Beating Heart [17]

153 8 0
                                    

Dari tempatnya berdiri, Anita melihat Omen dan Gabriel berada di depan lapangan, bersama tiga orang murid lain yang tidak diketahui namanya oleh Anita, yang juga tidak memakai atribut lengkap seperti mereka.

Anita jadi merasa tidak enak dengan Gabriel, ia selalu bersikap ketus dengan Gabriel tanpa sebab, kalau diingat-ingat, ini sudah kedua kalinya Gabriel menolong Anita. Setelah waktu itu Gabriel mengantarnya untuk mengambil buku fisika yang tertinggal di rumahnya.

"Nah, gini kek. Gue kan jadi jelas ngeliat Gabriel nya."

Suara dari belakang membuat Anita berdecak, ia menoleh ke belakangnya, tepat dimana Fina berdiri.

"Apaan, sih, Fin."

"Kok Gabriel mau minjemin topinya ke lo, ya?"

"Suka-suka dia, lah," jawab Anita cuek.

Namun sebenarnya Anita juga mempertanyakan hal yang sama. Mengapa Gabriel mau meminjamkan topi untuknya kalau ia tidak memiliki topi cadangan? Kan dia yang rugi sendiri.

"Gabriel baik, kan, Nit."

"Hmmmm," jawab Anita dengan gumaman pelan. "Dikit."

Setelah itu upacara berlangsung, barisan bagian depan mengikuti upacara dengan hikmat. Sementara barisan tengah dan belakang, kebanyakan mengobrol walaupun bisik-bisik.  Seperti halnya kini Anita dan Fina. Fina menceritakan film yang sedang heboh dibicarakan semua orang pada Anita, yang baru saja ia tonton bersama dengan abangnya kemarin.

"Jangan spoiler dong!"

"Lo juga kagak bakal nonton, Nit."

"Ish. Lo mah."

Grasak-grusuk terdengar dari barisan paling belakang, namun Anita memilih untuk tidak ambil pusing.

"Hai."

Anita terkejut bukan main, ia menoleh ke barisan lelaki anak kelasnya. Malvin ada di sana! Menyelinap masuk ke dalam barisan kelasnya. Ia melemparkan senyuman sambil menunjukkan deretan giginya pada Anita.  Di belakang Malvin, ada Apoy, yang barisnya sejajar dengan Fina.

"Gila, ya, lo?"

"Gila karenamu."

"Bodo!"

Anita memilih kembali fokus ke depan, dimana Pak Surto-- selaku Kepala Sekolah, sedang memberikan amanat. Namun nyatanya, ia tidak bisa sepenuhnya fokus pada Kepala Sekolahnya itu, ternyata orang di sampingnya membuat pikirannya kacau, fokusnya terbagi.

Tenang, Nit, dia cuma di samping lo! Nggak ngapa-ngapain.

"Tegang banget."

Anita berlagak seakan tidak mendengar omongan Malvin. Ia tetap memerhatikan dan mendengarkan amanat yang disampaikan. Ia tidak boleh terlihat gugup, ia harus berlagak cuek.

"Nggak mau nanya apa, kenapa gue di sini?"

Anita menarik napas perlahan, tanpa menoleh sedikitpun, ia berujar. "Kenapa?"

"Biar bisa ngeliat lo, kalau dari barisan kelas gue, kepala lo aja kagak keliatan."

"Oh."

"Iya." Malvin mengangguk. "Minggu depan berarti gue boleh?"

"Boleh apa?" Anita menoleh.

"Boleh di sini lagi."

"Nggak!" ujarnya sedikit kencang, membuat beberapa orang menoleh. Anita tersenyum canggung. "Eh, maaf."

"Santai aja dong," Malvin terkekeh. "Semangat banget gue mau baris di sini lagi."

"Terserah lo, deh!"

Beating HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang