Beating Heart [35]

148 8 0
                                    

Wajahnya nampak heran, dahinya menujukkan banyak kerutan, kedua alisnya hampir menyatu karena kebingungan. Menghela napas panjang, cowok itu membanting dirinya di kasur, ingin beristirahat.

Sudah hampir dua jam ia berkutat dengan buku fisika, membuat kepalanya jadi pening sendiri karena menghapal banyak rumus.

Memasuki semester dua kelas dua belas, membuat Malvin menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar, mengurangi nongkrong bersama teman-temannya, serta lebih rajin mencatat catatan yang diberikan oleh guru-guru yang mengajar kelasnya.

"Vin!"

Mendengus pelan, ia ogah-ogahan melangkahkan kaki lalu membukakan pintu kamar untuk orang yang baru saja memanggilnya. Ia menarik pintu kamar sehingga terlihatlah adik laki-lakinya yang kini sedang berdiri di depan kamarnya.

"Lagi ngapain, Vin?"

"Kalo nggak ada yang penting jangan ke sini, deh. Puyeng gue."

"Lo tuh, ye!" Marvel mendecak. "Kenape? Anita?"

"Hah?" Malvin mengerjap-ngerjap. "Apaan sih, nggak nyambung lo!"

"Oh, bukan?" tanya Marvel lagi. "Terus kenapa? Jelek amat muka lo kalo lagi suntuk gitu."

"Abis belajar gue," jawab Malvin sekenanya.

"Hah?"

"Abis belajar."

"Hah?"

"Au!" Malvin kembali berdecak. "Ngapain, sih lo?"

"Tumben?" tanya Marvel heran. "Belajar apa?"

"Fisika."

"Mau gue ajarin?" tawar Marvel.

"Nggak."

Wajar saja Marvel menawarinya hal demikian, pasalnya, walaupun Marvel dan Malvin terpaut beda satu tahun, keduanya sama-sama sudah menginjak kelas dua belas. Dulu, sewaktu Sekolah Dasar, Marvel hanya menghabiskan waktu lima tahun untuk menyelesaikan masa putih merah itu.

"Gue serius, nih," Marvel nyelonong masuk ke kamar Malvin tanpa persetujuan.

"Apaan, sih?!" Malvin berujar sebal. "Gue nggak nyuruh lo masuk."

Tidak menghiraukan abangnya, cowok itu justru mendekat ke arah meja belajar, dimana buku fisika Malvin masih terbuka, ia mengambil buku sekolah itu, kemudian duduk di atas kasur Malvin.

"Yang ini, Vin?" tanya Marvel memastikan.

Malvin melihat ke arah tulisan yang ditunjuk Marvel, cowok itu mengangguk pelan. "Iya."

"Sini duduk! Ngapain lo diri di situ jauh-jauhan? Kayak musuhan," Marvel menepuk tempat kosong di sebelahnya.

Malvin mendengus, ia duduk di samping Marvel, walaupun tidak terlalu dekat.

Mulailah Marvel menjelaskan isi materi buku tersebut pada abangnya, dengan sabar dan detail, ia menelaah isi halaman itu secara keseluruhan. Walaupun Malvin terkadang bingung. Namun tidak mengeluh, Marvel kembali mengulangi isi bahasan yang diucapnya.

Malvin memerhatikan adiknya, Marvel terbilang pintar, sangat pintar bahkan. Ia bisa menghapal rumus dengan sangat cepat, memiliki IQ yang tinggi di atas rata-rata, tanpa membaca ulang dan hanya dijelaskan satu kali oleh gurunya, Marvel bisa sangat cepat menangkap pelajaran hampir secara keseluruhan.

Ia melirik dirinya sendiri di pantulan cermin yang ada di depannya, mengetahui dirinya yang serba pas-pasan, ia merasa sangat kecil jika dibandingkan dengan Marvel.

Beating HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang