Beating Heart [9]

318 19 1
                                    

Malvin membanting diri di atas kasurnya, dengan seragam sekolah yang masih menempel di tubuhnya, serta sepatu sekolah yang masih ia kenakan, matanya mengarah pada langit-langit kamarnya, ia menghela napas pelan.

Tok tok tok

"Masuk, ngga dikunci," teriak Malvin dari kamarnya kepada siapapun yang sekarang sedang mengetuk pintu.

"Makan malem dulu, Den. Bapak sama Ibu dari tadi udah nyariin," kata orang itu-- Mbok Siti.

Mendengar itu, Malvin melihat pergelangan kiri tangannya, jam tangan yang ia kenakan tepat menunjukkan pukul delapan malam. Ia mengalihkan pandangannya lagi pada Mbok Siti. "Ck. Peduli setan," jawab Malvin.

Mbok Siti diam, tidak tahu harus menjawab apa, sudah kesekian kalinya Mbok Siti ada di posisi seperti ini, bingung menghadapi Malvin yang keras kepala. "Den Malvin harus makan," ucap Mbok Siti lembut.

"Nanti Malvin makan, kalo mereka udah selesai makan, udah sana, Mbok. Malvin ngga pengen diganggu."

Mbok Siti menghela napas pelan, sebelum meninggalkan kamar Malvin.

"Mbok!"

Mbok Siti menoleh pada Malvin lagi, "kenapa, Den?"

"Jangan lupa nutup pintu!"

Mbok Siti mengangguk, kemudian berjalan keluar dan menutup pintu kamar Malvin perlahan.

Malvin merogoh kantung celananya, mengeluarkan benda pipih panjang yang selalu ia bawa ke mana-mana. Ia melihat pesan-pesan yang masuk ke ponselnya, namun ia hanya membuka satu pesan, yaitu dari Apoy.

Ke rumah bre, ada Gabriel ama Omen ama temennya Omen, gue kagak taudah namanya siapa.

Melihat pesan dari Apoy, dengan cepat Malvin mengganti seragamnya, dengan pakaian rumah biasa. Dirasa cukup, ia melangkah keluar dari kamarnya, Malvin melihat keluarganya masih makan malam bersama, ia melewati mereka tanpa mengucap sepatahkata pun.

"Vin!" panggil Laura, ibu Malvin.

"Kalo dia emang ngga mau, ya ngga usah dipaksa," ucap Robert, ayah Malvin. "Biarin aja anak itu, emang ngga mau diatur."

Malvin yang jaraknya belum terlalu jauh dari meja makan tentu bisa mendengar percakapan singkat yang terjadi antara kedua orang tuanya, namun ia tidak ambil pusing. Sementara Marvel, adik Malvin, tidak mengucapkan apapun, hanya menikmati makanan dengan tenang.

Malvin mengeluarkan motor merahnya dari halaman rumahnya, kemudian naik ke atas motor itu, menyalakan mesin, lalu menyetir dengan kecepatan yang terbilang cukup pelan.

Ponselnya bergetar cukup lama, tandanya ada panggilan masuk, Malvin terpaksa menepi sebentar kemudian mengangkat telepon tersebut tanpa membaca nama si penelepon.

"Hallo."

"Vin," panggil orang itu dari seberang sana.

Mendengar suaranya, Malvin mendengus kesal. "Apaan?"

"Anterin gue yuk."

"Ngga bisa, Van. Berapa kali sih gue ngomong, kalo minta ditemenin ini itu, sama temen lo aja, bikin repot tau ngga."

Setelah mengucapkan itu, tanpa menunggu balasan dari Vanessa, Malvin memencet tombol merah di layar ponselnya, ia memasukkan ponselnya kembali ke kantung celananya, lalu kembali menyetir motornya.

Setelah lima belas menit berkendara, Malvin sampai di depan rumah Apoy, ia masuk dan memakirkan motornya asal, karena rumah Apoy tidak berpagar.

Malvin langsung masuk tanpa memencet bel atau mengetuk pintu, ia sudah tau, kalau Apoy mengajaknya ke rumah, pasti kedua orang tuanya sedang tidak ada di rumah.

Beating HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang