam beberapa saat, suara isakan yang terdengar dari ponselnya, membuat Gabriel menyerngit bingung.
"Ha-halo."
"Ini ada acara termehek-mehek apa, ya? Lo nelepon sambil nangis-nangis gini."
"Gab!"
"Eh, iye, maap." Ujarnya. "Kenapa? Tumben."
"Tadi gue, kan ni-niatnya mau nanyain Mal--"
"Kan, pasti ada maunya--"
"Jangan suka motong omongan orang!"
"Ini juga lo motong omongan gue."
"Gab!"
"Yaampun, iya, elah. Salah mulu Habibie."
"Tadinya gue mau nanyain Malvin, cuma nggak jadi, deh."
"Terus mau ngapain?"
"Nggak ngapa-ngapain, Gab. Lo ngomong aja, nanti gue dengerin." Anita terlentang di atas kasurnya dengan menjadinya satu tangannya sebagai bantalan.
Di seberang sana Gabriel melakukan hal yang sama.
"Kurang kerjaan lo, ya?"
"Iya."
"Lo lagi kenapa?"
"Cuma mau ngobrol."
"Harus sama gue?"
"Jadi gue ganggu?"
"Nggak, sih. Aneh aja, bukannya lo nggak pernah mau berdekatan sama gue?"
"Abis gue bingung mau ke siapa."
"Teman lo?"
"Nggak ada yang bisa dihubungi."
"Jadi gue cuma back up plan aja?"
"Kok lo nyebelin, sih." Perlahan isakan Anita mengecil sampai akhirnya menghilang. Sepertinya tidak salah ia memilih Gabriel sebagai teman mengobrolnya, setidaknya dengan ini, sementara ia bisa melupakan masalahnya.
"Oh! Gue tau. Lo lagi berantem sama Fina, ya?"
"Kok Fina?"
"Abis tadi Fina juga nangis-nangis."
"Iya? Kok bisa?!" cecar Anita langsung.
"Mana gue tau, kan, lo temannya."
"Tapi tadi kan lo yang sama dia!" sahutnya sedikit gemas.
"Jadi lo maunya gue ngomongin apa?"
"Apa aja kek."
"Gue kagok kalo dari telepon."
"Terus?"
"Keluar, yuk, Ta."
***
Jam menunjukkan pukul sembilan tepat ketika Anita bertemu dengan Gabriel di supermarket di dekat komplek perumahannya. Gabriel tidak datang ke rumah Anita, walaupun sebenarnya ingin. Namun Anita menyuruhnya untuk menunggu di tempat ini. Keduanya duduk di salah satu meja dari beberapa meja yang tersedia di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beating Heart
Teen FictionAnita mengagumi Malvin sejak pertama kali mereka bertemu, Malvin adalah lelaki yang beda umurnya hanya dua tahun darinya, yang juga merupakan kakak kelasnya. Sementara Malvin, menanggap pertemuan antara dirinya dan Anita bukan apa-apa. Namun yang t...