Apoy melirik sekilas pada teman sebangkunya yang kini sedang mencatat penjelasan matematika yang tertulis di whiteboard yang ada di depan kelasnya. Cowok itu menopang dagu, menatap malas ke deretan angka yang memenuhi benda berwarna putih itu.
Di depannya, Pandu dan Ariel sedang asik mengobrol, entah obrolan apa yang mereka perbincangkan, keduanya nampak tidak terusik sama sekali, asik satu sama lain.
"Vin," panggil Apoy.
"Hm?" Malvin menoleh setelah mencatat angka terakhir, cowok itu menatap teman sebangkunya. "Lemes amat lo."
"Ngantuk," Apoy selonjoran di mejanya. "Nggak pegel apa lo? Udah nulis berlembar-lembar gitu, masuk juga kagak ke otak."
"Itumah urusan belakangan, Poy," jawab Malvin, menatap sekeliling kelasnya, murid lainnya masih menulis. "Nyatet aja dulu."
"Ini lo beneran kagak, sih Vin?" Apoy menyerngit heran. "Kenapa tiba-tiba begini lo? Abis kena azab?"
"Kagaklah, tolol," Malvin mendecak. "Buat bahan gue belajar di rumah, lah!"
Apoy terdiam, cowok itu mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia menangkup kedua pipi Malvin dengan tangannya, meneliti wajah Malvin lekat-lekat.
"Apaan, sih!" Malvin menepis keras tangan Apoy. "Gila lo, ya."
"Ini beneran lo, Vin?" tanya Apoy sekali lagi. Cowok itu tersenyum simpul, meletakkan kedua tangannya di depan dada. "Subhanallah, ya."
"Nggak jelas."
"Wah, asli dah tercengang banget ini gueee!"
"Lebay."
"Yeee!" Apoy sewot. "Traktiran indomie gue aje belom lo!"
"Santai, segerobak juga gue beliin." Malvin mengibaskan tangannya di udara.
"Iya, Bank berjalanku."
Setelah itu, bel tanda istirahat berbunyi, membuat sang guru menghentikan kegiatannya, begitu pula murid-murid di kelas itu.
Malvin buru-buru mengecek ponselnya, wajahnya nampak bingung ketika melihat pesannya sejak kemarin yang belum dibalas oleh Anita, cowok itu mengarahkan ponselnya pada Apoy. "Poy, Anita kok nggak bales-bales, ya?"
Apoy sontak tertawa membaca pesan yang diketik oleh Malvin kepada Anita, "cringe abis!"
"Ye! Orang nanya," Malvin menarik ponselnya lagi, lalu memasukkannya ke dalam saku. "Kenapa, ya dia?"
"Bisa aja nggak ada pulsa?" balas Apoy. "Lagi aneh abis, dah lo! Sekarang, tuh jamannya sosmed, heran gue, dikasih yang gampang maunya yang susah-susah."
"Iya juga, ya?" Malvin mangut-mangut. "Tapi, ya Poy. Semalem gue nelepon kagak diangkat, kalau emang pulsanya abis kan bisa angkat aja gitu telepon gue?"
"Ah! Ribet amat, sih," Apoy membalas lagi. "Vin, suer dah. Apa artinya lo sama dia ada di satu sekolah yang sama?" ia mendengus. "Samper ke kelasnya, goblok!"
"Ide bagus."
"Au ah," Apoy mendecak. "Eh, ayo kantin," lalu ia berdiri dari tempatnya. "Ndu, Ril, ayok kantin. Laper nih ogut."
"Cus!"
Malvin CS berjalan bersama ke arah kantin, keempat orang itu duduk di meja yang ada di tengah-tengah kantin, membuat mereka mudah dilihat oleh seluruh isi kantin.
Termasuk Anita dan Fina yang baru datang, kedua orang itu dapat melihat mereka dengan jelas, lalu duduk di meja yang tidak terlalu jauh jaraknya dari meja Malvin dan teman-temannya. Anita memilih duduk membelakangi Malvin, entah mengapa, omongan Kesa membuatnya menjadi agak malas meladeni Malvin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beating Heart
Teen FictionAnita mengagumi Malvin sejak pertama kali mereka bertemu, Malvin adalah lelaki yang beda umurnya hanya dua tahun darinya, yang juga merupakan kakak kelasnya. Sementara Malvin, menanggap pertemuan antara dirinya dan Anita bukan apa-apa. Namun yang t...